Membingkai cinta

"Allah tidak menjamin pernikahan bagi orang yang bercinta, tapi Allah menjamin cinta bagi orang yang menikah"

Kitalah manusia itu, yang sejatinya ada dibersamai oleh unsur unsur pelengkap kemanusiaan sebagai anugrah fakta yang tak bisa disanggah akan Maha Mengetahui dan Maha Pengasihnya Allah SWT terhadap ke ghaib-an masa depan. Unsur itu sangat lengkap dan tak terhitung jumlahnya, salah satunya adalah manusia dilengkapi oleh Allah SWT dengan rasa cinta. Hanya manusia yang bengis saja yang tidak memiliki rasa cinta, hanya manusia yang melawan fithrah saja yang marah kala berbicara cinta, padahal ia ada bukan untuk di hindari atau di prasangkai. Hanya yang menjadi persoalan kemudian adalah bagaimana seseorang membingkainya. Sebagai seorang insan dari sang Pencipta, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk membingkai rasa cinta itu dengan bingkai keimanan yang sumber mata air alirannya adalah Allah SWT. Dari Hulu ke Hilir ia mengalir, baik tidaknya muara di Hilir sana, sangat tergantung murni tidaknya mata air di Hulu sini. Kala yang menjadi sumber pijakan itu adalah Allah SWT, maka muaranya akan bersandar pada pelabuhan yang bernama Pernikahan. Karena pernikahan adalah refleksi dari membingkai cinta dengan keimanan. Dan Allah yang akan menjamin wujud cinta itu kala dibingkai dengan keimanan yang terefleksikan dengan ikatan suci. Sangatlah benar kata bertuah diatas bahwa "Allah tidak menjamin pernikahan bagi orang yang bercinta, tapi Allah menjamin cinta bagi orang yang menikah". Karena cinta bukan satu satunya alasan orang menikah, tapi menikah adalah alasan orang menggapai cinta. Karena cinta bukanlah satu satunya asbab orang dapat menikah, tapi menikah adalah asbab orang mendapatkan cinta. Suatu hari seorang anak manusia datang bertanya pada gurunya, mengatakan: "Ustadz bagaimana dengan menikah tanpa ada rasa cinta?" sang gurupun berdiam sejenak, kemudian menjawab: "akhi.. karena memang kita tidak berhak dan tidak boleh mencintai yang memang bukan hak kita, saat menjadi pasangan yang sah itulah antum berhak mencintainya dalam arti cintanya bani Adam". sobat.. mari bertanya pada mereka tentang keabsahan jawaban ini!!

Sahabat, ditengah apapun kondisi hati kita saat ini, dalam tema ini marilah kita belajar dari kisanya kang Abik dalam "pudarnya pesona Cleopatra", disana ada sisi kemanusian sebagai keturunan Adam, disana ada seni bagaimana cinta itu muncul karena sikap dan keteladanan yang terus menerus dalam amal amal ikhlas kebaikan, disana kita belajar bagaimana rahasia cinta itu bisa muncul meski kata "terlambat" harus menyudahi kisahnya.

Mengutip pesan KH. Bahrani Selamat, dalam beberapa pekan terakhir saat mentafsir hadits yang mengharuskan anak manusia mengutamakan agamanya dari pada apapun (LIDINIHA), beliau mengatakan: "Dengan agamanya ia akan mampu menjadi kaya, karena bila rezeki itu ada banyak tidak diboros-boroskan, bila ada sedikit dipada padakan, banyak tidak dilebih lebihkan, sedikit dicukup cukupkan, dalam bahasa akhlaqnya adalah qonaah. Dengan agamanya ia akan mampu memperbaiki nasabnya (keturunannya). karena orang yang beragama mampu memahami bagaimana ia harus bersikap. Dengan agamanya ia akan mampu mempercantik dirinya. Tidak hanya cantik sebelum menikah namun juga cantik ketika sudah menikah dihadapan suaminya, karena orang yang baik agamanya sangat faham tugas dan kewajibannya dalam hal penampilan". Itulah sedikit pesan beliau dalam sebuah obrolan santai penuh kehangatan bagai seorang kakek yang sangat sayang pada cucu nya.

Oleh karena itu sahabat, yakinlah dengan pernikahan, bahwa ia akan menjadi sarana bagi kita untuk lebih mendekat dalam ibadah khusu' pada Allah SWT, sehingga cita cita Imam Syahid Hasal Al Banna dalam marotibul amal nya, dapat kita realisasikan dalam hidup dan kehidupan berjamaah nya kita dalam dakwah ini.

Farrosih
"Saat belajar dari kealpaan"

Teruntuk saudara (i) ku di hari bahagianya(akhi harianto & ukhti iis, akhi didit & ukhti eka, akhi Nur & ukhti siti)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar