KETIKA MAHAKAM BERTASBIH
















Gelombangmu tenang
Setenang dzikir Abu Hurairah
Selembut azan Bilal bin Rabbah
Kesunyian pagimu mengakrabi lelah
Diantara canda burung bersayap
Angin berhembus dari arah selatan
Menghantam dingin sekujur badan
Membersamai surya dibalik senyum awan
Di timur ufuk tak berkawan
Dalam nafas kutarik panjang
Tak kuasa ku tak berucap subhanaLLah….


Mahakam menggemuruhkan syairnya, sungai terpanjang itu membacakan ayat-ayat kauniyah dalam ketenangan dan kesunyiaannya, rukuk, sujud, bertasbih kepada Tuhannya, melaksanakan kewajiban sebagai ciptaan dihadapan Sang Khaliq. Seorang anak manusia sedang duduk ditepinya, tepi sungai mahakam yang menjadi sumber inspirasi membangun jiwa dihadapan gelombang ketenangan dan lantunan alam yang membentang dihadapan, apalagi dihiasi indah Masjid Islamic Centre dipandang dari kejauhan yang masih saja terlihat megah dan mempesona. Menelusuri hikmah, mencari bukti dan kebenaran dari suguhan yang dipersembahkan oleh sang pencipta, tadi, selepas fajar subuh ia pacu kendaraan menujunya melepas kepenatan dari serangkaian aktifitas yang menguras energi dan waktu. Berkawan mushaf kecil ia mencoba rehat dalam kesunyian, disuatu tempat belajar mentafakkuri alam sembari melepas kepenatan baik fisik maupun fikiran, menarik nafas panjang sepanjang kelelahan yag selalu membersamainya, disebuah sungai terpanjang dan terbesar di Kalimantan ini, Sungai yang membelah provinsi Kalimantan Timur, Panjang sungai ini mencapai 920 km dan di hilir Sungai Mahakam lebamya kira-kira 500 m. sebuah tempat dimana ia terbiasa bersamanya, bersama alam membuat kesimpulan-kesimpulan kecil dan sederhana memaknai hikmah yang masih tersirat dan perlu penafsiran menemani serangkaian perjalanan masa terlewati untuk dijadikan pelajaran berharga dalam hidup dan kehidupan kedepannya. Disuatu ahad pagi sekali saat tidak ada seorangpun ditempat ini, saat jalan ditengah kota masih lengang oleh kendaraan berasap, saat hanya ada belasan burung mengepakkan sayap-sayap bermain mesra sesamanya diatas sungai menyambut datangnya matahari yang akan muncul diufuk timur. Angin berhembus dari arah selatan menghantam dingin sekujur tubuhnya seolah membawa pesan singkat dan menegaskan bahwa ia akan selalu ada dan dapat dirasakan keberadaannya meski tiada seorangpun yang mampu melihat angin tersebut, angin mengabarkan bahwa Allah itu Maha ada dan dapat dirasakan keberadaaNya, meski tiada seorangpun yang mampu melihat. Allah Maha “ada” sebelum kata “ada” itu ada, dan Allah akan tetap “ada” meski kata “ada” itu tidak ada, karena adanya Allah karena ketiadaan manusia, karena Allah itu WUJUD. Menjadi kesedihan yang sangat, sebuah tempat yang indah dikala pagi seperti ini menjadi objek wisata kemaksiatan dikala senja dan malam hari, wadah yang semestinya dimanfaatkan untuk tadabbur akan keagungan Allah di salah gunakan sehingga memaksa menjadi tadabbur akan kemurkaan Allah SWT.

Mencoba beralih pandang kearah luas sungai yang bergelombang dan beriak kecil. AIR bergerak dari hulu ke hilir, bergerak menelusuri apa yang memang harus ia telusuri. BEGITULAH HIDUP, harus bergerak dan mengalir, tidak boleh berhenti pada satu titik perhentian, apabila air tidak bergerak dan tidak mengalir maka ia akan menjadi air yang tergenang, berwarna keruh, berbau dan berasa aneh, hingga beracun, tidak suci dan tidak bisa mensucikan. Kepada siapapun yang menghendaki kedinamisan hidup bak air inilah kita menteladaninya, mari bersama bergerak dan bergerak jangan pernah berhenti berjuang menuju bintang, jangan pernah merasa bahwa hidup tidak akan mengalirkan kita sumber mata air semangat menuju cita-cita, mengalirlah terus, bergeraklah terus, bukankah tidak akan ada suara merdunya pabila huruf-huruf dalam alqur’an tidak ber harokat, maka teruslah ‘berharokah’, bergerak dan mengalir seperti air sehingga gerak kita bersuara merdu yang nadanya didengar penghuni bumi dan langit, menghujam dan mengetarkan hati musuh-musuh kebaikan yang bertengger dan bersembunyi dibalik warna mereka.

