SEHARI BERSAMA LELAH


Catatan kronologi hikmah dari sepercik kisah hidup, secuil namun berarti.

Pagi ini begitu cerah, mentari dengan kehangatannya menyapa diawal pagi menyambut penuh cinta siapapun yang merindukan karunia-Nya, berlomba-lomba mencari sebutir nafas dari hidup yang semakin berwarna, mulai dari senang, sulit, sempit, mudah, hingga berat dan pelik membutuhkan pensikapan yang bijak dari setiap episode hidup yang harus dilalui. Pagi ini aku melangkahkan kaki menuju MUI Kota Samarinda dengan penuh harap, namun entah sedikit cemas, Majelis Ulama Indonesia tepatnya, kantor tempat dimana aku biasa bekerja membantu pak kiayi Zaini Na’im sebagai ketua Umumnya melaksanakan tugas-tugasnya dalam hal kesekretariatan dari mengetik dan mengarsipkan surat, membayar rekening, menerima tamu, mendengarkan konsultasi-konsultasi masyarakat yang berisi keluhan, kesalan, tangisan, perceraian, warisan, ikrar syahadat, hingga aktifitas-aktifitas keummatan lainnya, banyak pengalaman yang menjadi pelajaran berarti sejak Allah takdirkan kaki ini bersama MUI, sesekali aku merenung, berfikir, mencoba mengeja setiap titian hidup yang aku lalui, muncul pertanyaan mengapa Allah memilihkan MUI sebagai tempatku beraktifitas?, kini barulah kumengerti ternyata banyak cara Allah memberikan pelajaran pada hamba-Nya, banyak cara Allah mendidik hamba-Nya dengan tarbiyah hidup yang didapat dari manapun ia berada, bahkan dengan tanpa disadarinya, dan kini ada nuansa baru dari tarbiyah yang selama ini kudapat, disinilah aku belajar dari kehidupan seorang Ulama beserta warna-warninya, dari setiap taushiyah dan pelajarannya, belajar mengerti bahwa hidup ini bukanlah tujuan akhir, belajar mengerti bahwa permasalahan ummat ternyata begitu bermacam jenisnya, belajar memahami bahwa ‘sedikit memang orang yang ingin mengurus ummat’ dengan problematika dalam keluh kesahnya, dalam setiap tetes air matanya, dalam setiap deraan masalah yang mau tidak mau terlanjur mereka lakukan, namun mereka ingin sekali bertaubat. Ya itulah hidup, penuh dengan dugaan yang terlampau sulit untuk ditelusuri hikmahnya kalau tidak dengan hidayah-Nya. Allahumma innanasalukal hudaa..

Sesampai dikantor setelah malalui jalan raya dengan debu yang mulai mengental, akupun terkejut melihat Ketua Dewan Penasehat MUI Kota Samarinda sudah ada di tempat, dan kali ini aku kalah cepat masuk kantor. Namanya KH. Bahrani Selamat, disenjanya usia tidak menyurutkannya untuk terus lantang meneriakkan kebenaran dalam khutbah-khutbah dan ceramah-ceramahnya, bahkan ia terpilih menjadi ketua umum Dewan Masjid Indonesia untuk wilayah Kalimantan Timur. Bagiku ia seorang ayah, seorang syekh, seorang teman, seorang sahabat, seorang kakek, seorang yang begitu mengerti akan seluk beluk hidup di senjanya usia, selalu dihitungnya setiap hari yang dilaluinya sampai ia sangat faham berapa tahun usianya sampai detik sekarang, berapa bulan dan berapa hari, hingga sebegitu detailnya penghargaan beliau terhadap sisa usia. 71 Tahun 2 bulan kurang usianya kini, namun dengan senyum ramah disepanjang harinya menjadikan kakek dengan 6 anak dan 15 cucu itu terlihat semakin segar saja, senyuman khas ala Buya Hamka dengan peci hitam lancip dikepala menjadikannya seorang tua yang masih muda apalagi humor-humor ringan ala banjar amuntainya menjadikannya seorang yang ‘berkarakter’. Dari beliaulah aku belajar banyak tentang kehidupan, belajar banyak tentang seni, nasehat-nasehat pernikahan yang selalu ditujukannya padaku seolah mengisyaratkan sesuatu, dari beliaulah aku mengenal sosok Ulama Buya Hamka dengan karya-karya seninya. Suatu hari beliau berujar ’persoalah hidup itu memang akan selalu ada, namun kita akan bisa menyelesaikannya dengan dua kata yakni, SKILL and ART’ inilah yang diajarkannya padaku selain hikmah-hikmah dalam Al quran dan hadits, kalau ingin masalah hidup dilalui maka dengan mempunyai keterampilan dan cita rasa seni insya ALLAH kita akan bisa mengatasinya, dengan SKILL atau kemampuan terbuka pintu keluar dari sekian rentetan masalah, karena kita punya kuncinya, dengan SENI kita mampu menjadikannya lebih ber ‘garam’ dan ber ‘warna’ indah. Tambahnya pula. Lagi-lagi aku dapat pelajaran, terima kasih ya Allah. Bersabda nabi SAW : “Tidakkah kalian ingin kuberitahu ttg orang yg paling baik dari kalian? Maka jawab para sahabat : Mau wahai rasuluLLAH SAW. Kata nabi SAW : Org yg paling baik dari kalian ialah orang yg jika orang2 lain melihatnya akan mengingatkan pd ALLAH.” (HR Ibnu Majah, kitab az-Zuhd, bab Man la Yu’bihi lahu, juz-II hal.1379)

Kebetulan kerjaan hari ini sedikit lebih banyak, setelah obrolan santai namun berfaedah, akupun mulai melaksanakan kewajibanku untuk mengerjakan tugas-tugas rutinku, diantaranya adalah bayar rekening telepon, kupacu sepeda motorku keluar kantor, kemudian mengantri agak panjang dan kembali lagi ke kantor untuk melaksanakan tugas-tugas lainnya,mengetik surat, melayani tamu yang berkunjung, dan lainsebagainya. Karena hanya mitra Pemerintah Kota, MUI Kota Samarinda aktif hanya dari pukul 08.00 pagi hingga pukul 12.00 siang, menjadikanku lebih tenang karena bisa mengisi waktu disiang hari dengan aktifitas lainnya. Hingga menuju tengah hari dengan badan yang sudah agak kelelahan apalagi setelah waktu sholat dzuhur ada pekerjaan lain yang menantiku diluar sana.

Setelah sholat Dzuhur, saat siang menyapa, saat harus tutup kantor, setelah pak kiayi Zaini Na’im kembali pulang dengan mobil avanzanya dan pak Bahrani Selamat mengikutinya, setelah kututup rapat pintu-pintu kantor, sesaat kemudian datang seorang perwira Poltabes mengantarkan surat, ternyata surat undangan, padahal pak kiayi baru saja keluar pulang, seketika langsung kuhubungi beliau dengan telepon kantor, karena acaranya besok pagi dan itu adalah acara yang sifatnya protokoler dan penting maka aku diminta untuk mengantarkan surat itu langsung ke rumah beliau di Citra Griya. Karena harus mengajar siang di SDIT Cordova maka aku katakan kalau akan kuantar sore saja. Dengan badan yang sudah kelelahan akhirnya kupacu kembali motor setiaku menuju sekolah untuk melaksanakan kewajibanku yang lain, mengajar. Siang mulai menunjukkan watak aslinya, karena memang begitulah seharusnya, terik panas membakar kumpulan debu yang menggantikan peran angin menghembuskan dirinya, awan tidak mau diajak kompromi agar berbaik hati menutupi mentari agar tidak semakin terbakar ari-ari kulit dikepala, kututup rapat kaca helemku agar tidak semakin berasa debu yang selalu menghiasi Kota Samarinda bila sudah panasnya. Namun hari harus dilalui, waktu terus berputar, nasib tak kan berubah kalau kita tak mau merubahnya, karena proseslah yang akan menuntun kita pada apa jadinya kita nanti meski lelah sudah sangat merasuki.

Akhirnya aku sampai juga di Sekolah, SDIT Cordova adalah wadah penting dari sejarah hidup, disinilah aku belajar memaknai kesabaran, keikhlasan dan pengorbanan meskipun berat. Salah seorang ustadz yang sangat teguh sikapnya, yang menjadi panutan bagiku pernah mengatakan “disekolah inilah insyaAllah akan lahir pemimpin-pemimpin baru, disekolah inilah InsyaAllah akan lahir para pejuang-pejuang dakwah”. Mendengar ucapan beliau menjadikanku semakin terbakar semangat untuk terus memberikan yang terbaik dari apapun yang aku punya minimal selama takdir menuntunku untuk tetap berada disekolah ini, meski lemah kaki melangkah, meski haus dahaga menerpa. Ada dua kelas dengan mata pelajaran Bahasa Inggris yang harus aku masuki siang ini, kelas IV IBNU SINA dan kelas IV IBNU KHOLDUN. Anak-anak masih berhamburan di dalam kelas setelah bel masuk dibunyikan, pelajaranpun dimulai, sekuat mungkin aku fokus terhadap bahan ajarku dengan buku pegangan dan silabus ditangan. Salah satu yang membuatku senang mengajar anak-anak adalah kepolosan mereka yang tidak dibuat-buat, tidak ada sandiwara, tidak ada kepura-puraan, semua beralun dengan apa adanya mereka, ketika harus tertawa, mereka tertawa dengan lepas, ketika harus menangis, mereka menangis dengan lepas, ketika harus marah, mereka marah dengan lepas, berlari, berkelahi, namun sejenak kemudian suasana perdamaian dan keakrabanpun kembali terjalin. Sapaan khas mereka memanggilku dan semua guru disini dengan sebutan “ustadz” menambah beban dihati, hawatir tidak sesuai dengan artinya, namun karena makna ustadz disini bukanlah sebagaimana makna Ulama dengan keilmuannya yang kredibel, namun sebagaimana guru-guru lain disekolah lainnya, ustadz sama maknanya dengan “pak guru” atau “bu guru” disekolah lain, tidak lebih, ini hanya sebagai tarbiyah atau pendidikan bagi anak didik agar menjadikan sekolah sebagai taman menimba ilmu agama di bidang apa saja selalu ada agama, entah di Matematika, di Fisika, di Bahasa inggris dan lainnya selalu ada unsur-unsur agamanya dan hal itu tidak boleh dipisahkan. Bel pertanda jam usai telah di nyalakan, nafas terus naik turun meresapi setiap iringan langkah hidup, berjalan dengan irama lelah disetiap langkahnya.

Dua kelas sudah aku masuki, sekarang saatnya kembali pulang kerumah, kulihat waktu menunjukkan pukul 15.30, sebentar lagi azan waktu sholat ashar akan dilantunkan, dan azan itupun benar-benar terlantun dari salah seorang anak murid di SDIT Cordova kelas V, di Masjid Al hamra, mengingat nama masjidnya, mengingatkanku pada sebuah Masjid yang ada di sebuah Kota di puncak peradaban Islam di Cordoba, Spanyol saat puncak kegemilangan Islam tumbuh disana. Dan kini insyaAllah kami ingin membangun bangunan yang roboh itu disini dari mendidik anak-anak menjadi insan yang memiliki kekuatan intelektual yang baik dan kekuatan spritual yang mumpuni. Kuambil air wudhu, kuusap wajah yang sudah tidak berbentuk ini karena kelelahan yang begitu sangat sejak dari kantor MUI tadi hingga berteriak, berceloteh dihadapan para murid-muridku, kuletakkan dahi ini dengan sholat dua rakaat qobliyah ashar, kucium lantai masjid al Hamra dengan takjub di empat rakaat sholat ashar, kuucap salam diakhir rakaatnya setelah sujud panjang diakhir sholat. Mentaripun perlahan mulai bergerak lambat beranjak keperaduan, siang berganti sorepun akan segera menjelang. Diantara dzikir anak-anak, doa-doa yang dilantunkan hingga doa berangkat pulang menjadikan suasana nyaman menghinggapi seluruh jamaah sholat mengakhiri hari belajarnya.

