Kalau tidak

Sibukkanlah diri dalam perkara-perkara besar, kalau tidak anda pun akan disibukkan dengan perkara-perkara kecil.
Sibukkanlah diri dalam perbuatan yang bermanfaat kalau tidak Anda akan di sibukkan dengan perbuatan yang tidak bermanfaat.
Gunakanlah waktu Anda untuk beribadah di jalan Allah, kalau tidak waktu Anda pun suatu saat akan habis, tapi tidak untuk ibadah di jalan Allah.
Gunakanlah tenaga Anda untuk berjuang di jalan Allah, kalau tidak tenaga Anda pun suatu saat akan habis tapi tidak untuk berjuang di jalan Allah.
Infakkanlah sebagian harta Anda sebagai tabungan di akhirat kelak, kalau tidak harta anda pun suatu saat akan habis, tapi Anda tidak punya tabungan di akhirat kelak.
Matilah kita semua dalam taat kepada Allah, kalau tidak suatu saat pun kita pasti akan mati tapi tidak dalam taat pada Allah.

Dibaliknya

Suatu hari si “bahagia” datang kepada “kecewa”
Bertanya akan kabar darinya. Lalu si “kecewa” menjawab
“Aku baik-baik saja”. Si “bahagia” ragu dengan jawaban itu, lalu ditanyanya pula “mengapa ada kecewa yang baik-baik saja?”. Lalu di jawab oleh “kecewa”, “karena kecewa adalah bagian dari “bahagia”, karena semakin kecewa ia maka semakin terasa makna bahagia. Seketika itu si “bahagia” kecewa dengannya. (Farrosih)

Wahai takdirku...
Sebentar lagi bulan akan tenggelam
Dan akan berlutut dikaki pagi
Bila mentari telah benar-benar terbit ditimur sana
Maka sebelumnya mari...
Kita persiang malam dengan do'a,
Do'a yang berlayangan
Tangan yang merekah
Hati yang tertunduk
Kalau harus menangis... Maka menangislah !!
Biarkan air mata itu jatuh membasahi bumi
Karena nanti bunga yang ada ditaman hati akan tersenyum mekar
Dan pinta diatas puja adalah benar pinta bukan dusta
Hingga penduduk langit ikut membantu
Merayu Dia supaya rindu adalah benar
Supaya sayang adalah benar
Supaya cinta adalah benar
Pintakan untukku
Supaya lurus...
Selalu iman
Supaya kuat...
Selalu mampu bertahan
Karena lemah yang begitu menyelimut
Karena dosa yang tak bersebut
Duhai takdirku...
Sambutlah tangan ini
Bersama kita tuju yang kita nanti
Yang menjadi bara dalam api aktifitas
Yang menjadi sinar dalam gelap rutinitas

(terimakasih telah menjadi istriku)

Akhi tersayang...

Sepulang dari pertemuan di student centre (SC)universitas mulawarman kaltim kupacu roda duaku kembali menuju rumah, sisuatu sore yang penuh semangat meneropong ulang hasil diskusi bersama kawan-kawan sembari menarik nafas panjang menikmati udara sore kampus unmul yang indah ini, kupacu roda duaku melewati suatu fakultas, ya.. Fak. MIPA, yang tanpa sadar mengingatkanku pada seorang sahabat dakwah, seorang periang yang lembut hati dan lembut tilawah qur'annya, teguh dan kokoh pendiriaannya, pernah kusaksikan ia menangis saat membersamai bacaan qur'annya. meski butiran bening diujung kelopak mata ini tak bisa kubendung, namun kenyataannya ia telah menjemput takdirnya dibumi keraton, Yogyakarta. untuk selamanya. sangat ingin kukatakan padanya,

akhi tersayang... ternayata banyak cara bagi Allah memuliakan hambaNya, tepat saat-saat di 10 malam terakhirNya di bulan ramadhan yang penuh keberkahan ini Allah memanggilmu untuk selamanya sepulang mengisi acara ifthor mahasiswa pasca sarjana, melalui takdirNya yang sempurna yang hanya Dia yang mengetahui rahasianya, kecelakaan itu hanya perantara saja dari kehendakNya, Allah tlah menetapkan semuanya, termasuk kapan kita harus bertemu denganNya. akhi... padahal beberapa hari lalu dalam obrolan panjang ditelephone kita telah berjanji untuk bertemu di Samarinda pada tanggal 4 oktober, Yogyakarta adalah daerah terakhirmu membersamai dunia yang fana ini, ternyata Allah lebih menyayangimu daripada kami akh, karena cintaNya kaupun dipanggilNya, meski tak kuasa kutahan airmata ini, kenangan persahabatan sejati dijalan Allah tak akan pernah kulupa selamanya. kami tahu perjalananmu dibumi keraton adalah untuk dakwah, kami tahu kalau misimu untuk memuliakan agama Allah sekembalinya nanti dengan bidang ilmu yang kau pelajari, kami menginspirasimu dan akan melanjutkan perjuangan itu.
wahai akhi tersayang.. selamat jalan, selamat bertemu Allah SWT, selamat tinggal wahai pejuang, meski selamanya kita tak akan bertemu lagi, semoga di 'disana' ditempat yang hanya Allah yang mengetahuinya kita dikumpulkan oleh Allah dalam keridhoan yang menjadi asbab cinta persahabatan kita selama ini. dan semoga Allah mengkaruniakan pahala syahid untukmu

akhi Sujarno.. selamat jalan
Ya Allah.. sabarkan keluarganya, muliakan siapapun yang pernah mencintainya...

"Jangan pernah surutkan semangatmu untuk terus berjuang... Jalan dakwah ini masih panjang..." (Sujarno)

Farrosih

Malam di "Lailatul Khatibah"















Malam di Lailatul Khatibah
Menyeksamai pesan nubuwwah
Dari para pengemban risalah
Pesannya “antum harus tabah”
Pintanya “antum harus qonaah”
Serunya “antum harus istiqomah”
Ibanya “teruslah berdakwah”
Menerawang membaca rahasia tsiqoh
Pengalaman yang akan menjadi petuah
Guru yang akan menjadi qudwah
Suatu hari nanti saat membersamai masalah
Dengannya semoga kami tidak kalah
Semua tergantung Rahmat Ilallah
Terimakasih ustadz, Ana uhibbukum fillah
Doakan kami tetap kokoh dalam tarbiyah
Doakan kami agar selalu dibimbing hidayah
Doakan kami menjadi hamba yang amanah
Diantara lemah kaki kami melangkah
Ditengah tetes demi tetes air mata resah


Thursday, August 07th 2009
Farrosih, Al Hamra

Rahasia dua lelaki

dari balik tabir, kudengarkan wanita itu bicara
mengisahkan pengalaman yang akan menjadi guru

***

“aku bertemu dua lelaki”, dia memulai cerita
dengan suara lembut, riang, sekaligus sendu
aku menerka demikian pula wajahnya
“kurasa dua-duanya mampu membuatku tak bisa menolak
jika mereka punya kehendak”
“oh ya?”, kudengarkan sambil dalam hati mengucap “Rabbi..”

***

“lelaki pertama berparas titisan yusuf,
hartanya warisan sulaiman, gagahnya serupa musa”
wanita itu berhenti, sejenak menghela nafasnya
aku menggigit bibir dan mendalamkan tundukku

***

“dan tahukah kau”, suaranya cekat kini,
“setelah bicara padanya, aku pulang terpesona
merasa telah berjumpa dengan lelaki paling rupawan
bercakap dengan insan paling bijaksana”

***

aku tak ingin tahu lebih banyak,
jadi kutanyakan padanya tentang lelaki kedua
dan sepertinya dia tersenyum

***

“seusai berbincang dengan lelaki kedua”, katanya
“aku pulang dengan bahagia, merasa penuh pesona
merasa menjadi wanita paling jelita
merasa diriku perempuan paling cendikia”

***

“jadi di antara mereka”, tanyaku sambil mengepalkan jemari
“siapa yang lebih tampan, siapa yang lebih mengagumkan?”
kurasa dia tersenyum lagi, menertawakanku barangkali
“laki- laki pertama lebih mencintai dirinya sendiri
dia bersukacita saat menebarkan pesona
dia bahagia ketika banyak hati memujanya”

***

“laki-laki kedua mempesona bukan karena dirinya
daya pikatnya ada pada perhatiannya, yang membuatku
merasa ada, merasa bermakna, merasa berharga”

***

“jadi”, aku menyimpulkan perlahan, “kaumemilih yang kedua?”
dia tersenyum lagi, “aku telah mendapatkan yang ketiga”
“laki-laki suci; yang memuliakanku dengan menikahiku
dia menjaga kesuciannya dengan pernikahan
dia menjaga pernikahannya dengan kesucian
dia berupaya untuk mempunya pesona lelaki pertama, tanpa mengumbarnya
dia belajar memiliki pesona lelaki kedua, untuk mengagungkan isterinya
meski jauh dari sempurna dia mengingatkanku pada sabda Sang Nabi;
sebaik-baik lelaki adalah yang paling memuliakan perempuan”


Taken from: http://fillah.co.cc

Tulang rusuk, perumpamaan


Telaah madah

Dalam kensunyian ramai, menelaah panjang diawal pagi, kucoba berdiam menyeksamai persoalan romantika "benarkah siti hawa tercipta dari tulang rusuk nabi Adam?", kabar yang berlayangan hingga hinggap dibenak setelah seorang penulis yang berasal dari Kota Samarinda* yang tulisannya banyak menelaah tentang perbandingan agama mengatakan tepat dihadapanku "ternyata pemahaman bahwa siti hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam adalah pemahaman umat Yahudi yang berasal dari Taurat", benarkah? mari seksamai tulisan berikut, insyaAllah membawa kebaikan.

Berfirman Allah swt
"dan berkata Kami: Wahai Adam! tinggallah engkau dan istri engkau ditaman ini, dan makanlah berdua daripadanya dengan sukamu berdua, dan janganlah kamu berdua mendekat pohon ini, karena (kalau mendekat) akan jadilah kamu berdua dari orang orang yang aniaya" (Q.S. 2:35)

setelah lepas dari ujian tentang nama nama ilmu yang diajarkan oleh Allah dan lulus ujian ini melebihi Malaikat, setelah lepas dari ujian kepada Malaikat yang diperintahkan sujud, dan sujud semua kecuali Iblis, barulah Adam disuruh berdiam didalam taman itu bersama istrinya. Dalam ayat ini keberadaan istri nabi adam telah ada dijadikan oleh Allah, yang namanya telah diketahui oleh ketiga agama, Islam, yahudi dan nasrani, yang tersebut dengan nama HAWA. namun tidak dijelaskan dalam ayat ini asal kejadian itu (bahwa hawa tercipta dari tulang rusuk nabi Adam) dan tidak pula diterangkan dalam ayat yang lain. Bagi orang yahudi dan nasrani, berdasar pada Kitab Perjanjian Lama (Kejadian, pasal 2 ayat 20 s/d 24) mempunyai kepercayaan bahwa, Hawa itu dijadikan Tuhan dari tulang rusuk nabi Adam, yang dicabut tulang rusuknya saat dia sedang tertidur, lalu diciptakan menjadi perempuan untuk dijadikan istrinya.

Didalam islam kepercayaan yang umum tentang Hawa terjadi dari tulang rusuk nabi Adam itu, bukanlah karena percaya kepada kitab kejadian pasal 2 tersebut, karena nabi saw telah memberi ingat bahwa kitab-kitab taurat yang sekarang ini tidaklah asli lagi, sudah banyak catatan manusia dan manusianya itu tidak terang siapa orangnya. bahkan naskah aslinya hingga sekarang tidak ada. hal ini diakui sendiri oleh orang yahudi dan nasrani. Akan tetapi nabi saw sendiri pernah bersabda, ketika beliau mengingatkan laki-laki terhadap perangai dan tabiat perempuan, agar supaya pandai-pandai membimbingnya. Maka tersebutlah dalam sebuah hadis yang drawikan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah, beliau bersabda:

"Peliharalah perempuan-perempuan itu sebaik baiknya, karena sesungguhnya perempuan dijadikan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya yang paling bengkok dari tulang rusuk itu, ialah sebelah atasnya. Maka jika engkau coba meluruskannya niscaya engkau patahkan dia. Dan jika engkau tinggalkan saja dia akan tetap bengkok. sebab itu peliharalah (jagalah) perempuan itu baik-baik"

Pabila kita menyeksamai hadist diatas, tidaklah ia dapat dijadkan alasan bahwa perempuan, terutama siti hawa, terjadi daripada tulang rusuk nabi Adam. yang menjadi maksud hadist ini adalah membuat perumpamaan dari bengkok atau bengkoknya jiwa perempuan, sehingga sulit membentuknya, sama keadaannya dengan tulang rusuk, dan kaidah tulang rusuk adalah tidak bisa dipaksa-paksa, karena ia akan patah. Bila dibiarkan saja dan tidak sabar menghadapinya, ia akan semakin bengkok. Didalam hadist shahih bukhori Muslim yang lain juga diterangkan, nabi saw bersabda

"Perempuan itu adalah seperti tulang rusuk, jika engkau coba meluruskannya diapun patuh. Dan jika engkau bersuka-sukaan dengan dia, maka bersuka-suka juga engkau, namun dia tetap bengkok"

dari riwayat Imam Muslim, Nabi saw bersabda

"sesungguhnya perempuan itu dijadikan dari tulang rusuk, dia tidak akan dapat lurus untuk engkau atas suatu jalan. jika engkau mengambil kesenangan dengan dia, namun dia tetap bengkok, dan jika engkau coba meluruskannya, niscaya engkau mematahkannya. patahnya itu talaknya"

Pada hadits pertama sudah nyata tidak ada tersebut bahwa Hawa terjadi dari tulang rusuk Adam. Pada hadits yang kedua sudah jelas lagi bahwa itu hanya perumpamaan. Hadits yang ketiga menjadi lebih jelas karena telah ada hadits yang kedua, bahwa itu adalah perumpamaan. Hadits yang ketiga menambah jelas kalau laki-laki tidak berhati-hati membimbing istrinya dan bersikap keras terhadapnya maka talaklah yang terjadi dan patah aranglah bahtera rumah tangga.

Memang ada tersebut dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, al Baihaqi dan Ibnu 'Asakir, yaitu perkataan dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud dan beberapa orang dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah saw, mereka berkata:

"Tatkala Adam telah berdiam didalam syurga itu, berjalanlah dia seorang diri dalam kesepian, tidak ada pasangan (istri) yang akan menentramkannya. Maka tidurlah dia, lalu dia bangun. Tiba -tiba disisi kepalanya seorang perempuan sedang duduk, yangtelah dijadikan Allah daripada tulang rusuknya"

Rwayat itu sudah jelas bukanlah sabda Rasulullah Saw melainkan perkatan Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Mas'ud. Oleh karena riwayat ini adalah perkataan sahabi, maka nilainya untuk dipegang sebagai suatu aqidah tidak sama lagi dengan hadits yang shahih dari Nabi, apatah lagi dengan Al qur'an. Besar kemungkinan perkataan kedua shabat itu terpengaruh oleh berita berita orang yahudi yang ada di Madinah saat itu, yang berpegang kepada isi kitab kejadian pasal 2 ayat 21 "maka didatangkan Tuhan Allah kepada Adam itu tidur yang lelap, lalu tidurlah ia, maka diambil Allah tulang ditutupkannya pula degan daging. Maka dari tulang yang telah dikeluarkan dari dalam Adam itu, diperbuat Tuhan seorang perempuan, lalu dibawakan kepada Adam"

Rasul memberikan pedoman kepada para sahabat dalam hal menilai berita yang disampaikan ahlul kitab,

"dan telah mengeluarkan bukhori daripada hadits abu hurairah, kata Abu Hurairah itu: adalah ahlu kitab itu membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka tafsirkan dia kedalam bahasa arab untuk orang orang Islam. Maka berkatalah Rasulullah saw: Janganlah kamu langsung membenarkan ahlul kitab itu dan jangan pula langsng kamu dustakan, tetapi katakanlah: Kami beriman kepada Allah"

Berdasar dari hadits ini jadi besarlah kemungkinan bahwa siti hawa terjadi dari tulang rusuk nabi Adam yang diberikan ibu abbas dan ibnu mas'ud ini didengar mereka dari Taurat yang dibacakan ahlul kitab itu, lalu mereka terima saja sebagaimana adanya sebagai suatu fakta yang mereka terima, yang boleh diolah dan diselidiki. Maka darik hal itu pula, tidaklah salah kalau ada orang yang tidak memgang teguh i'tikat bahwasanya hawa terjadi daripada tulang rusuk nabi Adam, sebab tidak firman Allah dalam al qur'an dan tidak ada sabda nabi yang menerangkan akan hal itu. Yang ada hanya berita atau penafsiran dari Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Mas'ud yang besar kemungkinan mereka mendengar dari dari orang Yahudi.

Dan hadits bukhori dan Muslim yang tiga diatas kita terima dan kita amalkan dengan segala kerendahan hati, untuk pedoman menghadapi kaum wanita, sebagai teman hidup laki laki di dunia ini. apatah lagi dikuatkan dengan hadits berikut, nabi saw bersabda,

"Peliharalah perempuan itu sebaik baiknya, karena kamu telah mengambilnya dengan amanat dari Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat kalimat Allah"

Syeikh Muhammad Abduh dalam pelajaran tafsrinya, yang dicatat oleh muridnya Sayid Muhammad Rasyid Ridho dalam tafsirnya al manar menyatakan pula pendapat hadits yang mengatakan perempuan terjadi dari tulang rusuk itu bukanlah benar benar tulang rusuk, melainkan suatu kias perumpamaan belaka, sebagaimana contoh lain dalam al quran surah 21 ayat 27 "telah dijadikan manusia itu dari sifat terburu buru". dan benar atau tidaknya riwayat siti hawa terjadi daripada tulang rusuk nabi Adam, namun demikian istri tidaklah terjadi dari tulang rusuk suaminya.