Diseberang sana ia melihat Masjid Islamic Centre berdiri dengan anggun, dihiasi puncak gunung yang diselimuti tumbuhan hijau yang mulai terkelupas yang sedikit banyak menambah indah wajah Samarinda kala pagi hari. Tak sengaja matanya melihat beberapa pohon yang berdiri diatas takdirnya menjalankan tugasnya sebagai ciptaan, lama ia lihat dan mencoba menelusuri serangkaian kalimat yang ada di dalamnya, menggali hikmah yang semoga bisa melembutkan hati yang terlalu sering lalainya dari pada ingatnya, muncul sebuah kesimpulan sederhana bahwa ternyata peran penting dari sebuah pohon adalah AKAR, begitu besar peran akar dalam proses pertumbuhan si “pohon”, ia mencari sumber energi, menelusuri setiap kelam tanah berlumpur, yang kemudian mengaliri mineral ke seluruh bagian pohon, sehingga menghasilkan batang yang kuat, ranting yang kokoh, daun yang mekar dan buah yang bermanfaat bagi manusia. Kawan, meski besar dan pentingnya peran akar, namun akar tetap tenang dalam kesunyiannya di dalam tanah, tak terlihat, jauh dari bising ketenaran, hanya bisa berusaha dan berdoa untuk kebagiaan apa yang dicintainya meski tidak seorangpun melihatnya. Si “akar” berpesan, “Biarlah Allah saja yang menilai, biarlah Allah saja yang melihat, biarlah Allah saja yang mengatur. Berbuatlah, bergeraklah dan beramallah karena Allah saja, ikhlaskanlah segala derap langkah kaki berpijak, agar tidak sia-sia amalmu, agar tidak menguap segala upayamu hanya karena berharap manusia, berharap puji manusia, berharap puja mereka”. Mengingatkannya ketika suatu hari berkunjung kesebuah desa, melihat sawah orang tua kawannya yang begitu luas, disana ada PADI yang kalau mau ditarik sebuah kesimpulan, semakin padi itu berisi maka semakin merunduk ia, semakin tidak berisi si Padi maka bertambah pongah menjulang kelangit ia. Tidak ada tanda-tanda kesombongan darinya pabila si padi berisi, berisi sesuatu yang begitu bermanfaat yang menjadi salah satu kebutuhan pokok hari-hari bagi manusia, yaa.. bagi kita semua. Sahabat, mari belajar dari akar dan padi, karena sudah terlalu banyak mereka yang terjebak dalam penyakit ini sadar atau tanpa disadari, ketahuilah bahwa tidak ada alasan bagi Allah mengusir syetan dari tempat yang mulia kecuali Kesombongannya, sebegitu besar dampak buruk dari kesombongan sampai-sampai dia yang kita cintai selalu beristighfar tidak kurang dari 70 kali setiap harinya, Rasulullah SAW pun bersabda: “Tidak akan masuk syurga orang yang dalam hatinya terdapat sifat sombong, meskipun hanya sebesar biji zarroh”. Allahumma tohhir quluubana minannifaq wal kibr, Wa ‘amaluna minarriya…

Dibukanya mushaf itu kembali, di dapatinya sebuah ayat yang menjadikan Nabi tercinta menangis tersedu-sedu hingga air matanya terjatuh mengaliri pipi hingga melewati sekujur tubuh membasahi tanah rumahnya dan disaksikan istri tercinta Aisyah, ya… dalam Alqur’an Allah berfirman:

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal“

Langit itu, awan itu, gunung itu, pohon itu, kapal itu, angin ini, sungai ini, dan masih banyak yang lai lagi, dalam pergantian musim dan waktu, siang ataupun malam, semua berjalan mengikuti sunnahNya, taat dan tunduk tanpa keluh kesah dan pertimbangan keberatan. Semua yang diciptakanNya berjalan sesuai tugasnya masing-masing, tidak ada yang terlewatkan, sangat sempurna tanpa cacat sedikitpun, tiada satupun dari ciptaanNya yang tidak berguna bagi kita makhluqNya, apapun itu, dari semua yang ada sungguh terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang menggunakan akalnya, tanda-tanda ilmiah yang mampu membangun jiwa sehingga menjadikan diri serasa sebegitu kecil dan lemah dihadapanNya. Bagaimana terbentuknya hujan, mengapa ada sungai, seberapa manfaat awan, matahari, angin, dan sebagainya. Semua terdapat tanda-tanda dan kalimat penting bahwa ALLAH itu Maha Besar, manusia kecil, Allah Maha perkasa dan manusia lemah, Allah maha suci dan manusia kotor dan teramat kecil dan tak layak dijadikan pembanding dengan ciptaanNya saja apalagi denganNya, sungguh Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu. Maka bertasbihlah mensucikan namaNya, sebelum lisan ini tak mampu lagi bertasbih. Diatas sebuah sungai ia mencoba terus memaknai secuil tetas air diatas jarum yang dicelupkan diatas sungai itu, yang kemudian kusimpulkan bahwa ILMU ALLAH tak terbatas sementara ilmu manusia selayak tetes air diatas jarum. Lalu masih sulitkan diri bersimpuh dihadapanNya, mengakui segala kelemahan dan kekurangannya, mengakui akan segala kesalahan demi kesalahan yang sudah sangat terbiasa sebagai insani. Sahabat, mari rengkuh kalimat Allah, jadikan ia pendamping hidup yang kan selalu membersamai hidup mengarungi muaranya sehingga kelak kita kan berucap.. Subhanallah..

Ya Allah begitu mempesona ciptaanMu, cantik nian ia, karuniakan sifat kesyukuran diatas lemah dan keterbatasan yang semakin terbatas atas diri-diri kami, sungguh kami hanya manusia biasa yang belajar mencintaiMu dengan pelajaran cinta yang Kau suguhkan pada kami dari semua ciptaanMu yang terbentang dihadapan. Wa’fuanna, waghfirlana, warhamna, anta maulana....

Farrosih

Fase pembuktian

" Dan diantara mereka ada yang berkata: Izinkanlah aku (tinggal), dan janganlah engkau fitnahi aku… " (Pangkal ayat QS. Ataubah: 49)

Ladang itu bernama Tabuk, Bulan Rajab tahun kesembilan tepatnya diantara Madinah dan Damaskus, disanalah berbilang pembuktian di sodorkan oleh mereka yang benar janjinya ataupun diantara mereka yang tidak benar janjinya. disanalah fase pembuktian itu digelar, membuka tabir yang selama ini sulit terlacak, gelap tak berjejak. saat Yaumul 'Usrah dibentang dihadapan jiwa, musim panas, belanja kurang, saat masa dimana buah sedang ranum siap dipetik, musim memetik buah adalah musim yang dinanti sepanjang tahun masa menanam, ditengah hasutan para munafikun, bergabungnya kabilah kabilah Arab, kabilah lakham dan juzam yang telah memeluk agama Nasrani kedalam barisan tentara Heraclius, raja bangsa Rum yang telah mempersiapkan 40.000 tentara Rum untuk memperlemah dan menhancurkan kekuatan umat Islam yang berpusat di Madinah. Sementara kaum muslimin harus menjemput dan menghadapinya diluar Madinah. Perjalanan ke Tabuk itu memanglah akan menempuh kesulitan, dari Madinah ke Tabuk 11 Marhalah atau 610 kilometer. apatah lagi musim panas, mereka baru saja pulang dari penaklukan Makkah, pertempuran Hunain dan pengepungan Thaif. Mereka hendak beristirahat dulu dan memetik kurma yang sedang musimnya untuk memetik. Saat seperti itu Rasulullah menyerukan nafir peperangan untuk menghadapi pasukan tentara Rum dengan segala kekuatan dan kelengkapan pasukan militernya, pasukan harus menjemput bola, jangan biarkan pasukan Rum itu sampai lebih dulu ke Kota Madinah.

Disinilah saat saat penting membiarkan alam menilai manusianya, memberikan kabar kebenarannya, membuktikan lewat episode ketakutan yang menghantui jiwa manusia. Diantara mereka ada yang tegar laksana batu karang diterjang gelombang berhari dan bertahun tahun lamanya, pun ada diantara mereka selaksa Abdullah bin Ubay, Kaab bin Malik ataupun Abu khaitsumah ataupun mereka yang lebih memberatkan badannya kebumi. namun pula semangat ibnu ummi makhtum yang buta menjadi hasil pembuktian episode kepahlawanan itu. Semua itu berbanding lurus dengan tingkat keimanannya masing masing dan saat kegalauan dan ketakutan itulah saat yang tepat membuktikannya.