Akhirnya pulang juga, aku ingin cepat pulang, merebahkan tubuh yang sudah kelelahan ini, bersama kipas angin tentunya menjadi kenyamanan tersendiri. Sesampainya di rumah kulepaskan tasku dan langsung kurebahkan tubuh ini ke tempat tidur sambil kunyalakan kipas angin. Sesaat kemudian handphone ku berbunyi, dan kulihat dari nomor yang tidak aku kenal. Kuangkat handphone dengan hati bertanya siapa yang menghubungi disaat aku ingin istirahat. “Assalaamu’alaikum, akh Arros, sebentar lagi acara akan dimulai, teman-teman sudah hampir kumpul semua, ini dari ana akh, ikhwan Fakultas Kedokteran Unmul”. Astaghfirullahaladzim.. aku lupa kalau hari ini teman-teman Fakultas kedokteran mengundangku hadir dalam acara diskusi pengurus KMM As-Syifa, mengapa aku bisa lupa ya... sambil kujawab dengan tenang, akupun mengakhiri pembicaraan dengan menyanggupi untuk datang, bagaimana tidak, sedang aku telah berjanji jauh-jauh hari untuk hadir dalam undangan tersebut. Astaghfirullahaladzim.., akupun belum mempersiapkan bahan diskusinya sedikitpun, karena aku diundang untuk menjadi salah satu narasumber diskusi maka dengan janji yang sudah aku buat dan tidak ada halangan syar’i untuk tidak berangkat, kuhujamkan kembali niat untuk merelakan dan meninggalkan si ‘istirahat’. memang kuakui belakangan ini aktifitasku sangat padat-padatnya, baik di MUI, SDIT, LPDI dan Organisasi yang lainnya menuntut untukku terlibat pula, akhirnya dengan cepat aku nyalakan notebook, berharap ada sisa-sisa bahan materi yang bisa dijadikan bahan diskusi bersama teman-teman pengurus KMM As-Syifa dengan sedikitnya sisa waktu yang ada, hanya 5 menit. Seketika rasa lelah memang harus dihilangkan, melupakan kipas angin yang sedang berputar kencang, kubuka tas gendongku dan kudapat surat undangannya, kulihat kembali dengan cermat, persoalan apa yang akan diangkat oleh teman-teman KMM As Syifa dalam diskusi kali ini, dalam surat undangannya tercantum beberapa kisi-kisi yang ingin dijadikan bahan diskusi,

Tertulis dengan jelas disana: Semangat dakwah yang kian menurun, Ukhwah yang kurang tertata dengan baik, malas dalam menuntut ilmu, dan kefuturan.

Akhirnya bergegas kupakai kembali tasku, kuambil kunci motorku, kupacu kembali motorku yang sudah terlihat kelelahan pula, menuju musholla Bahrul Ulum, kebetulan acaranya disana. Diatas kendaraan kujadikan waktu berharga menangkap ide dan gagasan, sembari terus memohon kepada Allah agar supaya membimbingku sebagai manusia yang banyak kekurangan dan keterbatasan, hanya Allah saja yang menjadi fokus utama mencari inspirasi materi diskusi. Akhirnya sampai juga dan diskusipun berjalan, yang sebelumnya dibuka oleh moderator, setelah pemaparan sedikit akhirnya diskusipun berjalan, salah seorang akhwat Fakultas Kedokteran melemparkan sebuah wacana yang didalamnya memuat beberapa pertanyaan, tantang kondisi pengurus, terutama ukhwah yang semakin hari semakin luntur, rasa persaudaraan yang kurang kuat menjadikan pengurus merasa sendiri dalam berdakwah apalagi dengan melebarnya sayap dakwah kepada wajihah ammah atau organisasi non LDK. Akupun mencoba turut memberikan komentar alakadarnya bahwa selama ada Allah jangan pernah kita merasa sendiri, membutuhkan kawan disamping dalam berjuang adalah manusiawi, namun bukan berarti saat orang lain meninggalkan dakwah ini, lalu kitapun ikut mundur kebelakang. Dilain hal, ada seorang ikhwan yang memberikan pandangannya tentang tugas di KMM As Syifa, bahwa sebahagian mereka tidak PD dengan peran sebagai da’i, karena basic keilmuan yang kurang. Menurutku, bukanlah karena kita manusia yang bodoh lantas kita meninggalkan jalan dakwah ini, karena memang selama kita bernama manusia selalu terdapat banyak kealpaan dan ketidaksempurnaan. Sementara dakwah tidak mesti lewat mulut saja, dengan tulisanpun bisa berdakwah, dengan teladan dalam perbuatan pun bisa berdakwah, dengan menjadi seksi konsumsi pun, kita berharap Allah mengkaruniakan kita pahala orang-orang yang berdakwah karena kita berada dalam aktifitas dakwah. Dengan panjang lebar diskusi berjalan, dari keengganan pengurus yang sudah mulai mewabah dalam menuntut ilmu, alasan-alasan klasik untuk tidak hadir dalam majelis-majelis kajian, hingga pada hikmah dibalik kefuturan. Akhirnya diskusipun ditutup oleh moderator dengan beberapa kesimpulan yang dipetik dengan komitmen bersama untuk melakukan tugas-tugas perbaikan dalam tubuh organisasi kedepan kearah yang lebih baik. Ya itulah episode hidup yang harus aku lalui, bersama teman-teman saling berbagi, dalam dakwah, dalam cinta karena Allah. Merealisasikan ukhwah tidaklah semudah melafalkan maknanya, ia butuh pengorbanan dan rasa saling mengerti diantaranya, Ustadz Nurhuda pernah mengatakan “akhi,.. saya punya teman yang tidak pernah tertawa terbahak-bahak kepada saya, tersenyumpun hanya senyum kecil, hanya saja saya tahu kalau dia begitu mencintai saya” , ucap beliau dalam salah satu taushiyahnya tentang ukhwah. Karena ukhwah bukan dibibir saja, namun perbuatan yang nyata yang lahir dari jiwa yang yang sadar berpondasikan iman dan aqidah yang kokoh. Akhirnya, mentaripun benar-benar beranjak keperaduan, ditengah kekelahan mencoba menikmati angin sore diatas motor dibawah rimbun pohon-pohon Kampus Unmul. Kuingat kembali kelalaianku dengan peristiwa hari ini, lupa!, ya itulah manusia, tempatnya salah dan lupa, namun justru lupa itu adalah anugrah dari Sang Pencipta lupa.

Ditengah menikmati udara sore, akupun teringat dengan amanahku mengantar surat dari Poltabes untuk pak kiayi Zaini Nai’im, kupercepat laju motor berharap sampai di Citra Griya sebelum maghrib. Kulihat bensin motor sedang kritis, aku harus mampir ke tempat pengisian bensin terlebih dahulu. ditengah perjalanan menuju tempat pengisian bensin, salah seorang kawan yang bertugas menyampaikan dakwah di Kelurahan Jawa menelepon, ku stop laju motor untuk berhenti sejenak.

Assalaamu’alaikum. Akhi, sore ini ada penggalangan masa untuk sosialisasi ba’da isya, antum diminta yang memberikan sosialisasi, kebetulan malam ini untuk warga kelurahan Jawa. Bisa akh ya...?

Akupun tidak bisa merespon banyak, karena malam ini ada jadwal pengajian rutin yang harus aku ikuti dan tidak bisa ditinggal karena pentingnya pengajian tersebut, minimal bagiku yang ingin belajar dan belajar. Aku meminta maaf atas ketidak sanggupanku memenuhi permintaannya, kuusulkan dia saja yang mensosialisasikan agenda dakwah tersebut, dengan beberapa pertimbangan diapun menyetujuinya, karena filenya ada padaku maka dia memintaku untuk mengantarkan filenya ke rumahnya. Setelah selesai mengisi bensin, segera aku menuju rumah kawanku mengantarkan filenya, kepercepat laju motorku karena aku ada janji dengan ketua MUI Samarinda untuk mengantarkan undangan dari Poltabes. Ditengah laju motor disore hari dengan hiasan alam yang begitu indah dan menakjubkan ditambah semburat kekuning-kuningan senja disore hari menjadikan hati ini semakin tenang, kutarik napas ini dalam-dalam diatas motor berkawan lelah, kuningnya senja hingga sedikit berwarna kemerah-merahan menandakan waktu maghrib akan segera tiba, dan benar azan maghrib pun berkumandang, kuayunkan langkahku memarkir motor disebuah musholla kecil yang bernama Raudhatul Jannah, melihat namanya saja sudah membuat hati menjadi tambah tenang, Taman Syurga, luar biasa, musholla kecil nan sederhana, menjadi tempat persinggahan yang sangat nikmat ditengah kelelahan aktifitas. Lagi-lagi kusiram wajah ini dengan air wudhu, dingin dan sejuk sekali. Kuarungi waktu maghrib dengan lantunan ayat demi ayat yang mengalir mesra disekujur tubuh, menambah kekuatan diantara kelemahan manusia, apalagi kulihat jamaah sholat maghribnya sedikit lebih banyak. Pantas saja Rasul dan para sahabat menjadikan sholat sebagai saat-saat paling nikmat untuk istirahat.

Wahai jiwa,
Kalau tidak ingin sholat
Lalu buat apa hidup?
Bukankan untuk ini kita ada


Setelah selesai sholat maghrib, tujuanpun langsung kuarah menuju kelurahan Jawa, mengantar file kepada seorang kawan disana. Kudapati ia disana, dengan wajah senyum khas lembutnya didalam kesibukannya mempersiapkan acara, tak kuasa hati ini selalu ingin berdoa untuknya..ditengah kesibukannya.. ya Allah... jaga diriku dan sahabatku ini dalam keistiqomahan, beri ia kekuatan untuk selalu bertahan, jangan kau biarkan ia terhempas dalam kubangan arus dunia yang semakin indah dan memikat ini.. lirih hatiku. Setelah kuberikan filenya serta jabat tangan tanda akhir jumpa, kulanjutkan perjalanan menuju rumah Ketua MUI di Citra griya, ditengah perjalanan, setelah melalui jalan berkelok dan gelap aku melihat pemandangan yang sangat luar biasa, menakjubkan dan indah sekali, menkajubkan dari dua sisi. Jalan Slamet Riyadi tepatnya, disisi kanan jalan kulihat Masjid Islamic Centre berdiri dengan megah, elok dan indahnya, cahaya kekuning-kuningan yang bersinar disekelilingnya berjodoh dengan sungai Mahakam disisinya, menambah anggun pemandangan Masjid Islamic Centre. Diatas motorku muncul keinginan untuk mampir sholat isya disana sepulang mengantar surat. Dalam renungan, sesekali teringat kemudian setelah melihat realita masjid kebanyakan, pun tak lepas dengan masjid yang satu ini, mengapa masjid yang sebegitu megah dan menghabiskan dana yang sebegitu besar dan tak tahu dari mana sumbernya itu dihadiri dengan sedikit jamaah, hampir tidak pernah melebihi satu shof sholat jamaah, kecuali sholat jumat, apakah karena besarnya Masjid? Atau karena memang ummat telah melupakan pusat peradabannya?, yang sering menjadi pemandangan ketika singgah di Masjid tersebut bukanlah orang-orang yang begitu khusu’ dalam sholat-sholat malamnya, khusu’ dalam dzikir pagi petangnya, atau mereka yang suka memakmurkan masjid dengan ibadah wajib dan sunnah lainnya, namun orang-orang yang datang ke masjid tersebut hanya untuk mengabadikan dirinya dalam photo dan beramai-ramai beserta teman-temannya bercanda, bercengkrama, berkeliling hanya untuk melihat-lihat, hanya dijadikan tempat istirahat dari perjalanan jauh, apabilagi bila sore hari tiba menjelang malam, bahkan tak jarang dijadikan tempat pasangan muda-mudi yang bukan muhrim menikmati pemandangan sekitar. Sedih hati ini... Dan yang lebih menjadikan perasaan ini semakin miris adalah pemandangan disisi kiri jalan Slamet Riyadi dari arah jalan P. Antasari, di sepanjang tepian Sungai Mahakam, sangat dekat dengan Masjid Islamic Centre, bahkan bisa dilihat dari jendela Masjid yang sangat besar itu sekalipun. Dengan remang-remangnya cahaya disana duduk pasangan muda-mudi lainnya, berkholwat, menikmati indah Sungai Mahakam dengan jagung dan snack ditangan, apalagi saat waktu menjelang larut malam begini, dengan aktifitasnya yang sangat beragam ditambah hilangnya rasa malu dan sangat tidak layak untuk dipublikasikan. Naudzubillahim zaalik. Lalu dimana pengurus Masjid?, kemana pada da’i?, kemana orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk mencegahnya? Inilah sekelumit potret Kotaku, Samarinda, ibukota provinsi Kalimantan Timur dengan segudang ‘PR’ bagi para penyeru kebaikan dan para penguasa tentunya. Belum lagi tempat-tempat hiburan malam lainnya, berkedok hiburan karoke keluarga namun sarat akan nafsu, menjadi tempat aman bagi mereka yang ingin menghalalkan yang diharamkan oleh Tuhannya, diskotik hingga hotel-hotel yang menyediakan ladang maksiyat. Dan lain sebagainya. Andai Rasulullah ada disini, ya.. saat ini.. orang yang pertama kali dimarahi adalah mungkin orang-orang seperti kita semua, tahu namun tak bisa berbuat apa-apa, para pejabat yang sebenarnya bisa berbuat banyak, namun dikalahkan oleh kepentingan yang lainnya. Namun, setelah kulihat kaki ini, ternyata aku masih didunia, menginjaknya untuk terus melakukan perjalanan panjang hingga hari penentuan nantinya, inilah dunia tempat kita didera, ditempa, dipaksa mengalami sedemikian lembaran sejarah hidup yang tidak melulu sesempurna dan seideal yang kita inginkan pada umumnya. Andai semua orang baik, maka apa arti syurga jadinya, andai semua orang taat, maka apa arti adanya neraka. Bukan masalah yang sebenarnya jadi masalah, namun sikap dan pensikapan kita yang kadang jadi masalah. Maka selama dunia namanya, disana selalu ada warna-warninya.