Tulang rusuk, sebuah Perumpamaan
Maka begitulah tulang rusuk yang harus diakui oleh wanita, suka ataupun tidak. Untuk pmebahasan laki laki karena bab pembahasannya akan berbeda. Dalam dunia rumah tangga manakala seorang suami tidak mengenal bengkoknya jiwa istri ini, lalu bersikap keras maka perceraianlah yang akan terjadi, sehingga pabila terdapat sesuatu kekurangan difihak istri agar tidak tergesa gesa menjatuhkan talak, sebab hadits diatas memberikan tuntunan yang sangat dalam. Fahamilah bahwa "Tidak ada lesung yang tidak berdetak", "tidak ada gading yang tidak retak", tidak ada seorang perempuanpun dimuka bumi ini yang sunyi dari kelemahan jiwa demikian, demikian pula para lelaki. Tetapi laki laki atau suami yang memegang ketiga hadits diatas ditambah hadits yang ke empat akan sanggup hidup rukun dengan istrinya dalam irama rumah tangga yang kadang kadang gembira juga kadang kadang muram. Hal itu sangat diperlukan mengingat seorang laki-laki atau suami juga akan menghadapi wanita wanita diluar istrinya, disana ada adik perempuannya, disana ada anak anak perempuannya, dsb. wallahu'alam bis showaf

Farrosih
Referensi: Tafsir Al Azhar, Buya Hamka

aku merindukanmu


telah lama aku menunggu
perjumpaan disuatu senja
saat lengkingan takbir bergemuruh
menanda saat berlepas dahaga

tak kuat lagi kupendam
rasa ingin membersama
saat tidurnya menuai pahala
saat sedikitnya berpesan barokah

kupejam mata ini
kudiamkam sejenak hati ini
kuperkuat kerinduan ini
kuperpanjang azzam di hati
menyeksamai perjumpaan hari
dimana sang Perkasa menutup rapat pintu neraka
dimana sang Penguasa membuka lebar pintu syurga

syahrut taubah
syahrut tarbiyah
satu bulan berhadap sebelas nya
berbekal untuk menghadapinya

ramadhan...
ramadhan...

aku rinduimu

kalau memang benar
ini ramadhanku yang terakhir
maka beri kesempatan aku menyempurnakannya

Farrosih

Dakwah ini mengajarkan kami


Dakwah ini mengajarkan kami,
Saat kami terlelah,
Saat aktifitas yang bergelombang disetiap jam berputar menjadikan kaki lemah ini terasa nyilu, namun disaat itu pula berlayangan dalam benak hati terdalam kami bahwa tak seberapanya pengorbanan yang kami berikan, bahkan tak layak dibandingkan sebagaimana rasul beserta sahabat dahulu yang bukan hanya terlelah bahkan terancam, tersakiti, tertindas dalam dakwahnya, namun semua itu ia hadapai bak teguh gunung yang menjulang perkasa. Adalah dakwah yang menginspirasi kami bahwa "biarlah kelelahan itu yang merasa kelelahan mengejar ngejar kami" sampai suatu hari allah takdirkan tempat terbaik yang dijanjikan. Dakwah ini mengajarkan kepada kami bahwa balasan kebaikan yang allah berikan berbanding lurus dengan kadar kelelahan yang dikerjakan, maka bukanlah kelelahan yang menjadi ketakutan kami namun saat niatan yang tidak berorientasikan allah membersamai langkah ini mendominasi disetiap detik irama nadanya.

Dakwah ini mengajarkan kami,
Saat kami diuji ketahanan,
Saat dunia menawarkan keelokan sutra bertabur mutiara indah bermandikan kesilauan, saat satu persatu aktivis dakwah perlahan mundur karena kecewa atau tidak bisa menerima, atau perlahan idealisme itu berhamburan, berlayangan tak karuan hingga tak bisa membedakan apakah ini baik, syubhat atau tidak, seolah telah melupakan bahwa berkumpulnya kita di sini karena allah yang menjadikan dakwah ini sebaik baik aktifitas. "tertahan menjadi terasing, tetap disini menjadi diprasangkai, menjaga idealisme dengan hijab dikata idealis dan bukan zamannya". Tapi kami berazzam selama matahari masih terbit disisi timur dunia, dan rembulan masih bersinar terang, kami tlah berikrar bahwa pertemuan dan perpisahan adalah semua oleh karena allah, membenci dan mencintai adalah semua oleh karena allah, asal kami tetap disini bertahan dengan amal amal yang diridhoinya.

Dakwah ini mengajarkan kami,
Saat kami diperintah,
Saat seruan itu hampir disetiap harinya mengisi dan mendominasi disetiap inbox pesan di hp kami, ternyata dakwah ini mengajarkan kami, bahwa disana ana pahala, disana ada kerjasama, disana ada barokahnya bekerja, kami yakini bahwa ini bukan dalam konteks "sapi perah" karena kami lihat disana ada sang pengirim pesan sedang juga membersamainya.

Dakwah ini mengajarkan kami,
Saat hati bergejolak,
Saat sang waktu tidak cukup bijak mengejar terus menerus usia yang tak terasa melebihi angka dewasa, ada sebenih titik kehampaan karena berjalan seorang, dibalik sujud kami berkata "robb.. Diamkan hati ini, jangan biarkan ia mengambil menguras sebagian besar waktu kami, amal kami, ukhwah kami baik ukhwah kawan maupun jamaah", suatu perasaan yang sulit ditafsir tapi teramat mudah ditebak. Sekali lagi dakwah mengajarkan kami untuk bersabar dalam penantian.

Dakwah ini mengajarkan kami,
Saat cinta datang menghampiri,
Saat perasaan itu berlayangan dan bergantungan dikolong langit, saat menyeksamai sekumpulan mereka yang tidak lagi menjaga pandangan, berdalih "saya tidak menatap orangnya, tapi hanya fotonya, boleh kan? " sekali lagi dakwah mengajarkan kami untuk selalu mengedepankan husnudzon, dakwah ini mengajarkan kami bahwa ikrar kami adalah "cinta ini hanya untuk allah", "cinta ini untuk rasul allah", "cinta ini untuk orang-orang yang selalu memuji allah dalam syair cintanya", "cinta ini untuk mereka yang cinta pada allah". Meski tak dipungkiri kitalah manusia itu dengan aksesoris kelemahan dan kealpaan, menengadah berharap cinta itu bermuara kepada orang yang diridhoi diin dan akhlaqnya.. Siapapun mereka...

Dakwah ini mengajarkan kami,
Saat berumah tangga,
Bahwa kapal yang berlayar adalah kapal yang berani berhadap ombak, berani berhadap gelombang, berani berhadap karang, berani berhadap badai menghantam membersamai luas dan dalamnya lautan. Berharap suatu hari nanti kami bisa mendarat dipesisir syurga bersama dalam perjuangan menghadapi kenyataan hidup yang sesungguhnya.

Dakwah ini mengajarkan kami,
Saat menghadapi masalah,
Saat satu persatu ujian demi ujian itu hinggap membersamai kenyataan hidup berbumbu tangis beraroma kesedihan yang entah oleh sebab sukar ataupun senang. Kami diajarkan oleh dakwah, bahwa yang menjadi permasalahan bukan terletak pada apa itu masalah, tapi sikap dalam menghadapi permasalahan itulah sesungguhnya yang sering menjadi masalah, selama allah yang menjadi tujuan, allah yang menjadi asbab, allah yang menjadi tempat cucuran perasaan, maka selama itu pula semua masalah akan menjadi barokah dan akan menempa kami untuk semakin berani mencari solusi

Dakwah ini mengajarkan kami,
Saat tua nanti, saat kami tidak pernah menyesal telah ada dan akan selalu ada bersama dan membersamai dakwah yang telah mengajarkan kami untuk menyeksamainya hingga ajal menjemput. Nahnu duat qobla kullai syai'.

”orang yang gagal sebenarnya bukan orang yang tidak bisa, tapi kebanyakan orang yang gagal adalah mereka yang tidak bisa menyalakan apai kecil dalam dadanya, dan api kecil itu bernama semangat"

Oleh karena itu wahai diri, semangatlah mengejar impian dakwah kita, buang jauh prasangka negatif, singkirkan keragu raguan, enyahkan syetan dari dalam dada kita, usir ia dari setiap aliran nadi darah kita dengan selalu mengingat-nya, sehingga suatu hari nanti kita bisa bertemu dengan allah dalam keadaan allah ridho kepada kita. Wallahu’alam bis showab

Farrosih

Memaknai Luas Samudra


Menelaah seuntai kisah yang tertinggal disekian masa silam menyeksamai kegembiraan yang akan telah berlenggang diantara ramai canda tawa santri santri pesantren Daarut Tauhid. anak putri pertama Aa Gym menggenapkan kesempurnaan separoh agamanya menyelaksai diusia yang semakin dewasa bertemu dengan pangerannya diatas ridho sang ayah. ketika suatu hari ditengah kegembiraan yang berlayangan disebuah daerah yang terletak di Bandung itu, seorang bertanya kepada sang ayah (Aa Gym) tentang apa pesannya pada putrinya yang dipersunting lelaki gagah nan sholeh, sang ayah hanya berpesan "SELAMAT BERJUANG ANAK ANAKKU". Dalam lebatnya hujan akupun berfikir dalam ingatan yang tak mau diam untuk bertanya mengapa pesan sang ayah "selamat berjuang". Ternyata setelah difaham dalam, ditelaah jauh, direnung panjang, mahligai keluarga adalah samudra seni hidup sesungguhnya yang disanalah terletak lukisan peradaban berbumbukan airmata, air mata bahagia juga airmata lainnya. Selamat berjuang adalah simbol pengorbanan, adalah simbol pertempuran, adalah simbol pergolakan, adalah simbol kematangan kala ujian baik senang ataupun tidak terhampar dihadapan. Pesan yang begitu indah mengingat sayang sang Ayah kepada anak-anaknya, bahwa kapal yang berlayar adalah kapal yang berani berhadap ombak, berani berhadap gelombang, berani berhadap karang, berani berhadap badai menghantam membersamai luas dan dalamnya lautan. berharap suatu hari nanti mereka bisa mendarat dipesisir syurga bersama dalam perjuangan menghadapi kenyataan hidup yang sesungguhnya.

“Tak jarang badai yang paling ganas justru semakin mempercepat laju kapal berlayar di tengah laut”

adalah Allah SWT yang Maha mengetahui hajat dan masa belakang maupun depan anak manusia, melukiskan dengan indah menyeksamai makna pesan sang ayah "selamat berjuang". Allah SWT berfirman "apakah kalian mengira akan masuk syurga, padahal Allah belum melihat diantara kalian siapa yang bersungguh-sungguh (berjuang) dan siapa yang bersabar".

Tiada kata bijak seindah hikmah, tiada pesan ikhlas seindah bekal. Maka sahabat, berekallah... karena lautan itu dalam, karena samudra itu luas, yang anginnya kencang dan gelombangnya menghantam. Namun dibalik itu semua ada seuntai harap dalam asa terpendam yang selalu menjadi api kecil dalam dada semangat, menjadi inspirasi memotifasi, kala Allah menjanjikan separoh agama, kala Allah menjanjikan fadhilah, kala Allah menjanjikan ketenangan yang tak bisa diraih selain dengan mengarunginya, mengarungi samudra pernikahan dengan pernak periknya. Berbekallah sebagaimana Rasul berbekal, Berbekallah sebagaimana siti khadijah berbekal, berbekallah sebagimana Ali dipersiapkan, sebagimana Fatimah di bekalkan, menyeksamai Siti Aisyah yang selalu belajar dan belajar.

Percayalah sahabat, mungkin dibalik itu semua tersemat persoalan lain yang sulit tergoreskan tinta, bahwa Allah itu ada dan Ia ada sebelum kata ada itu ada, meski kata ada itu tidak ada, Allah akan selalu ada. Maka yakinilah Ia, bahwa ketika kita semua berada dalam rahim ibu kita, Allah telah menulis semua perkara kita, dari usia, ajal, jodoh, maupun rezeki. Dan semua itu tidak ada yang terlewatkan dan selisih sedikitpun karena Allah maha Latief, Allah Maha 'alim akan hajat hajat kita sebagai manusia, tidak akan bergeser sedikit masapun kala Allah telah menuliskannya, pun seperti ajal, yang tidak bisa maju walau sedetik, dan tak bisa mundur walau sedetikpun juga. Yang menjadi persoalan sekarang adalah "sejauh mana kita bisa mengambil hati Allah SWT, sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang shaleh terdahulu adalah mereka yang pandai mengambil hati Rabbnya, dengan merayu sambil menangis, dengan bersembunyi diantara amal amal diamnya, dengan selalu mengingatNya dalam setiap nadi berdetak, sehingga dengan amalnya Allah menjadi senang dan ridho kemudian mentakdirkan sesuatu yang menjadi impiannya, meski hal itu harus tertunda sampai Allah mengisyaratkan syurga padanya.

Sahabat, Selamat Berjuang
Untuk sabatku yang telah dan akan menyempurnakan agamanya.

Farrosih

Aliran sungai hidayah

Ribuan langkah kau tapaki
Plosok negeri kau sambangi
Ribuan langkah kau tapaki
Plosok negeri kau sambangi
Tanpa kenal lelah jemu sampaikan firman Tuhanmu
Tanpa kenal lelah jemu sampaikan firman Tuhanmu

Terik matahari tak surutkan langkahmu
Deru hujan badai tak lunturkan azzammu
Raga kan terluka tak jerikan nyalimu
Fatamorgana dunia tak silaukan pandangmu

Semua makhluk bertasbih
Panjatkan ampun bagimu
Semua makhluk berdoa
Limpahkan rahmat atas Mu

Duhai pewaris nabi duka fana tak berarti
Surga kekal abadi balasan ikhlas di hati

Cerah hati kami kau semai nilai nan suci
Tegak panji ilahi bangkit generasi Rabbani


(Izzatul Islam)

***

Dahulu saat dunia tidak bisa kami lihat dengan kacamata indahnya Islam, hidup seolah perjalanan panjang melelahkan penuh kebimbangan dan jauh akan nilai ketenangan. Saat dimana silau dunia dan hedonisme hinggap hampir disetiap menit perjalanan waktu berputar. Saat ketenangan menjadi barang mahal yang tidak pernah terjual di toko megah manapun, saat kelembutan sangat sulit dijumpai, saat hati begitu hausnya akan kebahagiaan hakiki, namun jua tak kutemui dimana ia tersimpan. Saat itu datang kepada kami seorang biasa yang penuh kebiasaan baik yang menjadi kebiasaan sehari-hari, dengan ikhlas ditangannya, lembut diwajahnya, ringan tangan bantuannya, menjadikannya seorang biasa yang luar biasa karena kebiasaan-kebiasaan baik yang selalu menyertainya, menghulurkan tangannya dengan penuh kasih sayang, merangkul dan mengajarkan sesuatu yang belum pernah kami temui selama ini, yang pada akhirnya kami mengenalnya dengan sebutan Murobbi. Melalui tangannyalah Allah menyalurkan ketenangan demi ketenangan hidayah kepada jiwa kami yang haus, tempat persinggahan yang selama ini kami cari ternyata kami dapat melalui perantaranya.

Andai ada pahala
Kami rela bila itu semua untukmu
Ditegar mata membasahi tanah
Disela waktu sujud istirahatmu
Kami tahu bahwa kau tak lelah
Selalu mendoa di atas pinta
Yang kami tak tahu rahasianya
Mungkin terasing, mungkin terjauh
Namun selalu saja hati yang kau bela
Terimakasih ....


Farrosih

Seimbang

Kelembutan

Itulah karakteristik sahabat Rasul, mempesona bak sinar bulat rembulan kala purnama, mampu menyeimbangkan dua sisi yang sebenarnya sulit untuk berpadu. Diantara jurang yang memisahkan makna dan terapannya, Kelembutan dan Ketegasan. Sesekali ia sebegitu lembutnya dalam khusu' ibadah mahdo'nya maupun sunnah hariannya, menangis tersedu-sedu setiap kali ayat itu dibaca dalam sholatnya mengantarkan keraguan pada diri sahabat yang lain apakah ia mampu menggantikan Rasulullah menjadi imam sementara ia selalu terisak menangis dalam sholat setiap kali membaca ayat dalam al quran, begitu mempesonanya kelembutan itu mensejarahi kehidupan manusia. Itulah Sayyidina Abu bakar, menteladaninya adalah selaksa bintang nun jauh bersinar terang disana, namun dekat di sinar hati pengagumnya. Jauh kita berpisah masa namun dekat kala membuka kembali torehan kisahnya. Namun sahabat, meski kelembutannya seperti lembutnya awan, namun pabila "mereka" ingin kembali kebelakang kearah kekafiran sepeninggal Rasulullah kala itu, iapun menjadi sedemikian tegasnya seperti ketegasan panglima perang dalam berkecamuknya medan, bahkan mengalahkan ketegasan sang Umar Bin Khattab, menandakan keteguhan aqidah dan tafahhumnya akan diin ini. sambil berkata "barang siapa yang menyembah Muhammad maka ia telah mati, namun barang siapa yang menyembah Allah, niscaya Allah takkan pernah mati", kemudian membaca ayat dalam Al quran surah ali imran ayat 144. menginsafkan kegalauan dan keprihatinan Umar yang tak mampu membendung air matanya berat, seberat penerimaannya pada takdir akan berakhirnya masa Rasullah menyampaikan Risalah. Pun mengatakan "aku akan memenggal leher mereka yang memisahkan antara kewajiban sholat dan kewajiban berzakat" . Hanya bisa berucap subhanaLLah

Umar, nama itu selalu menjadi bagian penting dalam sejarah ini, sejarah futuhat-futuhat al khoir, sejarah kegemilangan penyebaran diin ini ke seantro bumi. ia dikenal dengan ketegasannya yang sangat kuat, sampai syetanpun takut padanya, ketegasan sikapnya adalah pertanda matangnya diri dalam totalitasnya pada kebenaran, tidak ada abu-abu, hitam adalah hitam, putih adalah putih. Namun sahabat, setegas singa Umar bersikap dalam banyak peristiwa, namun ia tak kalah lembutnya dengan Abu Bakar. Ketika ayat tentang larangan mengeraskan suara dihadapan Rasulullah turun, ia pun menjadi orang yang sangat lembut kala berbicara hingga suaranya lirih hampir tak terdengar kala berhadapan dengan Rasul, kelembutan nya luar biasa pada satu sisi tempatnya. SubhanaLLah, maha suci Allah yang menciptakan karakter, mewarnai indah hidup ini, mempergilirkan masa dengan karakteristiknya masing-masing. Mengajarkan kepada kita semua bahwa, ketegasan itu landasannya adalah Aqidah, kelembutan itu pun landasannya Aqidah. Manakala harus tegas maka kuatkanlah ketegasan dengan landasan yang kuat pula, namun demikian kelembutan yang penuh rasa cinta harus pula menghiasi hidup ini di sepanjang masa hari hari berjalan karena kelembutan adalah cahaya, yang selalu memberikan terang pada gelap yang tak bersinar. Sahabat tawazun adalah kata kuncinya.