Diantara itu semua, ada seorang diantara mereka yang bernama Jidd bin Qais. Dia meminta izin untuk tidak pergi ke Tabuk, namun alasan yang dikemukan "lain dari pada yang lain", ia mengatakan pada Rasulullah bahwa alasan meminta izinnya dikarenakan dia tidak akan tahan terkena fitnah kecantikan perempuan perempuan bangsa Rum. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kulit orang Rum ialah Ashfar, yaitu arti asalnya dalam bahasa arab ialah kuning, dan dalam loghat Melayu Indonesia disebut "Orang Kulit Putih". Di semenanjung Tanah Melayu bangsa barat itu disebut "Orang Kulit Putih". Perempuan-perempuan Rum itupun berkulit demikian dalam hal ini berarti mereka cantik-cantik. Adalah kebiasaan bangsa Rum pabila bertempur selalu membawa perempuan-perempuan mereka kedalam lahan pertempuran. dan itu yang menjadi kekhawatiran seorang Jidd bin Qais untuk meminta izin tidak ikut bererang terkalahkan oleh perasaan akan terjerumus kedalam "fitnah kecantikan".

" Dan diantara mereka ada yang berkata: Izinkanlah aku (tinggal), dan janganlah engkau fitnahi aku "

Maka bersabdalah lanjutan ayat: " Ketahuilah, bahwa kedalam fitnah itulah mereka telah terjatuh", artinya, kalau mereka mengatakan bahwa melihat kecantikan perempuan Rum kelak ketika berhadapan dengan orang Rum, mereka katakan satu fitnah, maka ketahuilah bahwa sebelum bertemu dengan fitnah melihat wajah perempuan Rum yang belum terjadi itu, mereka telah tenggelam terlebih dahulu kedalam fitnah, yaitu fitnah kelemahan hati, fitnah mencari-cari dalih, sedang fitnah perempuan didalam perang bukanlah fitnah sebab perang dalam Islam memiliki aturan yang jelas. Setidaknya begitu yang di sampaikan Buya Hamka dalam tafsirnya.
Allah mengirimkan kabar langsung dalam kitab yang sempurna itu tentang Jidd bin Qais, membuka rahasia tabir kegelapan yang bersandar pada perasaan disudut sunyi hatinya. Kalau demikian lalu bagaimana dengan Rasul dan Sahabat yang lain? bukankah mereka akan mengahadapi perempuan perempuan itu juga. Allahu Latief, Allah yang paling mengetahui bahaya yang lebih bahaya dari fitnah itu, yakni hatinya yang ragu atau pengecut.

Menganalisa serangkaian pemandangan silam yang tertuang dalam tintah sejarah peradaban kegemilangan Islam menjadikan aliran darah mengalir deras membersamai masa kini yang jauh lebih mudah dan berbeban ringan. Alangkah naifnya bila kita membandingkan jenuh lelah perjuangan ini kedalam fase dimana Rasul membuktikannya kala itu, hanya tidaklah seberat pejuang Palestina, tidaklah setumpuk darah afghanistan, tidaklah berbilang nyawa di Irak, hanya waktu dan peluh yang tak seberapa, lalu kau mundur kebelakang, mensejarahi Jidd bin Qais yang menutupnya dengan alasan. Sahabat, kalaulah bukan karena Allah tidaklah mungkin kita "disini", menghias hidup dengan nilai Rabbani yang mengajarkan kita saling berempati kepada ummat ini, belajar menangis dalam ketertawaan malam, dihiasi sinar kelemahan kaki melangkah. Sahabat, tepis semua keraguan, jangan lagi ada bimbang, kita sudah berada dijalan yang benar, meski jalan-jalan yang lain memanggil dalam indah mempesonanya kenangan. Jangan ada lagi kelemahan keinginan itu untuk terus masuk merangsek dalam medan pertempuran baru di dunia kini, berlatih adalah kemestian, lubang berkedalaman panjang selalu akan ada dihadapan, meskipun begitu tetaplah berada bersama jamaah ini, bersama membersamai dakwah yang semakin dinamis ini, kalaulah ada kesalahan siapapun kita, termasuk qiyadah adalah mungkin sebagai insan yang tak luput dari kesalahan, kalaulah medannya kini harus di siyasi, maka bersabarlah karena itu lebih baik daripada mundur kebelakang, memang inilah fase kita kini, disini kita membuktikan bahwa tarbiyah mampu menjadikan kita orang-orang yang biasa dengan keinginan luar biasa membangun bangunan kebaikan dalam apapun marhalahnya kini. Sahabat, bersabar dan kuatkan kesabaran, tinggikan cita cita membumbung tinggi higga mereka tak lagi berkata "kau pecundang".

Farrosih

17 hari menanti kepastian

berada diantara ambisi dunia
kepulan asap berhambur seantro ruang
wajah haus tabungan itu tertawa lebar
berteriak dibalik ingin si ambisi jabatan
aroma alkohol mengakrabi mereka
bersembunyi dibalik botol aqua
bercampur kuning pewarna menipu daya

ahh.. aku ingin segera pulang
tapi itu hanya keinginan
nyatanya aku tidak boleh kebelakang
masanya kini harus disini
membersamai mereka menanti kepastian

akupun belajar memaknainya
ternyata sederhana keinginan mereka
hanya penyambung nafas di usia yang menua
meski harus bermalam ria
ditengah masa kerja ataukah rehat masa

17 hari aku kini
mengawal wasilah suara perjuangan
letih sudah tak berbilang
lelah sudah kelelahan
namun itu hanya setetes upaya
sederhana inginnya
kebaikan harus menghadapinya
menantang kebathilan yang sudah jelas ada
dan akan semakin berkuasa

Farrosih
saat mengawal suara di PPK

Kilaunya matahari mengakrabi cinta

Tersebutnya dalam nama Abu Bakar, seorang lemah yang kuat karena cinta, mampu bertahan dalam badai karena cinta, mampu menepis keraguan akan Rasul karena cinta, mampu melukis hias sejarah karena cinta. Dahulu ia rela disengat kalajengking dan ular agar supaya yang dicinta RasulNya tidak terbangun dari tidur lelap di pahanya, sesekali berjalan didepan Rasululah, sesekali berpindah berjalan dibelakang Rasulullah dalam satu kisah hijrahnya suatu hari, menghadirkan sedikit gundah yang menjelma menjadi pertanyaan dari lisan Rasulullah, MENGAPA?, ternyata itulah Abu Bakar yang berjalan di depan Rasul karena hawatir musuh sedang mengendap-ngendap mengintip yang bisa menyergap dari depan, sesekali kemudian berjalan di belakang Rasul karena hawatir musuh mengejar dari belakang, menegaskan kita, bahwa ternyata Abu Bakar lebih rela terhilang nyawanya lebih dulu dari pada Rasulullah, sekali lagi ia mampu berbuat demikian karena cinta. Menangis ia tidak akan pernah makan setelah pingsan dan sakitnya dikeroyok dipukul seusai khutbah yang pertamakalinya ia kumandangkan demi syiar Islam diawal era ta'sis, tidak akan makan sebelum bertemu Rasullah, sebelum ia meyakinkan bahwa Rasulullah baik baik saja. menjadi asbab penting sang ibu bertemu dan bersyahadat dalam Islam dhadapan Rasulullah. Semua ia mampu lakukan karena cinta. Suatu hari ia mendapat kabar dari orang Yahudi bahwa "Rasulullah adalah pembohong besar" karena memberikan kabar bahwa bisa melakukan perjalanan dari masjidil Haram ke masjidil Aqsa lalu naik ke sidratul muntaha hanya dalam masa semalam, ketika didapatinya orang Yahudi itu, ia mengatakan "andai ada kabar yang lebih dahsyat dari pada itu, asalkan kabar itu datang dari lisan Rasulullah maka aku akan mempercayainya". Padahal saat itu ia belum mendengar langsung dari Rasullah tentang kabar isro Mi'rajnya, ia membenarkan Rasul pertama kali saat orang-orang mendustakan dan menertawainya, ia yang membenarkan Rasul pertama kali saat orang lain dijelma keraguan dan kebimbangan akan kebenaran kabar dari lisan Rasulullah, itulah mengapa ia digelari As Shiddiq, orang yang membenarkan Rasulullah kala orang lain mendustakannya. Sampai suatu hari ia ditanya "lalu apa untuk mu dan keluargamu, bila kau sumbangkan seluruh hartamu untuk Islam ini" ia hanya menjawab: Allah dan RasulNya untukku dan keluargaku. Teman, sekali lagi ia mampu melakukan itu semua karena cinta. Ya Allah ridhoilah dan rahmatilah ia yang tersebut namanya dengan Abu Bakar As Shiddiq.

Farrosih

Dua mata, dua tangan

ada kalanya kita seperti dua mata
tak pernah berjumpa
tapi selalu sejiwa
kita menatap ke arah yang sama
walau tak berjumpa
mengagumi pemandangan indah
dan berucap subhanaLlah
kita bergerak bersama
walau tak berjumpa
mencari pandangan yang dihalalkan
menghindar dari yang diharamkan
dan berucap astaghfiruLLah
kita menangis bersama
walau tak berjumpa
dalam kecewa, sedih, ataupun gembira
duka dan bahagia
dan tetap berucap alhamduliLLah
kita terpejam bersama
walau tak berjumpa
memberi damai dan rehat
sambil berucap laa haula
wa laa quwwata illa billaah..
tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan
berjumpa dalam sedekap shalat
berjama’ah menghadap Allah
tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan
berjumpa dalam membersihkan
segala kotor dan noda dari badan..

Salim A. Fillah
Untuk persahabatan karena Allah

Tertunduk ku lemas

Pagi yang cerah menghantar ayunan langkah menuju muara harap menjalani serangkaian aktifitas disuatu pagi. Rupanya fajar masih belum rela meninggalkan embunnya untuk sang surya, sekejap saja dingin yang menjalar di sekujur tubuh menguap menjadi kehangatan membersamai datangnya harapan pagi pada mentari. Disuatu tempat dalam dialog mesra penuh kehangatan ukhwah, kujabat tangannya dan kutatap ia rindu:
"apa kabar ustadz?" awalku, "segala puji bagi Allah, akhi" jawabnya dengan senyum merona, dalam batin ku merasa selalu saja "nama" itu tak pernah luput dari lisannya. "afwan akhi" tambahnya pendek kuturut dengan mempertajam perhatian menunggu apa yang akan keluar dari lisan tawadhu itu. "saya untuk sementara tidak bisa melakukan kewajiban rutin saya pada kas kita, karena saya baru saja dapat musibah" lanjutnya. Membawa serangkaian gundah menjelma menjadi cemas. Ia melanjutkan "semalam motor saya hilang, dicuri maling". "astaghfirullah...bagaimana bisa ustadz?" responku kaget. Hanya senyum ikhlas yang kutangkap dari raut wajah itu, menambah rasa kagumku untuk selalu dekat dengannya.

Ya,.. Itulah hidup memancarkan warna-warni kehidupannya membawa segudang hikmah yang coba dipersembahkan bagi semua jiwa, semua yang berharap akan pelajaran dari ayat-ayat cintanya yang dahsyat disekeliling alam yang terbentang dihadapan. Setahuku motor itu selalu ia gunakan untuk aktifitas kebaikan, bahkan lebih dari kebaikan, namun mengapa Allah mengambilnya? Sementara tidak ada satupun daun dihutan belantara yang terjatuh dari pohonnya melaikan pasti atas izin dan sepengetahuan dariNya, apatah lagi gugurnya motor dakwah itu pada tangan-tangan picik tak berperasa, semua pasti atas izin dan kehendak dariNya, dan pasti pula dissaya telah tersisip makna dari tujuan sang pemberi takdir mengambil barang yang dicintai. Akupun lemas, karena setahuku pula beberapa bulan lalu, rumahnya pun terbakar hebat, barang-barang berharga lainnya hangus tak berjejak, disuatu tengah malam api itu meluluhlantahkan harapan dan kecintaannya, melerai diisak tangis ketiga putra-putrinya. Dan sekarang musibah itu datang lagi mengambil barang berharga yang bisa terselematkan dari kobaran api itu. Aku hanya bisa termenung, tertunduk lemas, bukan dia dengan segudang deraan masalah yang kupikirkan namun "diriku sendiri", aku hanya bisa berucap padanya "Allah teramat sayang sama ustadz, Allah teramat cinta pada ustadz", justru orang-orang sepertikulah yang perlu diberikan pertanyaan "apakah Allah masih cinta padaku", "apakah Allah masih memperhatikanku?". Bukan berharap agar musibah datang padaku, tapi yang kucinta Rasulullah SAW pernah menjelaskan apabila Allah menghendaki kebaikan pada diri seseorang maka akan diberikan cobaan padanya, Allah pun dalam kitab yang sempurna berfirman: "Apakah kalian dibiarkan saja mengatakan kami beriman, padahal belum diuji lagi...". Sang mentari perlahan beranjak keatas ubun-ubun, selalu saja pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang dikepala "apakah Allah masih sayang dan cinta padaku?". "apakah Allah masih sayang dan cinta padaku?", diatas motor bermandikan cahaya siang mencoba terus merasakan yang dirasa sahabatku, sementara diri terus mengiba dan mengiba dalam lemah kaki melangkah, dalam terbatasnya isi jiwa. Allahummajalkhoiro umrii aakhirohu wa khoiro a’mali khowaatimahu wa khoiro ayyamii yauma liqooik.

Farrosih
Saat memaknai arti cinta

Mata Air Kehidupan

Refleksi Muhasabah Rasa

Maka perasaan yang tadinya masih terasa samar-samar, laksana masih mencari-cari diantara si hamba dengan Tuhannya, sekarang rahasia itu telah terbuka

“Engkau telah mengatakan dalam ujung kataMu, bahwa Engkau tetap belas-kasihan kepada aku, hambaMu yang lemah ini, ya Tuhanku! Sebenarnya aku sendiripun begitu kepada Engkau. Aku cinta kepada Engkau! Engkau berikan kepadaku perasaan yang halus, suatu Iffah atau Wijdan. Terasa dalam hati kecilku bahwa tidak pernah aku lepas dari tilikanMu, selalu aku Engkau bimbing, banyak nikmatMu kepadaku. Aku hanya selalu menerima saja, aku tidak dapat memberi kepadaMu. Bagaimana aku akau akan dapat memberi sedang nyawakupun, nyawa yang sedekat-dekatnya kepadaku, Engkau yang punya. Lantaran itulah maka kasih-cintaku kepada Engaku tumbuh dengan mesranya. Aku takut kepada Engkau karena Engkau. Hanya dengan sebuah tempurung aku menerima nikmatMu yang seluas lautan. Tetapi sungguhpun aku takut, akupun rindu kepada Engkau. Aku cemas, akan tetapi didalam cemasku itu akupun mempunyai penuh harapan. Tuhanku! Engkau ada, hatiku merasainya. Aku ingin sekali berjumpa dengan Engkau, tetapi aku tidak tahu kemana jalan. Dan aku Engkau takdirkan menjadi manusia. Aku sendiri tahu kelemahan dan kekuranganku. Sebab itu kadang-kadang terasa malu aku akan melihat Engkau, tetapi aku hendak melihat juga. Tuhanku, tolong aku, tolong aku. Tolong aku dalam penyesalan soalku ini”

Disinilah datang jawaban Tuhan. ” Jika sungguh-sungguh engkau cinta kepadaKu, maka jalan buat menemuiKu mudah saja. Memang Aku Maha Mengetahui, bahwa banyak hambaKu yang seperti engkau, ingin menemuiKu, ingin bersimpuh di hadapanKu, hatinya penuh dengan ingat kepadaKu. Sebelum engkau Aku adakanpun telah Kuketahui keinginan, kerinduan dan kecintaan itu. Untuk itulah Aku utus RasulKu kepadamu, dialah petunjuk jalan menuju Aku itu. ”Hai utusanKu! Sampaikanlah pesanKu itu kepada seluruh hambaKu yang rindu, asyik dan cinta kepadaKu itu. Bentuklah sebuah rombongan itu: Zumaran, berbondong-bondong. Tiap-tiap rombongan dibawah pimpinan engkau, wahai utusanKu! Katakanlah kepada mereka wahai RasulKu, cinta mereka Aku balas, bertepuk tidak sebelah tangan. Tadi mereka menyebut bahwa mereka sebagai menusia pernah bersalah. Aku tahu itu, Aku lebih tahu. Sebab aku yang mengetahui asal kejadian. Maka apabila rombongan itu telah terbentuk dan mereka telah berkumpul didalamnya, dan engkau sendiri yang memimpin, tandanya mereka telah benar-benar telah berjalan menuju Aku. Aku ampuni dosa mereka. Aku mempunyai pula suatu nama yang menunjukkan sifatKu yaitu, Tawwab, artinya memberi taubat, menerima hambaKu yang kembali. Akupun mempunyai suatu nama menunjukkan sifatKu, yaitu Ghafur, Pemberi ampun. Akupun Rahim, Amat Penyayang. Bagaimana akan kamu ketahui kebesaran AsmaKu itu, kalau yang bersalah diantara kamu memohon ampun tidak Aku ampuni?”

Allah SWT yang Maha Penyayang tak pernah pilih sayang, yang Maha Pengasih tak pernah pilih kasih, yang Maha Kuasa Sang Pencipta alam semesta berfirman:

”Katakanlah: jika memang kamu cinta kepada Allah, maka turutkanlah Aku, niscaya cinta pula Allah kepada kamu dan akan diampuniNya dosa-dosa kamu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang” (Q.S. Ali Imran: 31)

Diperintahlah kita untuk selalu membersamai Al Quran dalam tiap jejak kaki menapak, dengan sebenar-benar baca, menjuruskan fikiran kepadanya. Didapatlah sebuah kesimpulan mempesona bahwa Allah itu amat Penyayang, amat Kasih kepada hamba-hambaNya. Sehingga orang yang pernah bersalah diberi kesempatan untuk menurutkannya pada amalan baik sehingga memudarkan kesalahan yang disertai memohon ampun. Tuhan selalu bersedia menerima kedatangan hambaNya yang demikian.

