Ukhwah itu indah


Allahumma innata’lamu annahaadzihil qulub. qodijtama’at ala mahabbatik, wal taqot ala thooatik, watawahhadat ala da’watik, wata’aahadat ala nashroti syariiatik, fawassikilla humma roo bithotaha wa adimwuddaha wah dihaasubuulaha wam la’ha binuurikalladzi laa yakhbu, washrohsuduuroha bifaidiliimanibik wajamilittawakkulialaik wa ahyiha bima’rifatik wa amitha ‘alasyahaatati fii sabiilik, innaka ni’mal maula wa ni’mannashir.

ya Allah, sesungguhnya engkau maha mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepadamu, bersatu dalam rangka menyeru dijalanmu, dan berjanji setia untuk membela syariatmu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahayamu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepadamu , hidupkanlah dengan ma’rifatmu, dan matikanlah dalam keadaan syahid dijalanmu. seseungguhnya engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. amin

Dan doa ini mengajarkan kita untuk selalu dalam satu ikatan, karena ikhwah.. beban dakwah akan terasa indah bila kita hadapi bersama, oleh karena itu ia syarat akan makna kesatuan:

1. wihdatul ghoyah (kesatuan tujuan)
2. wihdatul aqidah (kesatuan aqidah)
3. wihdatul fiqrah (kesatuan pemikiran)
4. wihdatul minhaj (kesatuan landasan)
5. wihdatul jama’ah (qiyadah) (kesatuan jamaah)
6. wihdatul harokah (kesatuan pergerakan)
7. wihdatul as syu-ur (kesatuan perasaan)

Salam ukhwah
Farrosih

Menurut Engkau

Kelemahanlah isi tangan yang terbuka
Dalam ketidakberdayaan belajar meminta
Pada-Nya yang paling mengerti hajat manusia
Pada-Nya yang paling memahami maksud ciptaan-Nya
Pada-Nya yang paling mengetahui yang terbaik baginya

Rabb...
Berilah kami kebaikan,
Kebaikan yang menurut Engkau
Karena baik menurut kami
Mungkin tidak menurut Engkau
Kaulah Pencipta itu,
Pencipta kami dan Pencipta kebaikan

Berilah kami ilmu,
Ilmu yang baik dan manfaat
Menurut Engkau
Sekali lagi menurut Engkau

Berilah kami teman
Teman yang baik, menurut Engkau
Baik bagi akherat dan dunia kami
Baik bagi dakwah dan agama ini
Baik bagi keluarga dan jamaah ini
Kalau tidak menjadi baik
Maka gantilah dengan yang lebih baik
Menurut Engaku
Sekali lagi, menurut Engkau
Mata ini sering tersalah
Hati ini sering terlalai
Hanya Engkau yang paling mengetahui arti kebaikan
Bukan saya atau siapapun

Hembusan Angin...


Perjalanan waktu menghantar wasilah ini semakin menunjukkan existensinya menuju muara harap dan cita cita yang semakin hari semakin mendekat dari serangkaian harapan dan cita-cita futuhat para qiyadah sedari kecil lingkaran keajaiban tarbiyah itu di gelar di bumi nusantara hingga sampai di hadapan kini. Dari kecil dibangun, dari tidak memiliki apa-apa di pupuk, dari keterbatasan demi keterbatasan bangunan ini disiram, hingga buah keikhlasan dan kesabaran itu mampu dirasakan kini sebagai Rahmat dari Nya. Mari tanyakan pada mereka bagaimana sukarnya menanam, memupuk, menyiram, merawat bangunan dakwah ini. Mensejarahi perjuangan keseriusan mereka bagi kita adalah kemestian yang tidak boleh diabaikan begitu saja, memberikan hikmah pada kita bahwa, tidak mungkin bangunan jamaah ini dibangun dengan ketidak seriusan, tanpa ada kesadaran dan pengorbanan serta berfikir hanya akan melewati sedikit dan mudahnya beban.

Namun, semakin ia tinggi dan besar, maka angin yang berhembus pun akan terasa semakin kencang dan menghantam. Semakin ia tinggi semakin besar badai itu merobek bendera bangunan ini, semakin tumbuh maka semakin besar tantangan itu harus dihadapi, dan proses alam ini akan menghantarkan kita pada sebuah proses penilaian alamiah yang akan membuktikan siapa diantara mereka yang tetap dalam kesabaran dan keistiqomahannya atau siapa diantara mereka yang "ada" hanya disaat mudah saja serta "menghilang" saat harus melawan angin kencang dan badai yang menghantam.

”Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu Keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu Amat jauh terasa oleh mereka. mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau Kami sanggup tentulah Kami berangkat bersama-samamu." mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta” (At-Taubah:42)

Ikhwah, makna lain itu bernama cobaan, karena besarnya pahala yang Allah berikan berbanding lurus dengan besarnya angin yang dihembuskan, dan Allah bila mencintai suatu jamaah dakwah maka Allah akan hembuskan ia dengan angin yang akan semakin kencang sebagai satu dari tanda cintanya yang Maha indah yang terkadang keluar dari konteks kemanusiaan kita. Bila kita benci dengan apa yang telah dihembuskan-Nya maka kita kan beroleh kebencian-Nya, namun sebaliknya pabila kita ridho dengan apa yang diujikan-Nya kepada kita, maka kita kan beroleh keridhoaan-Nya pula. Semoga kaki yang lemah ini ditopang dengan azzam yang kuat ditambah bumbu kebersamaan yang akan selalu bersama menahan dan bertahan dalam alunan perputaran roda jamaah ini yang akan selalu berputar menuju mihwarnya yang semakin hari semakin dinamis saja, yang semakin hari semakin menemukan jenis angin yang semakin beragam, yang semakin hari semakin terlihat sebenar-benarnya tantangan musuh-musuh itu, dan tentu semua itu memerlukan pensikapan yang bijak dari kita sebagai bagian darinya.

Allahumma innanasalukal shobron...

Farrosih

Cinta dan kehilangan

“Yaumun lana wa yaumun ‘alaina”

Pada suatu hari kita beroleh kemenangan dan pada hari yang lain kita pula yang dikalahkan. Pada suatu hari kita berjumpa dengan yang kita inginkan dan pada hari yang lain kita pula yang ditinggalkan.

Disuatu sore, sahabatku yang kalem dari tanah kelahirannya di selatan Kalimantan Timur mengirim pesan singkat melalui handphone nya:

”Assalaamu’alaikum. Mohon do’anya ikhwah semua untuk kesembuhan abi, agar dapat melalui masa kritis penyakit jantung. Jazakallah. Wslm”

Aku hanya bisa menjawab
”Iya akhi... antum sabar ya...”

Sejenak kemudian tidak berselang beberapa jam, kabar dari sahabat yang lain datang bertamu di handphone ku.

“Innalillahi wa innailairoojiun, telah berpulang ke rahmatullah ayahanda akhi sholeh (hamas/paser) jam 16.30 sore tadi”

Hati ini langsung bergetar, sesosok wajah kalem nan bersahaja tiba-tiba muncul dihadapan pikiranku dengan senyum lembutnya membersamai takdir yang harus diterima, takdir yang telah membawa pergi harapan yang selama ini menjadi mimpi untuk kebahagiaannya. Kayu telah menjadi arang, bumi sudah terlanjur berjanji akan terus berputar tanpa harus berhenti melihat siapa yang kedinginan dengan malam dan siapa yang kepanasan dengan siang. Takdir itu telah menjadi nyata, ayat-ayat itu telah benar bukti adanya, ucapan dari lisan Nabi tercintapun telah menjelma dihadapan. Bahwa hari itu akan tiba, saat dimana kita harus berpisah dengan orang-orang yang kita cintai, dengan tangan mereka yang melambai ataukah tangan kita yang akan melambai mereka. Berharap adalah manusiawi, bersedih adalah biasa, menangis adalah wajar. Saat seperti itu, ketika cinta dan kehilangan harus berbenturan, maka hanya satu wadah paling aman dan setia menumpahkan perasaan dan kegalauan sebagai manusia yang begitu lemah, ya.. ALLAH lah tempat itu.

Mengingatkan kita pada kata bijak:

“Yaumun lana wa yaumun ‘alaina”

Pada suat hari kita bahagia dengan cita dan harapan kita, pada suatu harinya nanti, kecewa sedang menanti diujung sana. Bagai berputarnya bumi ia dipergilirkan sebagai rahmat yang begitu indah menyeksamai hikmah dari perjalanan hidup yang sebentar ini. Dan bila mimpi indah itu telah terbang kedunia lain membawa serta harapan dan cita-cita cinta kita, maka ingatlah kembali saat tentara uhud kaum muslimin kembali dari peperangan dengan wajah lesu dan menghilangnya semangat dan cita-cita mereka. Saat itu tujuh puluh Mujahid fii sabilillah gugur, diantaranya adalah paman Nabi sendiri Hamzah bin Abdul Muthalib, Nabi sendiri pun mendapat luka. Maka terlihatlah kelesuan, kebimbangan, lemah semangat dan duka cita menghinggapi di hampir semua pasukan kala itu. Maka kedatangan merekapun disambut dengan kalimat motivasi dari Allah SWT sang penentu takdir ”Wala tahinu, wala tahzanu, wa antumul a’launa inkuntum mu’minin”, kalimat itu datang dari langit, membangunkan jiwa-jiwa yang kehilangan, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan harapan yang terlanjur membumbung tinggi, menyeksamai arti penting dari ”cinta dan kehilangan”

Maka sahabat, cintailah apa adanya, bencilah ala kadarnya, sehingga bila suatu saat terluput maka tiada ada yang terasa berat dalam sengsara. Bila kita telah siap dengan bahagia, cukuplah adil bila kita harus siap pula dengan kecewa. Bahagia dan kecewa adalah bagai dua sisi mata uang yang akan selalu bersama dalam menghargai arti dari sebuah kehidupan yang semakin hari, semakin menunjukkan corak warna warninya. Bahagia adalah manusiawi, kecewa adalah manusiawi, tertawa adalah manusiawi, menangis pun adalah manusiawi, namun mereka akan bernilai indah, dengan seni ibadah bernilai dihadapan Rabb kita, manakala ia dibingkai dengan keimanan yang selalu menyertai Allah dimanapun dan bagaimanapun warna itu ada. Namun satu hal yang menjadi pentingnya sebuah catatan adalah manakala kita bisa berbaik sangka padaNya dengan sebaik-baik sangkaan yang pernah ada dan yang pernah kita kenal.

”Akupun bahagia
Dan akupun akan kecewa”

Farrosih