Farrosih

Berdirilah disitu

Perjalanan dakwah adalah perjalanan yang tidak berbatas hitungan hari, minggu, bulan ataupun tahun. Perjalanan dakwah akan terus berlanjut hingga kalimatullah berhasil ditegakkan meski harus melampaui banyak generasi. Sesungguhnya para mujahid dakwah dalam perjalanannya yang panjang ini akan menghadapi berbagai bentuk tantangan yang semakin berat. Mungkin perlu kita maknai kembali tetes-tetes keringat dan guratan-guratan lelah pada diri kita. Bahwa semua itu adalah prestasi besar yang mengisi instrumen-instrumen penting dari sebuah kata singkat yang tidak sederhana “PERJUANGAN”. Ditengah-tengah kondisi yang semakin berat, sungguh sangat wajar jika beban dakwah semakin meningkat dan wajar pula jika tuntutan kepada para pengembannya semakin lama kian semakin berat.

Sungguh beruntunglah kita bisa menjadi perpanjangan tangan-tangan rasulullah beserta sahabatnya sebagai penyampai risalah islam dan yang lebih membuat kita bersyukur berada dijalan ini adalah kita sama-sama meyakini bahwa Allah lah yang akan kita temui dipenghujung perjalanan ini, disaat beban-beban dakwah terasa berat, disaat pikulan-pikulan amanah kita memuncak, sungguh tidak ada satupun penghibur hati kita kecuali Allah swt, Robbul izzati, yang selama ini menjadi puncak kerinduan kita. Dialah sebaik-baik penghibur hati. Mari sejenak kita renungi ayat ini:

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu “ (Q.S. Fushshilat: 30)

Berbahagialah dengan janji Allah yang amat pasti, janji Allah yang hanya diberikan kepada orang-orang yang terpilih, yakni orang-orang yang ridho diri, harta, bahkan jiwa raga sekalipun dibeli oleh Allah dalam sebuah perniagaan yang teramat mahal harganya. Biarlah tetes-tetes keringat dan setiap air mata yang tercurah disaat kita meretas perjalanan ini menjadi saksi atas kita di yaumil akhir kelak. Biarlah semua itu menjadi transaksi amal kita dengan Allah. Dengan sepenuh keyakinan dan kesabaran dalam ketundukan mari doakan saudara kita agar mereka mampu menangkap ruh perjuangan dakwah dengan nilai-nilai TARBIYAH yang akan memupuk kita menjadi PEMUDA-PEMUDI ROBBANIYAH yang sedang ditunggu-tunggu ummat. Semoga Allah yang maha agung menyatukan hati kita dan menguatkan keshabaran kita dalam setiap putaran dakwah yang kita lalui.

Farrosih
Inilah salah satu taujih yang pertama kali saya dapat saat pertama kali mengenal dakwah di awal awal semester saat di Kampus pada tahun 2002, bersama beberapa sahabat, kami tertatih membangun idealisme secara perlahan dan susah payah, dan kini (2009) idealisme itu benar-benar mendapatkan lawan yang tangguh, karena begitulah yang seharusnya. Namun kami tetap berikrar akan tetap di jalan dakwah ini hingga ajal menjemput, meski harus menjadi golongan yang sedikit, diantara mereka yang jatuh dan terbangun, kami akan tetap memegang janji kami untuk tetap bertahan dalam dakwah ini. Mengapa kami tetap cinta kepada dakwah ini? Karena kami yakin akan janji Allah SWT

Untuk teman-teman angkatan 2001 Universitas Mulawarman Kaltim dimanapun kalian berada. BERTAHANLAH. sampai suatu hari nanti Allah akan membuka tabir rahasiaNya, sehingga tidak akan ada kata sesal saat dahulu kita membersamai dakwah ini.

Akhukum Fillah,
Farrosih

Lagu by Izzatul Islam

LEMBAYUNG

Malam pekat nan kelam
Awan menggunung hitam
Menyelubungi pesona
Negeri indah rupawan

Bilakah datang mentari
Bangkitkan putra negeri
Cahayanya menyinari
Hangat menghidupi

Lama jua tlah dinanti
Kebebasan hakiki
keadilan bukan mimpi
sejahterakan diraih

Dimana jiwa satria pemakmur negeri
Jalannya perih terjal tak terperih
Teguhkan dilalui rintang tak peduli
Janji ilahi tujuan nan abadi

Akankan setiap mimpi hanya asa tak pasti
tegakkan diri wujudkan mimpi
Kan datang sinar surya sibak fatamorgona
buka mata hati tegaskan janji suci

Dimana jiwa satria... pemakmur negeri
Dimana jiwa satria... pemakmur negeri

Semoga Menginspirasi Hidup Menjadi Lebih Baik

BELAJAR dengan CINTA


"Dan apakah arti BELAJAR dengan RASA CINTA itu?... Laksana engkau menenun kain dengan benang yang ditarik dari jantungmu, seolah-olah orang yang kau kasihi yang akan mengenakan kain itu"

Aku ingin terus belajar dan belajar, mengambil setiap peluang dan kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, dari moment ke moment dan dari setiap tantangan yang ada dihadapan, karena semakin hari bukannya masalah akan semakin menjadi sedikit akan tetapi ia akan semakin menjadi lebih kompleks dan berfariasi. Albert Einstein pernah mengatakan: "setiap kali muncul pemikiran baru, maka akan muncul pula masalah baru, maka jalan penyelesaiannya adalah dengan pemikiran yang lebih tinggi". artinya, tidak boleh ada kata berhenti untuk berkreasi, memperkaya pengalaman, berani terhadap tantangan yang sudah pasti ada dengan segala resiko yang mengiringinya. Menambah wawasan, mempertebal pengalaman dan pelajaran sebagai bekal menghadapai masalah. bermimpilah setinggi bintang, kalaulah kau tidak dapat mencapainya, kau tetap berada diantara bintang. sukses bukanlah hasil, namun ia adalah amal dan proses, hanyalah pengkhayal yang ingin sukses tanpa ada amal dan ikhtiar. oleh karena itu sahabat, mari belajar terus menambah kafaah dan ilmu yang bermanfaat, agar ditangan kita telah ada rumus pemecahan dari setiap masalah yang akan kita hadapi. Maka dengan rasa cinta untuk terus belajar kita akan semakin faham bahwa belajar adalah kebutuhan yang harus tetap ada membersamai langkah kaki kita berlayar disamudra hidup yang syarat akan rintangan.

Dan tantangan itu harus kau sambut....

Farrosih
Saat Belajar menjadi trainer
Bergabung dalam barisan pejuang di
LMT TRUSTCO, 11 Juni 2009

Ukhwah itu indah


Allahumma innata’lamu annahaadzihil qulub. qodijtama’at ala mahabbatik, wal taqot ala thooatik, watawahhadat ala da’watik, wata’aahadat ala nashroti syariiatik, fawassikilla humma roo bithotaha wa adimwuddaha wah dihaasubuulaha wam la’ha binuurikalladzi laa yakhbu, washrohsuduuroha bifaidiliimanibik wajamilittawakkulialaik wa ahyiha bima’rifatik wa amitha ‘alasyahaatati fii sabiilik, innaka ni’mal maula wa ni’mannashir.

ya Allah, sesungguhnya engkau maha mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepadamu, bersatu dalam rangka menyeru dijalanmu, dan berjanji setia untuk membela syariatmu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahayamu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepadamu , hidupkanlah dengan ma’rifatmu, dan matikanlah dalam keadaan syahid dijalanmu. seseungguhnya engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. amin

Dan doa ini mengajarkan kita untuk selalu dalam satu ikatan, karena ikhwah.. beban dakwah akan terasa indah bila kita hadapi bersama, oleh karena itu ia syarat akan makna kesatuan:

1. wihdatul ghoyah (kesatuan tujuan)
2. wihdatul aqidah (kesatuan aqidah)
3. wihdatul fiqrah (kesatuan pemikiran)
4. wihdatul minhaj (kesatuan landasan)
5. wihdatul jama’ah (qiyadah) (kesatuan jamaah)
6. wihdatul harokah (kesatuan pergerakan)
7. wihdatul as syu-ur (kesatuan perasaan)

Salam ukhwah
Farrosih

Menurut Engkau

Kelemahanlah isi tangan yang terbuka
Dalam ketidakberdayaan belajar meminta
Pada-Nya yang paling mengerti hajat manusia
Pada-Nya yang paling memahami maksud ciptaan-Nya
Pada-Nya yang paling mengetahui yang terbaik baginya

Rabb...
Berilah kami kebaikan,
Kebaikan yang menurut Engkau
Karena baik menurut kami
Mungkin tidak menurut Engkau
Kaulah Pencipta itu,
Pencipta kami dan Pencipta kebaikan

Berilah kami ilmu,
Ilmu yang baik dan manfaat
Menurut Engkau
Sekali lagi menurut Engkau

Berilah kami teman
Teman yang baik, menurut Engkau
Baik bagi akherat dan dunia kami
Baik bagi dakwah dan agama ini
Baik bagi keluarga dan jamaah ini
Kalau tidak menjadi baik
Maka gantilah dengan yang lebih baik
Menurut Engaku
Sekali lagi, menurut Engkau
Mata ini sering tersalah
Hati ini sering terlalai
Hanya Engkau yang paling mengetahui arti kebaikan
Bukan saya atau siapapun

Hembusan Angin...


Perjalanan waktu menghantar wasilah ini semakin menunjukkan existensinya menuju muara harap dan cita cita yang semakin hari semakin mendekat dari serangkaian harapan dan cita-cita futuhat para qiyadah sedari kecil lingkaran keajaiban tarbiyah itu di gelar di bumi nusantara hingga sampai di hadapan kini. Dari kecil dibangun, dari tidak memiliki apa-apa di pupuk, dari keterbatasan demi keterbatasan bangunan ini disiram, hingga buah keikhlasan dan kesabaran itu mampu dirasakan kini sebagai Rahmat dari Nya. Mari tanyakan pada mereka bagaimana sukarnya menanam, memupuk, menyiram, merawat bangunan dakwah ini. Mensejarahi perjuangan keseriusan mereka bagi kita adalah kemestian yang tidak boleh diabaikan begitu saja, memberikan hikmah pada kita bahwa, tidak mungkin bangunan jamaah ini dibangun dengan ketidak seriusan, tanpa ada kesadaran dan pengorbanan serta berfikir hanya akan melewati sedikit dan mudahnya beban.

Namun, semakin ia tinggi dan besar, maka angin yang berhembus pun akan terasa semakin kencang dan menghantam. Semakin ia tinggi semakin besar badai itu merobek bendera bangunan ini, semakin tumbuh maka semakin besar tantangan itu harus dihadapi, dan proses alam ini akan menghantarkan kita pada sebuah proses penilaian alamiah yang akan membuktikan siapa diantara mereka yang tetap dalam kesabaran dan keistiqomahannya atau siapa diantara mereka yang "ada" hanya disaat mudah saja serta "menghilang" saat harus melawan angin kencang dan badai yang menghantam.

”Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu Keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu Amat jauh terasa oleh mereka. mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau Kami sanggup tentulah Kami berangkat bersama-samamu." mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta” (At-Taubah:42)

Ikhwah, makna lain itu bernama cobaan, karena besarnya pahala yang Allah berikan berbanding lurus dengan besarnya angin yang dihembuskan, dan Allah bila mencintai suatu jamaah dakwah maka Allah akan hembuskan ia dengan angin yang akan semakin kencang sebagai satu dari tanda cintanya yang Maha indah yang terkadang keluar dari konteks kemanusiaan kita. Bila kita benci dengan apa yang telah dihembuskan-Nya maka kita kan beroleh kebencian-Nya, namun sebaliknya pabila kita ridho dengan apa yang diujikan-Nya kepada kita, maka kita kan beroleh keridhoaan-Nya pula. Semoga kaki yang lemah ini ditopang dengan azzam yang kuat ditambah bumbu kebersamaan yang akan selalu bersama menahan dan bertahan dalam alunan perputaran roda jamaah ini yang akan selalu berputar menuju mihwarnya yang semakin hari semakin dinamis saja, yang semakin hari semakin menemukan jenis angin yang semakin beragam, yang semakin hari semakin terlihat sebenar-benarnya tantangan musuh-musuh itu, dan tentu semua itu memerlukan pensikapan yang bijak dari kita sebagai bagian darinya.

Allahumma innanasalukal shobron...

Farrosih

Cinta dan kehilangan

“Yaumun lana wa yaumun ‘alaina”

Pada suatu hari kita beroleh kemenangan dan pada hari yang lain kita pula yang dikalahkan. Pada suatu hari kita berjumpa dengan yang kita inginkan dan pada hari yang lain kita pula yang ditinggalkan.

Disuatu sore, sahabatku yang kalem dari tanah kelahirannya di selatan Kalimantan Timur mengirim pesan singkat melalui handphone nya:

”Assalaamu’alaikum. Mohon do’anya ikhwah semua untuk kesembuhan abi, agar dapat melalui masa kritis penyakit jantung. Jazakallah. Wslm”

Aku hanya bisa menjawab
”Iya akhi... antum sabar ya...”

Sejenak kemudian tidak berselang beberapa jam, kabar dari sahabat yang lain datang bertamu di handphone ku.

“Innalillahi wa innailairoojiun, telah berpulang ke rahmatullah ayahanda akhi sholeh (hamas/paser) jam 16.30 sore tadi”

Hati ini langsung bergetar, sesosok wajah kalem nan bersahaja tiba-tiba muncul dihadapan pikiranku dengan senyum lembutnya membersamai takdir yang harus diterima, takdir yang telah membawa pergi harapan yang selama ini menjadi mimpi untuk kebahagiaannya. Kayu telah menjadi arang, bumi sudah terlanjur berjanji akan terus berputar tanpa harus berhenti melihat siapa yang kedinginan dengan malam dan siapa yang kepanasan dengan siang. Takdir itu telah menjadi nyata, ayat-ayat itu telah benar bukti adanya, ucapan dari lisan Nabi tercintapun telah menjelma dihadapan. Bahwa hari itu akan tiba, saat dimana kita harus berpisah dengan orang-orang yang kita cintai, dengan tangan mereka yang melambai ataukah tangan kita yang akan melambai mereka. Berharap adalah manusiawi, bersedih adalah biasa, menangis adalah wajar. Saat seperti itu, ketika cinta dan kehilangan harus berbenturan, maka hanya satu wadah paling aman dan setia menumpahkan perasaan dan kegalauan sebagai manusia yang begitu lemah, ya.. ALLAH lah tempat itu.

Mengingatkan kita pada kata bijak:

“Yaumun lana wa yaumun ‘alaina”

Pada suat hari kita bahagia dengan cita dan harapan kita, pada suatu harinya nanti, kecewa sedang menanti diujung sana. Bagai berputarnya bumi ia dipergilirkan sebagai rahmat yang begitu indah menyeksamai hikmah dari perjalanan hidup yang sebentar ini. Dan bila mimpi indah itu telah terbang kedunia lain membawa serta harapan dan cita-cita cinta kita, maka ingatlah kembali saat tentara uhud kaum muslimin kembali dari peperangan dengan wajah lesu dan menghilangnya semangat dan cita-cita mereka. Saat itu tujuh puluh Mujahid fii sabilillah gugur, diantaranya adalah paman Nabi sendiri Hamzah bin Abdul Muthalib, Nabi sendiri pun mendapat luka. Maka terlihatlah kelesuan, kebimbangan, lemah semangat dan duka cita menghinggapi di hampir semua pasukan kala itu. Maka kedatangan merekapun disambut dengan kalimat motivasi dari Allah SWT sang penentu takdir ”Wala tahinu, wala tahzanu, wa antumul a’launa inkuntum mu’minin”, kalimat itu datang dari langit, membangunkan jiwa-jiwa yang kehilangan, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan harapan yang terlanjur membumbung tinggi, menyeksamai arti penting dari ”cinta dan kehilangan”

Maka sahabat, cintailah apa adanya, bencilah ala kadarnya, sehingga bila suatu saat terluput maka tiada ada yang terasa berat dalam sengsara. Bila kita telah siap dengan bahagia, cukuplah adil bila kita harus siap pula dengan kecewa. Bahagia dan kecewa adalah bagai dua sisi mata uang yang akan selalu bersama dalam menghargai arti dari sebuah kehidupan yang semakin hari, semakin menunjukkan corak warna warninya. Bahagia adalah manusiawi, kecewa adalah manusiawi, tertawa adalah manusiawi, menangis pun adalah manusiawi, namun mereka akan bernilai indah, dengan seni ibadah bernilai dihadapan Rabb kita, manakala ia dibingkai dengan keimanan yang selalu menyertai Allah dimanapun dan bagaimanapun warna itu ada. Namun satu hal yang menjadi pentingnya sebuah catatan adalah manakala kita bisa berbaik sangka padaNya dengan sebaik-baik sangkaan yang pernah ada dan yang pernah kita kenal.

”Akupun bahagia
Dan akupun akan kecewa”

Farrosih

KETIKA MAHAKAM BERTASBIH
















Gelombangmu tenang
Setenang dzikir Abu Hurairah
Selembut azan Bilal bin Rabbah
Kesunyian pagimu mengakrabi lelah
Diantara canda burung bersayap
Angin berhembus dari arah selatan
Menghantam dingin sekujur badan
Membersamai surya dibalik senyum awan
Di timur ufuk tak berkawan
Dalam nafas kutarik panjang
Tak kuasa ku tak berucap subhanaLLah….


Mahakam menggemuruhkan syairnya, sungai terpanjang itu membacakan ayat-ayat kauniyah dalam ketenangan dan kesunyiaannya, rukuk, sujud, bertasbih kepada Tuhannya, melaksanakan kewajiban sebagai ciptaan dihadapan Sang Khaliq. Seorang anak manusia sedang duduk ditepinya, tepi sungai mahakam yang menjadi sumber inspirasi membangun jiwa dihadapan gelombang ketenangan dan lantunan alam yang membentang dihadapan, apalagi dihiasi indah Masjid Islamic Centre dipandang dari kejauhan yang masih saja terlihat megah dan mempesona. Menelusuri hikmah, mencari bukti dan kebenaran dari suguhan yang dipersembahkan oleh sang pencipta, tadi, selepas fajar subuh ia pacu kendaraan menujunya melepas kepenatan dari serangkaian aktifitas yang menguras energi dan waktu. Berkawan mushaf kecil ia mencoba rehat dalam kesunyian, disuatu tempat belajar mentafakkuri alam sembari melepas kepenatan baik fisik maupun fikiran, menarik nafas panjang sepanjang kelelahan yag selalu membersamainya, disebuah sungai terpanjang dan terbesar di Kalimantan ini, Sungai yang membelah provinsi Kalimantan Timur, Panjang sungai ini mencapai 920 km dan di hilir Sungai Mahakam lebamya kira-kira 500 m. sebuah tempat dimana ia terbiasa bersamanya, bersama alam membuat kesimpulan-kesimpulan kecil dan sederhana memaknai hikmah yang masih tersirat dan perlu penafsiran menemani serangkaian perjalanan masa terlewati untuk dijadikan pelajaran berharga dalam hidup dan kehidupan kedepannya. Disuatu ahad pagi sekali saat tidak ada seorangpun ditempat ini, saat jalan ditengah kota masih lengang oleh kendaraan berasap, saat hanya ada belasan burung mengepakkan sayap-sayap bermain mesra sesamanya diatas sungai menyambut datangnya matahari yang akan muncul diufuk timur. Angin berhembus dari arah selatan menghantam dingin sekujur tubuhnya seolah membawa pesan singkat dan menegaskan bahwa ia akan selalu ada dan dapat dirasakan keberadaannya meski tiada seorangpun yang mampu melihat angin tersebut, angin mengabarkan bahwa Allah itu Maha ada dan dapat dirasakan keberadaaNya, meski tiada seorangpun yang mampu melihat. Allah Maha “ada” sebelum kata “ada” itu ada, dan Allah akan tetap “ada” meski kata “ada” itu tidak ada, karena adanya Allah karena ketiadaan manusia, karena Allah itu WUJUD. Menjadi kesedihan yang sangat, sebuah tempat yang indah dikala pagi seperti ini menjadi objek wisata kemaksiatan dikala senja dan malam hari, wadah yang semestinya dimanfaatkan untuk tadabbur akan keagungan Allah di salah gunakan sehingga memaksa menjadi tadabbur akan kemurkaan Allah SWT.

Mencoba beralih pandang kearah luas sungai yang bergelombang dan beriak kecil. AIR bergerak dari hulu ke hilir, bergerak menelusuri apa yang memang harus ia telusuri. BEGITULAH HIDUP, harus bergerak dan mengalir, tidak boleh berhenti pada satu titik perhentian, apabila air tidak bergerak dan tidak mengalir maka ia akan menjadi air yang tergenang, berwarna keruh, berbau dan berasa aneh, hingga beracun, tidak suci dan tidak bisa mensucikan. Kepada siapapun yang menghendaki kedinamisan hidup bak air inilah kita menteladaninya, mari bersama bergerak dan bergerak jangan pernah berhenti berjuang menuju bintang, jangan pernah merasa bahwa hidup tidak akan mengalirkan kita sumber mata air semangat menuju cita-cita, mengalirlah terus, bergeraklah terus, bukankah tidak akan ada suara merdunya pabila huruf-huruf dalam alqur’an tidak ber harokat, maka teruslah ‘berharokah’, bergerak dan mengalir seperti air sehingga gerak kita bersuara merdu yang nadanya didengar penghuni bumi dan langit, menghujam dan mengetarkan hati musuh-musuh kebaikan yang bertengger dan bersembunyi dibalik warna mereka.

Diseberang sana ia melihat Masjid Islamic Centre berdiri dengan anggun, dihiasi puncak gunung yang diselimuti tumbuhan hijau yang mulai terkelupas yang sedikit banyak menambah indah wajah Samarinda kala pagi hari. Tak sengaja matanya melihat beberapa pohon yang berdiri diatas takdirnya menjalankan tugasnya sebagai ciptaan, lama ia lihat dan mencoba menelusuri serangkaian kalimat yang ada di dalamnya, menggali hikmah yang semoga bisa melembutkan hati yang terlalu sering lalainya dari pada ingatnya, muncul sebuah kesimpulan sederhana bahwa ternyata peran penting dari sebuah pohon adalah AKAR, begitu besar peran akar dalam proses pertumbuhan si “pohon”, ia mencari sumber energi, menelusuri setiap kelam tanah berlumpur, yang kemudian mengaliri mineral ke seluruh bagian pohon, sehingga menghasilkan batang yang kuat, ranting yang kokoh, daun yang mekar dan buah yang bermanfaat bagi manusia. Kawan, meski besar dan pentingnya peran akar, namun akar tetap tenang dalam kesunyiannya di dalam tanah, tak terlihat, jauh dari bising ketenaran, hanya bisa berusaha dan berdoa untuk kebagiaan apa yang dicintainya meski tidak seorangpun melihatnya. Si “akar” berpesan, “Biarlah Allah saja yang menilai, biarlah Allah saja yang melihat, biarlah Allah saja yang mengatur. Berbuatlah, bergeraklah dan beramallah karena Allah saja, ikhlaskanlah segala derap langkah kaki berpijak, agar tidak sia-sia amalmu, agar tidak menguap segala upayamu hanya karena berharap manusia, berharap puji manusia, berharap puja mereka”. Mengingatkannya ketika suatu hari berkunjung kesebuah desa, melihat sawah orang tua kawannya yang begitu luas, disana ada PADI yang kalau mau ditarik sebuah kesimpulan, semakin padi itu berisi maka semakin merunduk ia, semakin tidak berisi si Padi maka bertambah pongah menjulang kelangit ia. Tidak ada tanda-tanda kesombongan darinya pabila si padi berisi, berisi sesuatu yang begitu bermanfaat yang menjadi salah satu kebutuhan pokok hari-hari bagi manusia, yaa.. bagi kita semua. Sahabat, mari belajar dari akar dan padi, karena sudah terlalu banyak mereka yang terjebak dalam penyakit ini sadar atau tanpa disadari, ketahuilah bahwa tidak ada alasan bagi Allah mengusir syetan dari tempat yang mulia kecuali Kesombongannya, sebegitu besar dampak buruk dari kesombongan sampai-sampai dia yang kita cintai selalu beristighfar tidak kurang dari 70 kali setiap harinya, Rasulullah SAW pun bersabda: “Tidak akan masuk syurga orang yang dalam hatinya terdapat sifat sombong, meskipun hanya sebesar biji zarroh”. Allahumma tohhir quluubana minannifaq wal kibr, Wa ‘amaluna minarriya…

Dibukanya mushaf itu kembali, di dapatinya sebuah ayat yang menjadikan Nabi tercinta menangis tersedu-sedu hingga air matanya terjatuh mengaliri pipi hingga melewati sekujur tubuh membasahi tanah rumahnya dan disaksikan istri tercinta Aisyah, ya… dalam Alqur’an Allah berfirman:

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal“

Langit itu, awan itu, gunung itu, pohon itu, kapal itu, angin ini, sungai ini, dan masih banyak yang lai lagi, dalam pergantian musim dan waktu, siang ataupun malam, semua berjalan mengikuti sunnahNya, taat dan tunduk tanpa keluh kesah dan pertimbangan keberatan. Semua yang diciptakanNya berjalan sesuai tugasnya masing-masing, tidak ada yang terlewatkan, sangat sempurna tanpa cacat sedikitpun, tiada satupun dari ciptaanNya yang tidak berguna bagi kita makhluqNya, apapun itu, dari semua yang ada sungguh terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang menggunakan akalnya, tanda-tanda ilmiah yang mampu membangun jiwa sehingga menjadikan diri serasa sebegitu kecil dan lemah dihadapanNya. Bagaimana terbentuknya hujan, mengapa ada sungai, seberapa manfaat awan, matahari, angin, dan sebagainya. Semua terdapat tanda-tanda dan kalimat penting bahwa ALLAH itu Maha Besar, manusia kecil, Allah Maha perkasa dan manusia lemah, Allah maha suci dan manusia kotor dan teramat kecil dan tak layak dijadikan pembanding dengan ciptaanNya saja apalagi denganNya, sungguh Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu. Maka bertasbihlah mensucikan namaNya, sebelum lisan ini tak mampu lagi bertasbih. Diatas sebuah sungai ia mencoba terus memaknai secuil tetas air diatas jarum yang dicelupkan diatas sungai itu, yang kemudian kusimpulkan bahwa ILMU ALLAH tak terbatas sementara ilmu manusia selayak tetes air diatas jarum. Lalu masih sulitkan diri bersimpuh dihadapanNya, mengakui segala kelemahan dan kekurangannya, mengakui akan segala kesalahan demi kesalahan yang sudah sangat terbiasa sebagai insani. Sahabat, mari rengkuh kalimat Allah, jadikan ia pendamping hidup yang kan selalu membersamai hidup mengarungi muaranya sehingga kelak kita kan berucap.. Subhanallah..