Akhirnya sampai juga, kudapati pak Kiayi Zaini Na’im setelah kuketuk pintu rumahnya dengan salam, dengan songkoh putih khasnya, senyum ramah ala Ummar bin khattab, mengucapkan terimakasih untuk suratnya. Sepertinya azan isya telah berkumandang, aku pamit untuk kembali pulang, tapi sepertinya aku tidak sempat pulang kerumah karena satu acara lagi sedang menungguku, pengajian.. ya.. pengajian. Keinginan untuk sholat isya di Masjid Islamic Centre urung kulakukan karena azan isya mengantarkan aku dan motorku menuju Masjid Darun Nikmah, sebuah masjid indah yang bertetangga satu pagar dengan sungai Mahakam, persis di tepian sungai Mahakam. Kuparkir kembali motor kesayanganku, kuperbaharui wudhu ku meski aku yakin wudhuku belum batal, di Masjid yang besar ini meski kalah besar dengan Masjid Islamic Centre, masjid Darun Nikmah namanya, ada sepenggal kisahku disekian tahun silam ditempat ini, saat itu sehabis sholat kulihat sandalku hilang, entah kemana perginya, mungkin ada orang yang lebih membutuhkan sandal tersebut. Keterangan dari pengurus masjid sih katanya ada segerombolan anak remaja yang kemungkinan menukar sandalku dengan berpura-pura seolah sandalnya.. ah .. entahlah, mengapa sampai Masjidpun tidak bisa menjadi wadah yang aman untuk sekedar meninggalkan sandal diluar untuk kemudian sholat berjamaah. Apakah ini potret umat islam di Indonesia? Ah.. entahlah.. pelajarannya adalah supaya aku bisa lebih berhati-hati, tidak ingin masuk lubang dua kali, akhirnya kutitip ia di tempat penitipan sandal, dan kukeluarkan sekian rupiah untuk berinfaq. Mungkin ini hikmah lainnya, Allah menyuruhku untuk lebih banyak berinfaq, kalau bukan karena pernah kehilangan mungkin aku tidak mau berinfaq. Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum kecil mengingat beberapa pengalaman di sekian tahun silam hingga saat ini. Hembusan angin sungai Mahakam menghiasi dingin malam dalam lantunan merdu ayat demi ayat yang dibacakan sang imam Masjid, ia membacakan surah Al-A’laa, surah ke 87 dalam Al Qur’an. Dibaca dengan tartil, perlahan penuh penghayatan hingga sampai dengan ayat ke 14 menjadikanku semakin nyaman sholat ditempat ini. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), Dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia sembahyang, Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”.

Setelah selesai sholat isya dengan sunnah ba’diyah sebelumnya, kuarah pandang kesungai Mahakam, kutarik nafas panjang dan kutatap rumah ustadzku meski tak kulihat untuk kutuju kesana. Kupacu kembali motorku, ya.. motorku yang setia menemaniku kemanapun aku pergi hingga aku merasa kasihan padanya, terkadang ia mulai batuk, demam dan pusing. Panas ia kepanasan, hujan ia kehujanan, sampai tak tega aku melihatnya. Tapi ia tidak pernah berkeluh kesah, aku terkadang yang berkeluh kesah, ia tak pernah cerewet kelelahan, aku yang sering cerewet kelelahan, meski demikian minimal satu bulan satu kali kuajak ia jalan-jalan santai makan bareng di tempat service langgananku.

Perjalanan terus kulanjutkan menuju rumah ustadz Abdu (kalau makna ustadz disini adalah orang yang dijadikan sumber rujukan menimba Ilmu agama) untuk mengikuti pengajian pekanan, kulihat waktu menunjukkan pukul 19.45, masih ada 15 menit waktuku menuju rumah Ustadz Abdu. Sesampainya disana pukul 20.08 dan setelah semuanya berkumpul pukul 20.15, sejenak kemudian diumumkan oleh mas’ul (ketua kelompok) pengajian bahwa Ustadz Abdu sedang mengisi acara dalam perkumpulan masyarakat, dan pengajian baru bisa dimulai pukul 21.30 malam. Mengisi waktu luang, aku dan seorang sahabatku pergi ke sebuah Rumah Sakit A.Wahab Syahrani untuk menjenguk seorang kawan yang sedang tergeletak sakit disana, kabar sakitnyapun baru kami dapatkan di rawat inapnya yang sudah memasuki hari ke 4. Kamipun menuju rumah Sakit dengan satu motor setelah sebelumnya mampir sesaat ke toko roti. Lagi-lagi aku dapat pelajaran berharga di rumah Sakit. Namanya Muhammad. S, seorang kawan dengan satu istri belum memiliki anak di tiga tahun usia pernikahannya. Sakit karena telat makan di sibuknya aktifitas mencari maisyah (pengahasilan). Tiba-tiba aku teringat bahwa aku belum makan dari tadi siang karena belum sempat makan dirumah, untung pas acara diskusi di KMM As Syifa tadi disugukan makanan ringan, sehingga sedikit ada kekuatan dalam melanjutkan perjalanan. Dilain sisi kulihat keluarga kawanku ini adalah keluarga yang berada, ia adalah seorang pengusaha yang bisa dikatakan sukses, ayahnya banyak memilki ruko di kota ini. Mobilnya banyak. Namun demikian, ayahnyapun mengidap penyakit yang jauh lebih serius, membawanya harus berobat ke Singapura, check up ke Salah satu Kota di pulau Jawa setiap 2 pekannya, tentu hal tersebut mengeluarkan banyak biaya. Ya.. itulah hidup.. ada mereka yang miskin tapi sehat-sehat saja, tidak punya harta namun anaknya bak kesebelasan sepak bola, artinya Allah sangat Maha adil, Allah mengetahui kemampuan manusia, Allah menguji manusia tidak akan pernah melewati batas kemampuannya, Allah Maha adil.. Allah Maha adil.. Memberikan kesimpulan lain padaku bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Mungkin gagah atau cantik disatu sisi tapi malas ibadah disisi lain, mungkin kaya dan berpangkat disatu sisi tapi kurang menghargai pasangannya disisi lain, mungkin wajahnya biasa saja disatu sisi tapi penuh tanggung jawab terhadap keluarga disisi lain meski harta tak berpunya, mungkin baik dalam ibadahnya disatu sisi tapi kurang berharta bahkan miskin di sisi lainnya, dan lain sebagainya. Kulihat pemandangan dari pintu kamar rumah sakit yang terbuka, angin sedikit demi sedikit berhembus kencang, kilatan langit perlahan menandakan akan segera turun hujan, teringatku pada panasnya siang hari tadi membakar kulit. Kamipun berpamitan untuk meninggalkan ruangan berpacu dengan takdir hujan menerobos angin malam berharap sampai sebelum turunnya hujan menuju rumah ustadz Abdu. Ditengah perjalanan, langitpun tak kuasa menahan tangisnya, air itupun tumpah membasahi pipi dunia, pertanda cinta dari sang Pencipta kepada seluruh makhluq di dunia baik mereka yang beriman, maupun mereka yang kufur kepada nikmatn-Nya. Karena waktu yang terbatas, dengan hujan yang menusuk-nusuk membasahi seluruh tubuh ini, dengan satu motor dua penghuni kami lanjutkan perjalanan meski harus berbasah-basah. Karena kondisi yang tidak memungkinkan aku putuskan untuk menuju rumahku sejenak untuk berganti pakaian berhubung arahnya tidak berseberangan. Sesampainya dirumah dengan pakaian yang basah kudapatkan keluargaku lagi makan malam bersama dihadapan televisi, duduk lesehan melingkar bak majelis. Kupandang wajah ibuku yang menatap heran kearahku, mungkin dalam hatinya berucap “dari mana nak..,?”. segera kuganti pakaianku yang basah dengan jaket dan mantel hujan yang tadi lupa kubawa. Keluar dari kamar tidurku langsung kupeluk ibuku yang sedang duduk dengan piring ditangannya bersebelahan dengan ayahku sambil menyampaikan permohonan maaf karena harus keluar rumah lagi dan tidak bisa ikut makan malam bersama. Sambil tersenyum, Ibuku hanya bisa berucap hati-hati dijalan karena hujan belum begitu reda. Salah satu kesyukuran yang membuatku sangat beruntung adalah dikaruniakan keluarga yang sangat memahami aktifitasku, mereka sangat percaya kepada anak-anaknya bahwa anak-anaknya tidak akan berbuat hal yang macam-macam, dan terus kujaga serta kubuktikan kepercayaan itu. Segera kuhampiri sahabatku yang menunggu diluar, pakaiannya tidak terlalu basah karena ia duduk dibelakang motor sehingga bisa berlindung dari hujan. Kupacu motorku kembali, kulihat wajah motorku sudah tidak berbentuk, sepertinya ia tersenyum padaku, tapi senyum yang dipaksa, kukatakan padanya “besok kita jalan-jalan ya.. ketempat favoritmu di bengkel bang Dwi...”. hujan belum berhenti, dari atas motor kulihat jalan sudah mulai sepi, dengan sisa waktu mencoba menembus waktu berharap sampai tepat waktu, diantara tusukan hujan bak jarum-jarum yang menusuk-nusuk secara istiqomah. Lampu jalan menambah anggun warna hujan yang bening, pantulan sinarnya sedikit meneduhkan pikiranku yang sedang terbayang wajah ibuku dirumah. “Ya Allah beri hamba kekuatan di lemahnya diri, di lemasnya kaki dan terbatasnya kemampuan diri”

Didepan Rumah ustadz Abdu sudah berderet beberapa motor dan satu mobil. Segera kami masuk dengan disambut wajah-wajah cerah yang selalu kurindu disetiap pekannya. Acara dibuka oleh salah seorang peserta pengajian, kemudian dilanjutkan taushiyah dari salah seorang peserta pengajian lainnya. Didalamnya disampaiakan tentang Quwwatul azzam (Kekuatan Tekat) dalam perjuangan membangun kebaikan demi kebaikan dalam masyarakat. “Ikhwah fillah” ucapnya. “kebaikan itu selalu berhadapan dengan kebathilan, kalau para pendukung kebathilan saja PeDe dengan kebathilannya, mengapa kita tidak PeDe dengan kebaikan kita” Lanjutnya. “Maka kuatkan tekat kita untuk selalu bersama dakwah ini melakukan kebaikan demi kebaikan, Jangan mudah berputus asa dan lawan rasa lelah” tambahnya. Dalam hatiku berucap luar biasa taushiyahnya, semoga aku bisa menjadi seperti yang diucapkannya. Dak akhirnya tiba saatnya Ustadz Abdu menyampaikan madah (materi) pengajiaannya tentang Tadhiyyah (Pengorbanan).

“Ikhwah fillah, Allah berfirman: Tidak akan berubah kondisi suatu kaum, sebelum kita mengubah kondisi yang ada pada kita sendiri, maka mari perbaiki diri untuk kemudian kita lanjutkan kebaikan itu, kita sebarkan kebaikan itu kepada orang lain agar semua orang dapat merasakan kebaikan demi kebaikan sebagai indah dan nikmatnya iman dan Islam ini. Dan tidak akan pernah terwujud kebaikan dan kemaslahan umat kalau tidak dibarengi dengan pengorbanan, kalau bangsa Palestina hari ini berkorban darah dan nyawa, mengapa kita enggan dan malas untuk hanya sekedar berkorban waktu dan tenaga”. Panjang lebar dijelaskan oleh Ustadz Abdu, begitu luar biasa dan menggugahnya, menambah semangat dalam dada untuk dapat memberikan yang terbaik untuk jalan ini. Rasa lelah yang sangat, yang hinggap setia menemani seolah hilang bersamaan dengan guyuran taushiyah Ustadz Abdu. Kami biasa menyebutnya dengan Murobbi, artinya orang yang mendidik, mendidik kami dengan Islam sehingga kami mengerti sedikit demi sedikit tentang Islam ini. Ingin aku katakan padanya bahwa aku akan selalu menjaga jalan ini, aku ingin pula minta maaf kepadanya karena belum bisa menjadi seperti yang diharapkannya padaku. Belum bisa mengoptimalkan amanah yang diberikannya padaku, belum bisa menjadikannya bangga memiliki seorang anggota pengajian seperti ku. Namun yang pasti aku begitu mencintainya karena Allah SWT. Hujan diluar nampak deras sekali, namun kemudian berganti dengan rintikan yang semakin terdengar sayup, suara kilat langit bernyanyi menemani indahnya suasana keakraban malam hari ini. Dalam dada kesyukuran ku mengiba “Robbi.. auzi’ni an asykuro nikmatakallati an am ta’alaiya wa ala waalidayya wa an a’malashoolihan tardhohu wadkhilni birohmatika fii ibadillaahisholihiin”.

Setelah acara pengajian pukul 23.00 malam, Ustadz Abdu meminta kami untuk membantu memasang atribut, untuk pensuksesan agenda dakwah lainnya. Tidak ada kata lain bagi kami, selain “siap”. Memasang atribut dakwah di jalan, mempublikasikan kepada masyarakat agar masyarakat tahu dan mendengar bahwa syiar Islam akan terus berjalan seiring berkembangnya pemahaman masyarakat akan Islam itu sendiri. Yang menjadikan aku kagum, ternyata Ustadz Abdu pun ikut memasang atribut sama seperti kami hingga pukul 03.00 pagi. Aku berfikir, beliaupun punya keluarga, beliaupun punya anak, beliau pun harus mengurus semua itu, tapi untuk kepentingan dakwah ia rela untuk sementara meninggalkan itu semua. Aku pun mulai berfikir, mengapa ada orang-orang seperti beliau, dilain sisi begitu banyak “mereka” yang santai, tidak mengisi pengajian dan tidak pula mambantu pensuksesan agenda dakwah lainnya, tidak memiliki amanah, dengan beribu alasan mereka utarakan untuk membenarkan ketidak terlibatannya dalam dakwah ini. Mengingatkanku sebagaimana sifat orang-orang Yahudi yang menyuruh Nabi Musa pergi berjuang sendirian bersama Tuhannya.

Sepulangnya kerumah tepat pukul 03.00, kubuka pagar rumahku, perlahan kucoba membuka pintu rumah, tapi terkunci. Kalau sudah seperti ini biasanya aku menuju samping rumah, dekat jendela kamar saudara perempuanku, kuketuk jendela kamarnya untuk membukakan pintu rumah. Karena dia orangnya sensitif, tidak bisa mendengan suara sedikitpun langsung bangun, sekali saja kuketuk jendelanya langsung saja ia terbangun dan mengerti maksud ku. Akhirnya dibukanya juga pintu rumah. Dan Alhamdulillah semua orang di dalam keluagaku memahami aktifitasku meski harus pulang dini hari. Ada satu yang kulupa dari perjalananku sampai detik ini, bahwa “aku lelah sekali”. Dalam kondisi rumah yang gelap, aku masuk kamarku, kemudian masuk kamar mandi membasuh kaki dan muka, kulanjutkan dengan berwudhu. Kurebahkan badan dengan kaki yang menggetar ini diatas tempat tidurku, dengan mata yang sudah sayup berharap Allah memberikan mimpi indah malam hari ini, dengan tenaga sisa kustel alaram di handphone ku berharap bisa bangun subuh hari. Suara jangkrik sangat jelas terdengar, ditambah suara 3 ekor angsa tetangga menina bobokkan ku dalam kelelahan yang maha sangat, kesunyian di malam ini menyuruhku segera beranjak dari alam dunia menuju alam lainnya. Bismikallahumma ahya wabismika amuut......... Didalam tidur aku bermimpi bertemu ibu, ibu yang sangat menyayangiku, ia datang kepadaku menggandeng tangan seorang gadis. Diangkatnya tangan gadis tersebut dan diserahkannya padaku. Ah.. ibu... aku mengerti maksudmu...

Bersambung besok

INSPIRING STORY

Sahabat…, hikmah itu bisa datang dari apapun yang kita jumpai, kita pelajari, kita rasai dan kita baca, termasuk dalam hal tersebut adalah kisah berikut yang menginspirasi kita untuk semakin care terhadap siapapun yang sedang atau akan membutuhkan kita disampingnya manakala sesuatu yang hinggap dalam hidupnya menjadikannya lemah tak berdaya mengahapinya seorangan. Begini ceritanya sahabat…

Di sebuah daerah pertanian yang jauh dari bisingnya kota, ada empat hewan bersahabat tinggal disana. Mereka itu Tikus, Ular, Ayam, dan Sapi (namanya juga cerita, jadi ga pa pa dunk mereka temenan….  )

Suatu hari Tikus dengan muka ketakutan datang ke tempat Ular, Ular bertanya kenapa tikus kelihatan takut banget. Kemudian tikus cerita kalo Pak Tani yang punya pertanian itu ingin membuat jebakan – jebakan perangkap tikus. Tikus meminta pertolongan dan saran dari Ular untuk masalah ini. Malang nasib Tikus, Ular cuma bisa simpati tetapi tidak bisa memberi bantuan apa – apa. ”Itu kan masalah Tikus bukan masalahku”, mungkin begitu yang ada di pikiran Ular. Setelah itu, Tikus datang ke tempat teman – temannya yang lain, ayam dan sapi, namun sangat tak diduga mereka pun tidak bisa berbuat apa – apa, mereka hanya bisa kasihan tanpa bisa memberikan solusi apa-apa ditengah rasa ketakutan tikus yang begitu sangat.

Matahari baru saja muncul di timur dunia, Ular berjalan – jalan santai di pertanian. Tiba-tiba…. Prakkkkk!... Pak Tani Mendengar bunyi besi beradu dengan kayu tanda jebakannya mengenai sesuatu, Pak Tani segera datang menuju ke tempat jebakan itu berada. Betapa kagetnya Pak Tani, karena bukan tikus yang terjepit di sana tetapi seekor ular! Ular yang hampir mati terkena jebakan yang sebetulnya disiapkan untuk Tikus, dengan sisa tenaganya sang ular pun menggigit tangan Pak Tani. Akibat gigitan ular tersebut, Pak Tanipun keracunan parah.

Beberapa saat kemudian, anak – anak Pak Tani datang dan segera membawa ayah mereka ke dokter. Menurut dokter, Pak Tani digigit jenis ular yang sangat langka, obatnya adalah hati ayam dan hati sapi. Anak – anak Pak Tani berpikir, Wah kebetulan di rumah ada ayam dan sapi. Segera anak – anak Pak Tani pulang dan menyembelih ayam dan sapi yang ada di rumah mereka. Ayam dan sapi pun harus rela meninggalkan hidupnya.

Di sudut rumah dekat tembok yang sudah berlubang dimakan usia, Tikus bolak – balik mencari sahabatnya yang sudah beberapa hari tidak kelihatan… kemana sahabat-sahabatku…

***

“ Sahabat, mungkin banyak sudah orang yang kita kenal datang, bercerita masalahnya kepada kita, dan kita cuma bisa bilang “Sabar ya…”. Without any advice, any help, even a shoulder to cry on. Kadang mereka butuh lebih, tidak hanya simpati tetapi juga empati. Yang dibutuhkan cuma teman yang mau menangis bareng tapi juga teman yang bisa bantu kasih solusi”

Sahabat…, udahan dulu ya ceritanya…

GOLPUT WAJIB

Fatwa MUI
Tentang: tidak menggunakan hak pilih (golput) dalam pemilihan umum

Dalam ijtima’ ulama komisi fatwa se indonesia ke-iii mengambil tema yang salah satunya adalah masail asasiyyah wathaniyyah (masalah strategis kebangsaan), yang dalam pembahasan didalamnya memunculkan pembahasan yang menjadi masalah dan kebingungan di tengah-tengah masyarakat terkait pemilu di indonesia saat ini, yakni masalah tidak memilih atau golput. Namun, para ulama yang membahas permasalahan tersebut tidak menggunakan istilah golput, karena golput maknanya multitafsir, seolah orang yang tidak memberikan pilihannya (padahal ada calon pemimpin yang layak) adalah orang yang bersih, karena makna golput bisa diartikan golongan putih, putih artinya suci dan bersih, maka, majelis ulama indonesia tidak menggunakan istilah golput, tapi lebih menggunakan istilah tidak memilih. Isi fatwa majelis ulama indonesia dalam hasil ijtima’ ulama komisi fatwa se indonesia ke-iii pada tanggal 24-26 januari 2009 di padang panjang, sumatera adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan umum dalam pandangan islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
2. Memilih pemimpin dalam islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama.
3. Imamah dan imarah dalam islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.
4. Yakni: memilih pemimpin yang beriman dan bertaqwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah) dan memperjuangkan kepentingan ummat islam hukumnya adalah wajib.
5. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 1 (satu), atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram.

Rekomendasi
1. Umat islam dianjurkan untuk memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar
2. Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu meningkatkan sosialisasi penyelenggaraan pemilu agar partisipasi masyarakat dapat meningkat, sehingga hak masyarakat terpenuhi.

Dasar penetapan
1. Al qur’an surah an nisa: 59
2. Hadits-hadits nabi
3. Pernyataan abu bakar r.a ketika pidato pertama setelah ditetapkan sebagai khalifah
4. Pernyataan umar dalam pidatonya ketika dikukuhkan sebagai khalifah
5. Kaedah fiqhiyyah, diantaranya adalah:
a. “pada dasarnya segala sesuatu itu adalah boleh, sampai ada dalil yang mengharamkannya"
b. “tidak diingkari adanya perubahan hukum sebab adanya perubahan waktu dan tempat”
6. Kaedah ushuliyah, diantaranya seperti:
a. “apabila suatu kewajiban tidak dapat dilaksankan secara sempurna tanpa adanya sesuatu yang lain, maka pelaksanaan sesuatu yang lain tersebut hukumnya juga wajib”
b. “sesuatu yang tidak didapatkan semua (sesuai dengan idealisme dan kehendak kita), seyogyanya tidak ditinggalkan semuanya.
7. Pasal 28 d (3) uud ri tahun 1945
8. Konsideran UU nomor 10 tahun 2008
9. UU no. 10 tahun 2008 pasal 19 ayat 1

Pimpinan komisi A
Ketua : KH. Ma’ruf amin
Wakil ketua : Masyhuri na’im
Sekretaris : Sholahudin al aiyubi


***

Itulah sebahagian dari hasil-hasil fatwa mui dalam memandang persoalan umat. Terkadang yang terjadi kemudian adalah kesalah kaprahan akan pemahaman fatwa oleh sebagian besar masyarakat yang lebih disebabkan opini media yang salah baik media elektronik maupun media masa yang sangat gencar menyatakan bahwa MUI memfatwakan golput haram sehingga menjadikan masyarakat tidak mendapatkan hasil fatwa yang sempurna sebagaimana tertulis. Padahal kalau difahami dan disimak dengan seksama isi dari pada fatwa tersebut diatas, kita akan mendapatkan pemahaman bahwa:

Memilih calon pemimpin (termasuk caleg) yang memiliki kriteria beriman dan bertaqwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah) dan memperjuangkan kepentingan ummat islam. Memilihnya hukumnya adalah wajib. Dalam keadaan seperti ini tidak memilih hukumnya haram.

Sementara memilih calon pemimpin (termasuk caleg) yang tidak memiliki syarat diatas, memilihnya hukumnya adalah haram. Dalam keadaan seperti ini tidak memilih hukumnya wajib.

Intinya adalah dalam memilih calon pemimpin kita harus berhati-hati dan selektif, sandaran dan patokan dalam memilih kita serahkan kepada Allah dan Rasul-Nya yang dalam persoalan yang kita bahas saat ini kita mempercayakan kepada orang-orang yang memang benar-benar faham akan hukum dalam Islam (baca: Ulama), memilih haruslah melihat syarat-syaratnya, karena bukan haram tidak haramnya yang menjadi soal, akan tetapi lebih kepada syarat-syarat menjadi pemimpinlah yang harus dijadikan fokus perhataian. Bukan hanya karena si ’dia’ adalah keluarga kita, lalu kita memilihnya, bukan hanya karena si ’dia’ atasan kita, lalu kita mencontreng dia, padahal sangat tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin.

Mari kita jabarkan perihal syarat-syarat yang dikemukkan diatas
1. Beriman dan bertaqwa
Memilih pemimpin dalam alqur’an hukumnya wajib. Bukan sembarang pemimpin, akan tetapi pemimpin yang memiliki keimanan yang baik kepada Allah, percaya akan kekuasaan Allah, percaya kepada para malaikat Allah yang selalu taat kepada-nya, percaya akan kitab-kitab yang ditunkan kepada para nabi, percaya kepada rasul-rasul nya, percaya akan hari akhir dan percaya kepada takdir yang baik dan buruk yang ditetapkan oleh Allah swt. Keimanan seperti ini bukanlah sebatas pada leef service saja, hanya sampai mulutnya saja namun juga harus menghujam dibenarkan dalam hati, yang kemudian diaplikasikan dalam amal perbuatan. Bertaqwa tidaklah bisa dilepaskan dari keimanan, taqwa dalam hal ini menjalankan segala apa-apa yang diperintahkan oleh Allah swt dan meninggalkan segala larangan-nya. Baik kini dan akan datang. Apakah ada sekarang ini pemimpin yang sangat takut kepada Allah?, apakah ada saat ini pemimpin yang khusuk dalam ibadah-ibdah sholatnya?... Pemimpin yang diharapkan oleh islam kedepan adalah pemimpin yang begitu tinggi dan mumpuninya keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah swt, sehingga urusannya selalu didasarkan kepada keimanan dan ketaqwaan di setiap apapun aktifitasnya, baik ketika di rumah, di kantor, di jalanan, dimasyarakat, dsb.

2. Jujur (siddiq), jujur adalah salah satu sifat dari rasulullah saw, mendapatkan pemimpin yang jujur saat ini bagai mencari jarum dalam jerami, sangat sedikit dan terbatas. Perlu ketelitian yang sangat dalam mengklasifikasikan calon pemimpin yang akan kita pilih. Begitu banyak calon pemimpin yang hanya menyajikan janji-janji semata dihadapan masyarakat, ketika ia terpilih dengan begitu mudahnya ia melupakan janji-janji yang telah dibuatnya. Kong kalikong diantara sesamanya, memanipulasi data anggaran yang sebenarnya diperuntukkan untuk kepentingan orang banyak, sampai pada kebohongan yang dilakukan secara jamaah (bersama-sama) dan terkoordinir dengan sistematis dan terencana yang pada akhirnya hanya ingin mencari keuntungan pribadi semata.

3. Terpercaya (amanah), bisa dipercaya dan bisa diandalkan mampu memperbaiki kondisi masyarakat ditengah penyakit dan kebimbangannya, selalu menjalankan tugas dengan tekun, profesional dan penuh tanggung jawab. Pemimpin yang meyakini bahwa menjadi pemimpin bukan saja amanah yang diberikan oleh rakyat untuknya, namun juga lebih kepada amanah yang dititipkan Allah kepadanya, sehingga pertanggungjawaban yang difahaminya bukan saja LPJ atau laporan Pertanggung Jawaban dihadapan manusia, namun juga ia mempersiapkan LPJ dihadapan Allah SWT dalam sidang Nya yang tidak pernah luput dan terlewat walau hanya sebesar biji zarrah sekalipun bahkan yang lebih kecil dari itu semua.

4. Aktif dan aspiratif (Tabligh), cerita dari beberapa sumber, ada pemimpin yang telah dipilih oleh rakyat yang diharapkan mampu berbicara dan berbuat banyak hanya diam dan tidak pernah berbicara selama 1 tahun masa tugas, lalu apa yang ia lakukan?, mungkin istilah D5 yang dilakukan, Datang, Duduk, Diam, Dahar (makan), datang ke komisi bagi Duit. Kalau mau diporsentasekan (meski tidak ada data yang pasti) jumlah masyarakat yang menghendaki tidak adanya tempat-tempat maksiyat seperti Tempat Prostitusi, Bar-bar, diskotik, warung remang-remang, tempat hiburan berkedok karoke dan panti pijet, perjudian yang dilegalkan, lebih banyak dari pada yang menghendaki adanya tempat-tempat maksiyat tersebut. Lalu apa yang dilakukan oleh pemimpin kita? Apakah mereka aspiratif? Vokal enyampaikan dan berjuang dengan sekuat tenaga (fight) memperjuangkan aspirasi masyarakat karena jelas warna dihadapan, karena terang mana boleh mana haram, karena terpampang mana air mana kotoran.

5. Mempunyai kemampuan (fathonah), sholeh saja tidak cukup tanpa ada kemampuan yang mumpuni dalam menjalankan amanah yang diembannya, kemampuan yang mampu menjadikannya mampu menjadikan masyarakat yang kurang dan tidak mampu menjadi mampu dan sejahtera dalam kehidupannya. Sehingga masyarakat tidak menyesal menjatuhkan pilihan padanya. Memahami spesialisasi bidang yang digarapnya, cerdas, profesional dan memiliki ide-ide yang briliant dalam menyelesaikan persoalan masyarakat.

6. Memperjuangkan kepentingan umat Islam. Kepentingan umat Islam tidak akan pernah mendiskreditkan umat/agama lain. Sikap toleransi yang telah dibangun umat Islam sampai dengan sekarang di Indonesia dengan mempersilahkan umat lain beribadah sesuai dengan kepercayaannya, duduk bersama dalam forum-forum diskusi menjadi bukti bahwa umat Islam akan selalu duduk bareng bersama umat lain dalam menyelesaikan persoalan masyarakat dalam lingkup NKRI. Hanya saja, dalam Islam memilih pemimpin adalah kewajiban dan pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin yang mampu memperjuangkan kepentingan umat Islam, bukan seolah memperjuangkan kepentingan umat Islam namun pada kenyataannya justru hanya menjadikannya alat mencari keuntungan pribadi.

Dari 6 (enam) syarat diatas, tentulah kita akan sangat memahami siapa yang akan kita pilih kedepan. Tulisan diatas mengacu pada fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam ijtima komisi fatwanya. Kalau bukan kepada Ulama kita percayakan urusan agama ini, lalu kepada siapa lagi kita akan percaya?. Apakah hanya akan percaya kepada media? Atau keluarga saja tanpa memandang dengan jujur syarat-syarat menjdi pemimpin yang diharapkan oleh agama ini. Yang perlu menjadi catatan tambahan adalah bahwa tidak cukup memilih pribadi yang sholeh sendiri saja namun secara organisasi yang mewadahinya justru sebaliknya, karena peran organisasi yang mewadahinya sangat mempengaruhi proses kepemimpinannya. Baik perorangannya ataupun wadah organisasi yang menaunginya adalah suatu tim yang memiliki syarat-syarat diatas, kalau hanya perorangan namun organisasi (baca: partai) yang menaunginya tidak baik secara agama, maka akan terjadi ketimpangan manakala dikhawatirkan ketika berbuat pelanggaran, organisasi yang menaunginya tidak mampu berbuat tegas sesuai dengan landasan asas organisasi yang berlandaskan kepada Islam. Maka selain orangnya, juga harus melihat yang mewadahinya karena tentu wadah yang baik akan memberikan amanah kepada orang yang baik pula. Sehingga dengan begitu orang-orang yang berkualitaslah dengan wadah yang berkualitas pula yang akan memimpin kita menuju kebaikan demi kebaikan yang kita harapkan sehingga mereka mampu mengahantarkan kita semua menuju syurga-Nya. Kalau orang yang seperti ini yang memimpin kita insyaAllah hidup dan kehidupan kita akan semakin terasa hidup dan menghidupi, karena mereka Pantang Korupsi dan Sogokan, Peduli Kita Semua, dengan syarat diatas Pasti Keluarganya Sakinah, Penuh Kasih Sayang, meski Para Koruptor Sebel, karena pemimpin yang seperti itu adalah Pemimpin Kita Semua.

Farrosih
Sumber: Hasil-Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se Indonesia

Syair Iliya Abu Madhi:

Ia berkata, Langit bersedih dan menampakkan kedukaannya
Saya menjawab, Tersenyumlah, maka akan terobati duka laranya
Ia berkata, kerinduan telah menyelimutiku
Kukatakan kepadanya, tersenyumlah
Maka tidak akan kembali kerinduan yang menyekat jiwa
Ia berkata, musuh disekelilingku meneriakkan sesumbarnya
Apakah musuh yang ada disekitarku telah dijamin keselamatannya?
Saya berkata, tersenyumlah, mereka tidak meminta kepadamu jaminan
Meskipun mereka tidak memiliki keagungan dan kemuliaan
Barangkali, orang lain melihat anda dalam kebahagiaan
Namun, mereka melemparkan kesedihan disamping kegembiraan
Apakah anda dapat menebus kesedihan dengan harta yang melimpah?
Apakah anda merasa rugi dengan senyuman yang terpancar di wajah?
Wahai orang yang berteriak, apakah anda rugi dengan merekahnya kedua bibir?
Ataukah anda bangga dengan pucatnya wajah
Tertawalah, karena burung merpati telah menertawaimu
Kokok ayam bersaut-sautan karena mereka mencintaimu

(dari buku ‘Aid Al Qorni, Laa Tahzan)

FIQIH IKHTILAF

Al-Ikhtilaf wa Adabuhu
(Ikhtilaf dan Adab-adabnya)

1. Makna Ikhtilaf

Secara etimologis, ikhtilaf berarti: tidak sama, tidak sepakat (Al-Mu’jam Al-Wasith: 1/251).
Dalam istilah ulama, ikhtilaf atau khilaf memiliki dua arti:
o Perlawanan, perpecahan, perdebatan dan benturan yang menimbulkan permusuhan dan kebencian. Ibnu Mas’ud ra berkata: “Khilaf itu buruk”.
o Perbedaan pendapat dan sudut pandang yang disebabkan oleh perbedaan tingkat kecerdasan dan informasi.(Ma’an ‘ala Thariq ad-Da’wah: 102).