Ada kesan mendalam yang terasa saat membaca ayat demi ayat dalam kitab yang sempurna. Ialah cinta, kasih sayang Tuhan kepada hambaNya. Maka dengan sendirinyapun, dalam perasaan sihamba terasalah pula keinginan untuk membalas cinta itu. Bertepuk tidak sebelah tangan hendaknya. Sebab turunnya ayat tersebut, salah satunya dari 60 orang utusan rombongan Nasrani yang 14 orang terkemuka sedang berada di Madinah. Nabi Musa yang besar telah mengajarkan kepada Bani Israil suatu ajaran yang berintisari Pengorbanan, sifatnya adalah Jalal, kemuliaan. Nabi Isa Al masih yang agung telah membawa lanjutan ajaran yang berdasar Hubb, cinta. Sifatnya adalah jamal, keindahan. Sekarang datang Nabi Muhammad saw menyempurnakan penyertaan diri kepada Tuhan itu, ISLAM. Sifatnya ialah Kamal, Kesempurnaan. Nyatalah bahwa ayat-ayat ini meninggalkan kesan yang mendalam juga pada angota-anggota utusan Nasrani itu; Muhammad saw pun membicarakan dari hal cinta. Memang cintalah pintu pengajian itu yang selalu dibuka dengan ucapan. Bismillahirrahmanirrahim.

Tetapi cinta dalam ucapan sajapun tidaklah cukup, bahkan menyatakan cinta hati tidak diikuti pengorbanan tidaklah cukup. Menyatakan cinta, padahal kehendak hati yang dicintai tidak diikuti, adalah cinta palsu. Sementara Allah tidak menyukai kepalsuan.

Kamu durhakai Allah, padahal kamu menyatakan cinta kepadaNya.
Ini adalah mustahil dalam kejadian, dan ini adalah ganjil dalam perkara.
Jika memang cintamu itu cinta sejati, niscaya kamu taat kepadaNya.
Sebab orang yang bercinta, terhadap yang dicintai, selalu patuh akanNya


Setidaknya demikian yang diucapkan penyair

Apabila kamu telah cinta pada Allah
Niscaya fana lah kesukaan dirimu sendiri,
Lebur kedalam kesukaan Allah SWT
Niscaya bertaubat kau, hanya satu Dia saja ingatanmu
Tidak terbelah-belah lagi.
Kalau terbelah sedikit saja, maka terbelah pula ketaatanmu,
Palsulah cintamu.


Dibalik ini, seorang sedang berkaca: ”ya Allah aku hanya manusia, manusia bersimbah kesalahan demi kesalahan, aku malu menghadapMu, tapi aku ingin menatapMu, masih adakah kesempatan untukku memperbaikinya..., maafkan cinta ini, maafkan cinta ini, maafkan cinta ini”

Farrosih
Referensi: Tafsir Al Azhar BUYA HAMKA

Cinta Sahabat


Sahabat,
Teringatku saat dahulu bersua
Saat pertama kali kampus membentuk
Bersua kita di jalan ini
Membersamai perjuangan
Secuil namun bermakna
Sepercik namun berarti
Hingga usia kampus Mamaksa beralih masa
Dengan sekuat upaya
Kitapun lulus dengan luar biasa nikmat
Dan alam nyatapun telah dihadapan
Dan pangabdian upaya mengantar kau
Pergi merambah dakwah dibumi kelahiran
Kita berpisah dalam kerangka dakwah
Sampaikan Islam di sana
Bawa islam bermakna
Sampaikan salam untuk para pejuang
Ikrar kita akan tetap sama
Untuk membersamai dakwah ini
Hingga diujung masa
Kini, setelah lama tak sua
Diakhir bulan lalu
Aku pergi ke tanah kelahiranmu
Bersama kawan bermisi pula
Sahabat... kita bersua, kita bersua
Kita bersua saat kau pegang microphone
Dihadapan para pejuang lain
Dihadapan ikhwan dan akhwat
Subhanallah.. dulu kita bersua dalam dakwah
Kita berpisah dalam dakwah
Dan kini kita bersua kembali dalam dakwah
Dak kitapun harus berpisah kembali dalam dakwah pula
Sahabat... berjanjilah untuk tetap bersama jalan ini
Berjanjilah pegang erat ikatan ini
Berjanjilah saat bersua nanti
Entah dimana dan bagaimana
Bukan hanya microphone yang kau pegang
tapi cucu’ buat orang tuamu