2. Ikhtilaf yang Boleh dan Tidak boleh
o Ikhtilaf dalam Masalah Ushul: Tidak Boleh (Mamnu’un).
o Yang dimaksud masalah Ushul adalah hal-hal yang qath’i, jelas, dan disepakati oleh para ulama.
o Ikhtilaf dalam Masalah Furu’ : Boleh (Jaaizun).
o Masalah Furu’ adalah hal-hal yang zhanni (mengandung dugaan, multi interpretatif), tersembunyi, dan diperselisihkan oleh para ulama. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah: 6:57).
o Yang menjadi acuan penentu ushul dan furu’ adalah Ilmu Ushul Fiqih.

3. Diantara Faktor Penyebab Ikhtilaf dalam Furu’
o Perbedaan kemampuan akal para ulama dalam menyimpulkan ayat atau hadits yang multi interpretative
o Perbedaan informasi dan ilmu yang dimiliki para ulama
o Perbedaan lingkungan, situasi dan kondisi
o Perbedaan ketentraman hati dalam menilai suatu riwayat hadits.
o Perbedaan dalam menempatkan dalil yang harus didahulukan dari yang lain.
(Risalah Da’watuna – Majmu’ah Rasail Al-Banna)

4. Beberapa Prinsip Ikhtilaf
o Ikhtilaf dalam masalah furu’ pasti terjadi
o Ikhtilaf dalam masalah furu’ tidak memecah belah
o Aib itu pada ta’ashub bukan ikhtilaf
o Tidak ada paksaan dalam masalah ijtihad
o Ikhtilaf itu rahmat atau keluasan bagi mukallaf
o Yang menjadi patokan adalah esensi bukan istilah atau nama.
(Sumber: Ma’an ‘ala Thariq ad-Da’wah, Fiqhul I’tilaf)

5. Adab Ikhtilaf
1. Ikhlas dalam mencapai dan mencari kebenaran
2. Keinginan kuat untuk bersatu, berukhuwwah dan berjama’ah
3. Bersikap objektif & adil terhadap pihak yang berbeda
4. Berdiskusi di bawah naungan ukhuwah
5. Menjauhi ta’ashub
6. Tidak mengingkari ikhtilaf yang mu’tabar dan diperbolehkan
7. Meninggalkan yang mustahab demi menyatukan hati
8. Meninggalkan perkara yang tidak membuahkan amal

6. Diantara Tanda Ikhlas dalam Kebenaran

a. Menjadikan ucapan sebagai patokan bukan siapa yang mengucapkan (menerima kebenaran dari orang yang dicintai maupun dibenci)

Salah seorang rahib Yahudi berkata kepada Rasulullah saw:
“Kalian adalah ummat terbaik kalau kalian tidak berbuat syirik.”
Nabi bersabda: “Subhanallah, perbuatan apa?”
“Kalian mengatakan dalam sumpah: Demi Ka’bah.”
Rasulullah saw menerima teguran itu dan memerintahkan para sahabat untuk bersumpah demi Rabb Ka’bah. (Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin: 1/44)

b. Menginginkan kebenaran keluar dari mulut pihak lain yang berbeda pendapat

Hatim Al-Asham berkata: “Aku punya tiga hal untuk mengalahkan lawan bicaraku :
”aku senang jika ia benar, sedih jika ia salah, dan aku jaga diriku agar tidak menzaliminya.”
Imam Ahmad berkomentar tentangnya: “Subhanallah, sungguh beliau laki-laki yang amat berakal.” (Fatawa Ibnu Taimiyah: 20/304)

c. Siap meninggalkan pendapat sendiri dan kembali kepada kebenaran.

Abu Yusuf (murid Imam Abu Hanifah) pernah berbeda pendapat dengan Imam Malik tentang sebuah masalah fiqih. Ketika Imam Malik mengutarakan riwayat mutawatir dari penduduk Madinah sebagai dalil pendapatnya, Abu Yusuf mengoreksi pendapatnya, sambil berkata:
“Jika guruku Abu Hanifah menyaksikan ini, pastilah ia mengoreksi pendapatnya juga.” (Fatawa Ibnu Taimiyah: 20/304)

d. Keinginan kuat untuk bersatu, berukhuwwah dan berjama’ah

Imam Ahmad mengatakan wajib berwudhu setelah berbekam.
Ketika beliau ditanya: “Kalau seorang imam tidak berwudhu setelah berbekam, apakah kita shalat di belakangnya?”
Jawab beliau: “Subhanallah! Apakah kita tidak mau menjadi ma’mum Sa’id bin Musayyib dan Imam Malik bin Anas?” (Ma’an ‘ala Thariq ad-Da’wah: 100)

Sultan Muhammad bin Malik Al-Manshur Qalawun pernah meminta fatwa kepada Ibnu Taimiyah untuk menghukum mati beberapa qadhi. Mereka telah berfatwa untuk menggulingkan Sultan, dan membai’at orang lain (Jasyankir), serta memprovokasi massa utk memusuhi Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah menolak pembunuhan itu, dan meminta Sultan membebaskan mereka, padahal mereka telah menzalimi Ibnu Taimiyah akibat perbedaan pendapat sengit dalam masalah cabang aqidah. Bahkan beliau malah menghormati mereka.

Ibnu Taimiyah: “Jika engkau bunuh mereka, tak akan engkau dptkan ulama seperti mereka lagi.”
Sultan: “Mereka telah menyakitimu & mencoba membunuhmu.”
Ibnu Taimiyah: “Siapa yang telah menyakitiku aku telah memaafkannya, aku tidak ingin menang untuk diriku sendiri.”
Ibnu Makhluf, salah satu qadhi berkata: “Belum pernah kami menemui orang seperti Ibnu Taimiyah, kami coba menyakitinya tapi kami tidak mampu. Sedang ia dapat membalas kami, tapi ia memaafkan bahkan membela kami.” (Al-Bidayah Wan-nihayah: 14/56)

e. Bersikap objektif & adil terhadap pihak yang berbeda

“Berlakulah adil dan benar dalam menghukum dalam segala hal. Kemarahanmu (kepada orang lain) jangan membuatmu melupakan kebaikannya, dan rasa sukamu kepada seseorang jangan menutup matamu dari keburukannya. Permusuhan jangan membawamu melupakan kebaikan. Katakan yang haq meskipun pahit atas dirimu atau orang terdekat bagimu sekalipun”

Abdur Razzaq bin Hammam, penyusun hadits Rasulullah saw, pernah berkomentar buruk terhadap Umar bin Khattab yang dianggapnya kurang sopan terhadap Rasulullah saw.
Imam Dzahabi mengkritik Abd Razzaq:
“Ini adalah suatu yang besar, jika engkau (wahai Abd Razzaq) diam, tentu itu lebih baik. Umar lebih tahu adab terhadap Rasulullah saw… Meskipun demikian, kita mohon ampun kepada Allah untuk kita dan Abd Razzaq, beliau orang yang terpercaya dan jujur dalam meriwayatkan hadits Rasulullah saw.”( Fiqhul I’tilaf)

f. Dialog di bawah naungan ukhuwah

Dan khilaf fiqih dalam masalah cabang bukan penyebab perpecahan dalam agama, permusuhan dan kebencian. Setiap mujtahid mendapat pahala. Dan tidak mengapa jika dilakukan kajian dan diskusi ilmiah dalam masalah khilaf dalam naungan cinta karena Allah dan saling membantu untuk mencapai hakikat kebenaran tanpa mengakibatkan perdebatan tercela dan fanatisme. (Prinsip ke-8 dari 20 prinsip Ikhwan) (Rukun Al-Fahm – Risalah Ta’alim)

“Dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang terbaik” (16/125)

“Aku menjamin rumah di sekitar surga bagi siapa yang meninggalkan debat kusir meskipun ia berada di pihak yang benar” (HR. Abu Dawud)

Ibnu Abbas ra berbeda pendapat dengan Zaid bin Tsabit tentang ‘apakah saudara mendapat warisan jika ada kakek?’ Ibnu Abbas berpendapat ‘ya’ sedangkan Zaid ‘tidak’. Ketika Ibnu Abbas ra melihat Zaid ra menunggang kudanya, ia segera berjalan menuntun kuda Zaid ra sambil berkata: “Beginilah kita diperintahkan menghormati ulama.” Zaid ra berkata: “Kemarikan tanganmu!” Lalu diciumnya tangan Ibnu Abbas ra sambil berkata: “Beginilah kita diperintahkan terhadap ahli bait (keluarga) Nabi kita.” (Ma’an ‘ala Thariq ad-Da’wah: 99)

g. Meninggalkan Tashsub

“Setiap orang dapat diambil ucapannya dan ditinggalkan kecuali Rasulullah saw yang ma’shum. Kita menerima semua yang berasal dari salaf ra dan sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, jika tidak sesuai maka Al-Quran dan Sunnah lah yang harus diikuti, tetapi kita tidak akan menodai kehormatan seseorang diantara mereka dengan tuduhan atau celaan karena perbedaan pendapat di antara mereka, kita serahkan mereka kepada niat mereka masing-masing, dan mereka sudah mendapatkan balasan apa yang telah mereka lakukan.”
(Prinsip ke-6 dari 20 prinsip Ikhwan – Rukun Al-Fahm Risalah Ta’alim)

“Jika guruku Abu Hanifah menyaksikan ini, pastilah ia mengoreksi pendapatnya juga.” (Abu Yusuf)
“Saya pribadi telah berijtihad dalam berbagai hal tanpa mengikuti sepenuhnya pendapat Imam Al-Banna. Dan saya yakin beliau akan rela dengan sikap saya itu, karena beliau amat senang melihat pengikutnya berpikir merdeka dan sungguh-sungguh, tidak menjadi tawanan atau hamba yang selalu terbelenggu taqlid.”
(Yusuf Al-Qaradhawi: Al-Ikhwan Al-Muslimun: 246)

h. Tidak mengingkari ikhtilaf yang mu’tabar dan diperbolehkan

“Sesungguhnya masalah ijtihadiyyah seperti ini tidak boleh diingkari dengan tangan, siapapun tidak boleh memaksa orang lain mengikuti pendapatnya. Yang bisa dilakukan adalah berbicara dengan argumentasi ilmiah. Siapa yang telah jelas baginya kebenaran suatu pendapat maka dia dapat mengikutinya, dan siapa yang taqlid kepada pendapat lain maka ia tidak boleh diingkari.”
(Ibnu Taimiyah mengutip pendapat ulama madzhab Syafi’i). (Majmu’ Fatawa: 7:250)

i. Meninggalkan yang sunnah untuk mengedepankan kesatuan hati (yang wajib)

Imam Syafi’i berpendapat bahwa qunut subuh itu sunnah, sedangkan Imam Abu Hanifah tidak berpendapat demikian. Ketika Imam Syafi’i pergi ke Kufah, dan menjadi imam shalat subuh, beliau tidak qunut demi menghormati penduduk Kufah yang bermadzhab Hanafi.
(Ma’an ‘ala Thariq ad-Da’wah: 100)

j.Tidak menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak bernilai amal (Meninggalkan perkara yang tidak membuahkan amal)

“Semua masalah yang tidak terbangun di atasnya amal, maka menggelutinya terlalu dalam adalah perbuatan berlebihan yang dilarang oleh syariat…”
(Prinsip ke-9 dari 20 Prinsip Ikhwan – Rukun Al-Fahm Risalah ta’alim)
o Ketika Rasulullah saw ditanya tentang kapan hari kiamat, beliau berkata: “Apa yang telah engkau siapkan untuk menghadapinya?”
o Umar ra mengingkari dan menghukum Shabigh karena banyak bertanya tentang sesuatu yang tidak bermanfaat secara amaliah.
o Ali ra mengingkari Ibnul Kuwa yang banyak bertanya tentang hal yang tidak bermanfaat.
o Begitu juga Imam Malik membenci ucapan yang tidak membuahkan amal.
(Nazharat Fi Risalah Ta’alim: 94-95 )

Suatu hari aku berjalan pada sebuah taman bunga
Kulihat begitu indah beraneka warna yang ada disana
Ada merah, putih, biru, kuning, hijau, ungu, hitam, dll
Saling melengkapi satu sama lain
Tidak menganggap warnanya paling indah diantara warna yang lain
Sejenak kemudian kubayangkan
Andai di taman ini hanya ada satu warna, biru misal
Sungguh hilanglah keindahan taman tersebut
Aku bersyukur tamanku penuh warna
Yang saling melengkapi satu sama lain
Wallahu’alam bis showaf

Farrosih
Dari berbagai sumber

Kehadiran cinta dalam bentuknya

Suami saya adalah seorang insinyur. Saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul dihati saya ketika bersandar di bahunya.

Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, harus saya akui bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan yag mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitifnya kurang. Dan ketidak mampuannya dalam menciptakan suasana romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian. “mengapa?” dia bertanya dengan terkejut. “saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan”

Dia terdiam dan termenung sepanjang malam didepan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak. Kekecewaan saya semakin bertambah seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya? Dan akhirnya dia bertanya “apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?”

Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, “saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah keputusan saya: seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada ditebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?” dia termenung dan akhirnya berkata, “saya akan memberikan jawabannya besok”

Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-oretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan.......

”Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya. ” kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.

”Kamu tidak bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program PC-nya dan akhirnya menangis didepan monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya.”

Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu dan membukan pintu untukmu ketika pulang.” ” kamu suka jalan-jalan keluar kota, tapi selalu nyasar ditempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu dirumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmua”

Kamu selalu pegal-pegal pada waktu ’teman baikmu’ datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.” ”Kamu senang diam dirumah, dan saya selalu khawatir kamu akan menjadi ’aneh’. Dan harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu dirumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal yang lucu yang aku alami.” ”Kamu selalu menatap komputermu. Membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.”

”Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu”

”Tapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku”

”Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya mencintaimu”

”Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu. Aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki dan mata lain yang dapat membahagiakanmu.”

Air mata saya jatuh keatas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya. ”dan sekarang, sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini dan tetap menginginkanku untuk tinggal dirumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu”

”Jika kamu tidak puas sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akn mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia”

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri didepan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku. Oh, kini saya tahu. Tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.
(Diambil dari tulisan Burhan Sodiq)

***
Sepertinya saya tidak bisa menanggapi terlalu banyak kisah diatas, ingin sih.. bicara banyak... tapi, maklumlah... , nanti kalau saya bicara banyak tentang kisah diatas, bisa ’berabe’ bisa disariki lawan bubuhannya. Yang jelas Hanya agar supaya menjadi INSPIRASI bagi kita semua dalam melangkah, kalau dalam dunia persahabatan terkadang seorang teman tidak harus menunjukkan ikatan kuat persahabatan dengan kata-kata saja, namun dengan apa yang dilakukannya, seorang murobbi menunjukkan rasa cinta pada mutarobbinya dengan cara mengangkat tangannya dalam setiap doa-doa malam panjangnya, sehingga cinta itu tidak harus berwujud seperti yang kita harapkan, boleh jadi ia hadir dalam bentuknya yang lain.

Farrosih

Kan kujaga kau selalu

Allahumma ahyina bil iman
Wa amitna bil iman
Wa adkhilnal jannatama’al iman


Kau umpama rembulan, menerangi kegelapan
Kau ibarat bintang, menghiasi langit malam
Kau menerangi hatiku, bak mentari terangi siang
Kau menghiasi hatiku, yang dahulu kekosongan
Kau berikan kekuatan, untuk ku terus berjuang
Hadapi segala cabaran, atasi permasalahan
Kau curahkan kebahagiaan, meleraikan kesedihan
Waktuku terasa keseorangan, ketika dalam berjuang

Ramai yang melupakanmu, tak ramai yang mengecap nikmatmu
Tak ramai ditemanimu, tak ramai yang merasa manismu
Ispirasi mukmin sejati, tempatmu letak di hati
Sedang kau berkurang dan bertambah, itulah penyelamat ummat
Daku merasa manismu, dalam mencintai Allah dan Rasul
Dalam menyayangi sahabat, dalam membenci kekufuran

Kepada Allah ku berdoa
Hidup matiku bersamamu
Bersama dihidupkan semula
Melangkah ke syurga bersama
Kan kujaga kau selalu dengan membaca Al quran
Jua murni arti ajar, mekarlah kau dihatiku

(Brothers)

Ya Allah hidupkan kami beserta iman
Dan matikan kami dalam keadaan beriman
Dan masukkan kami ke syurga beserta iman


Lagu ini sangat menginspirasi saya, ditengah fenomena kelesuan dan kebimbangan kita semua baik dalam aktifitas apapun kita saat ini. Menjadi sesuatu yang lumrah bahwasanya iman itu selalu dalam posisinya yang tidak melulu horizontal maupun vertikal, namun ia bergelombang, sesekali ia berada diatas namun pula sesekali kemudian berada dibawah, ya, itulah iman. Yang menjadikan para pahlawan bangsa tetap keukeh dengan prinsip perjuangan demi meraih kemerdekaan. Itulah iman, yang menjadikan bangsa Palestina tetap berjuang walau jelas rudal dihadapan. Itulah iman, yang menjadikan seorang budak hitam legam menjadi terhormat dihadapan pembesar qurais Arab. (To be continued)

INSPIRASI CINTA

Cinta sejati itu menyembuhkan
Tidak menyakitkan

(Ibnu Athaillah)

Sesekali cinta menawarkan sisi lainnya. Melalui beberapa kisah pahlawan yang cintanya kandas tak sampai jadi nyata. Mungkin juga kita pernah mengalami. Sakitnya bisa jadi membekas dalam... namun tragedi seperti ini justru malah membawa pada nikmatnya menuju puncak keimanan. Dimana muara segala harapan hanya kembali pada Dia, Sang Pemberi Harapan. Moga cinta diantara kita kekal, karena Allah SWT.

Kita mengenal Muhammad bin Daud Al-Zhahiri dan juga Sayyid Quthub yang memiliki kisah romansa dengan seni cinta yang begitu indah. Mangapa mereka tetap bertahan dalam cinta? Meski pada akhirnya takdir berkata lain. Karena mereka bukan robot, karena mereka memahami bahwa jiwa tak bisa dibohongi. Melalui syair dan bait puisilah sang Imam Muhammad bin Daud Al-Zhahiri mengekspresikan cintanya yang tak sampai, dalam sakit nya yang parah hingga pada mendekati hari-hari wafatnya, seperti yang di kisahkan Ibnu Qoyyim al Jauziah.

Di penjara lah tempat Sayyid Quthub mengekspresikan cintanya, yang dengannya justru membawa pada puncak keimanan dan tumbuh semangat pengharapan yang tinggi kepada Tuhannya hingga muncullah karya fenomenalnya seperti di jelaskan Dr. Abdul Fatah Al-Khalidi yang menulis tesis master dan disertasinya tentang Sayyid Quthub.

Ada banyak puisi yang lahir dari penderitaan itu. Ia bahkan membukukan romansa itu dalam sebuah roman. Kebesaran jiwa, yang lahir dari rasionalitas, realisme dan sangkaan baik kepada Allah, adalah keajaiban yang menciptakan keajaiban. Ketika kehidupan tidak cukup bermurah hati mewujudkan mimpi mereka, mereka manambahkan harapan kepada sumber segala harapan, Allah!

Begitulah Sayid Quthub menyaksikan mimpinya hancur berkeping-keping, sembari
berkata, Apakah kehidupan memang tidak menyediakan gadis impianku, atau
perkawinan pada dasarnya tidak sesuai dengan kondisiku? setelah itu ia berlari meraih takdirnya, dipejara 15 tahun, menulis Fii Dzilalil Quran dan mati di tiang gantungan! Sendiri! Hanya sendiri!

Fa idzaa faroghta fanshob, Wa ilaa Rabbika farghob
(Isy kariman aw mut syahidan )

Ali Ibn Abdul Aziz berkata dalam syairnya:

Wahai orang yang berselimut kebahagiaan
Teruslah meneteskan air mata,
Menangislah dalam ketertawaan awan yang mencekam jiwa
Dunia penuh dengan aroma kebahagiaan, keindahan dan kedamaian
Berjuta cita-cita menyejukkan akal pikiran
Ketenangan, kenikmatan dan kebahagiaan selalu kurasakan
Setelah kuharamkan diri dari kelalaian


Sumber referensi:
1.Anis Matta, dalam tragedi cinta
2.M. Ibnu Sarrar Al Yami, dalam seni mengukir prestasi

INSPIRASI DARI SEORANG IBNU ATHAILLAH

Jika engkau ingin memiliki keperkasaan yg tidak sirna,
maka jangan bersandar kpd keperkasaan yang bisa sirna
(Ibnu athaillah)

Jika engkau ingin memiliki harapan yg tidak akan sirna, maka jangan bersandar kpd pengharapan yang bisa sirna. Jika engkau ingin tujuan yang tidak akan sirna, maka jangan sandarkan jalanmu pada jalan yang bisa sirna. Jika engkau ingin kemenangan yang tidak akan sirna, maka jangan bersandar kepada pemberi kemenangan yang bisa sirna. Jika engkau ingin pertolongan yang tidak akan sirna, maka jangan bersandar kepada penolong yang bisa sirna. Jika engkau ingin keuntungan yang tidak akan sirna, maka jangan bersandar kepada penyalur keuntungan yang bisa sirna. Jika engkau ingin kesuksesan yang tidak akan sirna, maka jangan bersandar kepada pemberi kesuksesan yang bisa sirna. Jika engkau ingin mencintai dengan cinta yang tidak akan sirna, maka jangan sandarkan cintamu pada cinta yang bisa sirna.

Segores Pena Untuk FSLDK

UNTUK FSLDKN
FSLDKN adalah Inspirasi Membangun

Tgl 27 Feb 09 mendapat sms dari akhwat Malang, meminta unt memberikan tulisan ana terkait FSLDK.

Aslm. akh aros, puskomnas brncana bkin buku fsldkn rncananx mau terbit thn ini insyaallah. Nah, fosil2 fsldkn (salah stunya antm ) dminta untk ngisi bab.3 isinya ; 1. Sjauh mana ktrlibtan antm d fsldk , 2.kndisi fsldk mnrut antm skrg, 3. Hrapan & mimpi antm untk fsldk dmasa dpan..deadline nya 3 maret 09 , dngan judul email: untuk fsldkn...tulisannx max.2 hlman folio...gmana akh? konfrm hr ini jg ya..

Sejenak kemudian terbayang kembali segala pengalaman, perjuangan saat msh terlibat aktif dalam dunia FSLDK, saat belum menjadi 'fosil', saat idealisme-idealisme dibangun dg susah payah, perlahan namun pasti, janji setia dalam dakwah diantara takbir dan doa rabithah yg sering dilantunkan dalam pertemuan-pertemuan baik Dalam skala Nasional, Regional maupun Lokal, belajar saling menopang dalam Lembaga Dakwah Kampus (LDK), belajar peduli krn penyakit masyarakat yg kian hebat, kristenisasi hingga isu diskriminasi kemuslimahan, memory ingatanpun flash back ke sekian tahun kebelakang diantara kesibukan mengajar di SDIT Cordova samarinda. Ingin rasanya ana katakan kpd pengurus FSLDK sekarang baik Nasional maupun Daerah bahwa "Belajar peduli, belajar memahami arti ukhwah sejati, belajar ikut berkontribusi dalam Forum Silaturrahmi Lembaga Dakwah Kampus ini merupakan pelajaran berharga yang patut disyukuri, apalagi disertai sahabat yang saling mencintai karena Allah SWT. Maka siapapun engkau wahai ikhwah para pejuangan, Einstein mengatakan "Imagination is better than knowledge", buatlah mimpi-mimpi membangun peradaban Islam, bangunkan semua potensi-potensi yang masih terlelap dilorong-lorong Kampus, bawa Islam keseluruh kampus hingga tak satupun kampus yang tak tersentuh oleh Dakwah meski kampus itu berada dilubang semut sekalipun, jangan katakan 'ini mungkin tapi sulit' tapi katakan ini sulit tapi sangat mungkin'. Mantapkan Grand design FS hingga kita melihat hasilnya di 2014 dan ditahun-tahun yang akan datang, generasi kita dapat merasakan hasilnya"

Keterlibatan
Awal pertamakali berinteraksi dalam dunia FSLDK adalah saat semester 2 tahun 2002, saat pertamakali menjadi pengurus di LDK Pusdima Universitas mulawarman Samarinda Kaltim, semenjak itulah interaksi dalam dunia FSLDK mulai dibangun dengan segala pernak perniknya, mulai dari dalam kampus, dalam kota, dalam provinsi hingga dalam negeri, sampai 3 tahun setelahnya masih berkecimpung dalam dunia FSLDK dengan peran yang tidak sama namun tidak berbeda. Mulai dari Pendampingan LDK, pertemuan-pertemuan rutin dalam forum kajian dan diskusi, Menggagas FSLDK Daerah Kaltim unt yg pertama kalinya di POLNES samarinda, sampai keterlibatan di BP-SC FSLDKN XIII yg dalam FSLDKN XIII tersebut diadakan di Kaltim unt pertama kalinya pula, inilah yang menjadi momentum bersejarah bagi kami karena banyak hal menjadi kenangan yang terlalu manis untuk dilupakan, namun bukan sebagai tujuan akhir perjuangan, karena PR yang harus dikerjakan lebih banyak dari 1 pekan pembahasan, semua dilalui dengan perlahan, diantara batu yang mengganjal, jurang yang memisah, duri yang berhamburan seolah menjadi lukisan tersendiri setelah semuanya dilalui dan direnungi.

Kondisi FSLDK saat ini
Kalau dibilang tidak berkembang juga salah, tapi dikatakan berkembang juga kurang tepat, mungkin bahasa yang lebih sesuainya adalah "perlu perbaikan". Likulli marhalatin rijaaluha... setiap marhalah ada para pejuangnya, dan tuntutannya pun berbeda-beda dari tahun ketahun, maka proses perbaikan tetap harus menjadi fokus yang menjadi agenda utama dalam setiap pembahasannya, khususnya perbaikan isu yang sampai sekarang tidak terdengar gaungnya padahal dakwah tidak hanya di kawasan Pulau Jawa saja apalagi fokus dakwah kedaerah Timur Indonesia belum sesuai dengan harapan dan mimpi kita bersama, ditambah semakin banyaknya tuntutan dan masalah, peran mahasiswa masih belum berperan sangat dalam masyarakat dan kita belum memberikan sumbangsih maximal dalam kerja jama'i kita dalam Forum ini dalam turut menjadi problem solver untuk kepentingan dakwah yang lebih besar lagi.

Mimpi dan Harapan untuk FSLDK

Kapal dipelabuhan memang aman
Tapi bukan itu maksud dibuatnya kapal

(Satria Hadi Lubis)

Fsldk Nasional yang digawangi oleh Puskomnas dan Fsldk Daerah yang dimotori oleh Puskomda dibantu perangkat-perangkat pendukungnya harus berjalan sinergis dan terarah kemana kapal ini ingin berlayar, jangan hanya ingin ke pelabuhan saja. Tidak banyak yang menjadi harapan ana terhadap FSLDK karena semua sudah tertuang dalam Grand Design dan rekomendasi dalam FSLDK XIV yang telah dibuat dan GD serta rekomendasi tersebut dibuat tidak hanya untuk ditumpuk menjadi arsip-arsip puskomnas tanpa realisasi nyata dilapangan atau didaerah-daerah. Hanya satu saja yang sedari awal sudah sering disampaikan yakni PENDAMPINGAN LDK, bahwa Fokus Pendampingan LDK haruslah di berikan porsi yang lebih, dengan tidak mengacuhkan porsi yang lain, saat ini masih banyak Kampus Potensial belum memiliki LDK meski ada kader dakwah didalamnya, khususnya di kawasan tengah dan timur, padahal kita tahu bahwa eksistensi LDK adalah modal berharga dalam Forum in. Di lain tempat ada LDK yang tertatih-tatih meminta tolong karena tidak tahu bagaimana cara membuat AD/ART organisasi, dan ana langsung menemukan fenomena tersebut saat ini, mengharapkan buku risalah manajemen dakwah kampus saja tanpa ada tutorial continue bukanlah solusi yang bijak ana fikir. Dan masih banyak lagi contoh-contoh kasus yang pada intinya sangat memerlukan pendampingan yang lebih intensif dari LDK yang sudah mapan dan mandiri atau LDK yang mewadahi kampus yang berada dibawah teritorialnya. FSLDK hari ini harus lebih baik dari FSLDK yang kemarin. Dan esok FSLDK harus lebih baik dari FSLDK sekarang.

Ketika orang tertidur kami terbangun itulah susahnya.
Ketika orang merampas kami membagi itulah peliknya.
Ketika orang menikmati kami menciptakan itulah rumitnya.
Ketika orang mengadu kami bertanggungjawab itulah repotnya.
Makanya tidak banyak orang bersamamu disini, mendirikan imperium kebenaran.

Jika dakwah jalannya panjang, tetaplah hingga penghujung jalan kita bersua
Jika sedikitnya orang yang bersama kita, tetaplah bersama yang sedikit itu
Jika dakwah sulit, rumit dan pelik, tetaplah bertahan hingga Allah menentukan
Jika dakwah jalannya berat, jangan meminta enteng tapi mintalah punggung yang kuat untuk memikulnya. Moga cinta diantara kita kekal, karena Allah SWT.


Akhukum Fillah,
Farrosih

Mencoba Mengeja Hati

Sebuah telaah mengaktualisasikan ke ”imaginer”-an hati

Setelah diamati, ternyata manusia adalah makhluq unik yang diciptakan Tuhan, ia juga sekaligus menjadi makhluq yang paling sulit ditebak langkah dan tindakan, namun demikian suatu waktu ia bisa menjadi makhluq yang sangat mudah untuk ditebak melalui kata dan perbuatan. Manusia dibekali hati dan perasaan yang dengannya mampu membaca segala sesuatu yang sebenarnya tidak bisa dan tidak mudah ditangkap oleh panca indera. Yang dengannya pula secara naluriah dapat menjadi alat mempertahankan diri sebagai salah satu karunia terindah dalam takdirnya sebagai ciptaan. Kata adalah cermin sifat yang dapat ditangkap oleh hati yang dengannya ia berfikir untuk kemudian ditarik sebuah kesimpulan sederhana perihal keaslian isi hati dari seorang ciptaan yang kalau mau diporsentasekan melebihi angka 50 persen kebenaran, namun hal ini bukan menjadi patokan akhir, hanya sekedar berjaga-jaga karena memang demikianlah fungsi mempertahankan diri diciptakan sebagai sebuah program yang dirancang khusus mampu mengaktualisasikan sesuatu yang imaginer. Perbuatan apalagi, meski tak diiringi sedikitpun perkataan, hanya dengan sedikit gerakan (Baca: body language) sudah mampu menjelaskan keadaan yang sebenarnya dari imaginernya hati. Inilah kita, kita adalah manusia, manusia adalah tak kuasa, tak kuasa adalah kepastian dari manusia. Namun demikian dengan bekal yang diberikan kepada kita sebagai manusia, haruslah dioptimalkan potensinya untuk kebaikan demi kebaikan sebagaimana tujuan diberikannya karunia tersebut.

Pernahkan terbayang dalam benak kita, sesekali kita cocok berinteraksi dengan seorang kawan, namun disisi lain kitapun merasa tidak cocok berkawan akrab dengan lainnya. Sering kali didapati kawan-kawan kita semisal dikampus baik pria maupun wanita memiliki tingkat persahabatan dan kesetiaan yang beragam, berbeda satu dengan yang lainnya, baik sesama maupun antar kawan sebaya. Mengapa hal itu dapat terjadi?, jawaban sederhana yang coba penulis ketengahkan adalah bahwa jiwa itu beragam dan hati itu berbeda, ia hanya akan merasakan kenyamanan manakala jiwa dan hatinya bertemu dengan yang bersesuaian. Inilah rahasia imaginernya hati dalam pembahasan kali ini. Jiwa dan hati ternyata mampu berbicara bahkan bercerita tentang hal ihwal jiwa lainnya yang kemudian dengannya mampu menyimpulkan ‘ ini sesuai atau ini tidak sesuai ‘, sehingga terjadilah ‘Rini akrab dengan Anita’ namun ‘Andi tidak akrab dengan Wawan’. Sehingga dapat ditarik benang merah bahwa “Lisan, tindakan dan perbuatan, melambangkan isi hati seseorang”. Sehingga benarlah yang dikatan Rasul bahwa memandang seorang anak manusia dapat dipandang dari teman akrabnya. Orang yang berbenturan antara hati, lisan, dan perbuatan adalah mereka yang tidak punya pendirian dalam kehidupan.

Maka dengan analisa diatas, dapat pula kita rasakan sesuatu yang tidak bisa dilihat nyata namun dikesempatan yang lain bisa terbaca dengan jelasnya. Permisalan yang coba penulis angkat dalam hal ini adalah, dari perkataannya bisa disimpulkan bahwa ia kecewa meski tidak berucap kecewa, dari berbagai pandangan dan pendapatnya bisa dirasakan kalau ia tidak bisa menerima hasil kepususan syuro misalnya, dari gerak dan tingkah lakunya dapat pula disimpulkan kalau ia berambisi menjadi ALEG meskipun ia berucap tidaklah berambisi, namun hati bisa merasakan apakah kata itu sesuai dengan yang sebenarnya hati rasakan, apalagi bila yang berfirasat adalah hati orang yang beriman, karena Rasul mengatakan: hati-hati dengan firasat orang beriman, karena ia lahir dari hati yang selalu berzdikir kepada Tuhannya.

Memandangan dengan pandangan mata, akan sampai hanya pada dzohir saja

Namun, memandang dengan hati akan mampu menembus hati lainnya,

Maka asahlah hati dengan selalu berdzikir pada-Nya.

Dilain hal, Allah selalu menuntun manusia untuk selalu mengutamakan Huznuzzon diatas segalanya, sehingga interaksinya adalah interaksi yang tidak tendensius dan menghakimi. Marilah belajar bersama menjadi manusia yang jujur diantara karakter kita yang beragam, kuncinya adalah HATI YANG JUJUR PADA ALLAH SWT.

Kepada yang sudah terlelah ’bertahan’ dalam tarbiyah

Tetaplah, dalam kelemahan kaki melangkah

Dalam kepapaan hati berteguh

Dalam ujian idealisme jalan ini

Dalam kelimpungan indahnya dunia menawari

Dalam setiap kebingungan dan ketidak pastian

Tetaplah bertahan dan bertahan

Kelak kita kan tahu yang sebenarnya

Dan andapun bisa membaca hati penulis, dari tulisan ini

Akhukum Fillah

Farrosih