Ya Allah begitu mempesona ciptaanMu, cantik nian ia, karuniakan sifat kesyukuran diatas lemah dan keterbatasan yang semakin terbatas atas diri-diri kami, sungguh kami hanya manusia biasa yang belajar mencintaiMu dengan pelajaran cinta yang Kau suguhkan pada kami dari semua ciptaanMu yang terbentang dihadapan. Wa’fuanna, waghfirlana, warhamna, anta maulana....

Farrosih

Fase pembuktian

" Dan diantara mereka ada yang berkata: Izinkanlah aku (tinggal), dan janganlah engkau fitnahi aku… " (Pangkal ayat QS. Ataubah: 49)

Ladang itu bernama Tabuk, Bulan Rajab tahun kesembilan tepatnya diantara Madinah dan Damaskus, disanalah berbilang pembuktian di sodorkan oleh mereka yang benar janjinya ataupun diantara mereka yang tidak benar janjinya. disanalah fase pembuktian itu digelar, membuka tabir yang selama ini sulit terlacak, gelap tak berjejak. saat Yaumul 'Usrah dibentang dihadapan jiwa, musim panas, belanja kurang, saat masa dimana buah sedang ranum siap dipetik, musim memetik buah adalah musim yang dinanti sepanjang tahun masa menanam, ditengah hasutan para munafikun, bergabungnya kabilah kabilah Arab, kabilah lakham dan juzam yang telah memeluk agama Nasrani kedalam barisan tentara Heraclius, raja bangsa Rum yang telah mempersiapkan 40.000 tentara Rum untuk memperlemah dan menhancurkan kekuatan umat Islam yang berpusat di Madinah. Sementara kaum muslimin harus menjemput dan menghadapinya diluar Madinah. Perjalanan ke Tabuk itu memanglah akan menempuh kesulitan, dari Madinah ke Tabuk 11 Marhalah atau 610 kilometer. apatah lagi musim panas, mereka baru saja pulang dari penaklukan Makkah, pertempuran Hunain dan pengepungan Thaif. Mereka hendak beristirahat dulu dan memetik kurma yang sedang musimnya untuk memetik. Saat seperti itu Rasulullah menyerukan nafir peperangan untuk menghadapi pasukan tentara Rum dengan segala kekuatan dan kelengkapan pasukan militernya, pasukan harus menjemput bola, jangan biarkan pasukan Rum itu sampai lebih dulu ke Kota Madinah.

Disinilah saat saat penting membiarkan alam menilai manusianya, memberikan kabar kebenarannya, membuktikan lewat episode ketakutan yang menghantui jiwa manusia. Diantara mereka ada yang tegar laksana batu karang diterjang gelombang berhari dan bertahun tahun lamanya, pun ada diantara mereka selaksa Abdullah bin Ubay, Kaab bin Malik ataupun Abu khaitsumah ataupun mereka yang lebih memberatkan badannya kebumi. namun pula semangat ibnu ummi makhtum yang buta menjadi hasil pembuktian episode kepahlawanan itu. Semua itu berbanding lurus dengan tingkat keimanannya masing masing dan saat kegalauan dan ketakutan itulah saat yang tepat membuktikannya.

Diantara itu semua, ada seorang diantara mereka yang bernama Jidd bin Qais. Dia meminta izin untuk tidak pergi ke Tabuk, namun alasan yang dikemukan "lain dari pada yang lain", ia mengatakan pada Rasulullah bahwa alasan meminta izinnya dikarenakan dia tidak akan tahan terkena fitnah kecantikan perempuan perempuan bangsa Rum. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kulit orang Rum ialah Ashfar, yaitu arti asalnya dalam bahasa arab ialah kuning, dan dalam loghat Melayu Indonesia disebut "Orang Kulit Putih". Di semenanjung Tanah Melayu bangsa barat itu disebut "Orang Kulit Putih". Perempuan-perempuan Rum itupun berkulit demikian dalam hal ini berarti mereka cantik-cantik. Adalah kebiasaan bangsa Rum pabila bertempur selalu membawa perempuan-perempuan mereka kedalam lahan pertempuran. dan itu yang menjadi kekhawatiran seorang Jidd bin Qais untuk meminta izin tidak ikut bererang terkalahkan oleh perasaan akan terjerumus kedalam "fitnah kecantikan".

" Dan diantara mereka ada yang berkata: Izinkanlah aku (tinggal), dan janganlah engkau fitnahi aku "

Maka bersabdalah lanjutan ayat: " Ketahuilah, bahwa kedalam fitnah itulah mereka telah terjatuh", artinya, kalau mereka mengatakan bahwa melihat kecantikan perempuan Rum kelak ketika berhadapan dengan orang Rum, mereka katakan satu fitnah, maka ketahuilah bahwa sebelum bertemu dengan fitnah melihat wajah perempuan Rum yang belum terjadi itu, mereka telah tenggelam terlebih dahulu kedalam fitnah, yaitu fitnah kelemahan hati, fitnah mencari-cari dalih, sedang fitnah perempuan didalam perang bukanlah fitnah sebab perang dalam Islam memiliki aturan yang jelas. Setidaknya begitu yang di sampaikan Buya Hamka dalam tafsirnya.
Allah mengirimkan kabar langsung dalam kitab yang sempurna itu tentang Jidd bin Qais, membuka rahasia tabir kegelapan yang bersandar pada perasaan disudut sunyi hatinya. Kalau demikian lalu bagaimana dengan Rasul dan Sahabat yang lain? bukankah mereka akan mengahadapi perempuan perempuan itu juga. Allahu Latief, Allah yang paling mengetahui bahaya yang lebih bahaya dari fitnah itu, yakni hatinya yang ragu atau pengecut.

Menganalisa serangkaian pemandangan silam yang tertuang dalam tintah sejarah peradaban kegemilangan Islam menjadikan aliran darah mengalir deras membersamai masa kini yang jauh lebih mudah dan berbeban ringan. Alangkah naifnya bila kita membandingkan jenuh lelah perjuangan ini kedalam fase dimana Rasul membuktikannya kala itu, hanya tidaklah seberat pejuang Palestina, tidaklah setumpuk darah afghanistan, tidaklah berbilang nyawa di Irak, hanya waktu dan peluh yang tak seberapa, lalu kau mundur kebelakang, mensejarahi Jidd bin Qais yang menutupnya dengan alasan. Sahabat, kalaulah bukan karena Allah tidaklah mungkin kita "disini", menghias hidup dengan nilai Rabbani yang mengajarkan kita saling berempati kepada ummat ini, belajar menangis dalam ketertawaan malam, dihiasi sinar kelemahan kaki melangkah. Sahabat, tepis semua keraguan, jangan lagi ada bimbang, kita sudah berada dijalan yang benar, meski jalan-jalan yang lain memanggil dalam indah mempesonanya kenangan. Jangan ada lagi kelemahan keinginan itu untuk terus masuk merangsek dalam medan pertempuran baru di dunia kini, berlatih adalah kemestian, lubang berkedalaman panjang selalu akan ada dihadapan, meskipun begitu tetaplah berada bersama jamaah ini, bersama membersamai dakwah yang semakin dinamis ini, kalaulah ada kesalahan siapapun kita, termasuk qiyadah adalah mungkin sebagai insan yang tak luput dari kesalahan, kalaulah medannya kini harus di siyasi, maka bersabarlah karena itu lebih baik daripada mundur kebelakang, memang inilah fase kita kini, disini kita membuktikan bahwa tarbiyah mampu menjadikan kita orang-orang yang biasa dengan keinginan luar biasa membangun bangunan kebaikan dalam apapun marhalahnya kini. Sahabat, bersabar dan kuatkan kesabaran, tinggikan cita cita membumbung tinggi higga mereka tak lagi berkata "kau pecundang".

Farrosih

17 hari menanti kepastian

berada diantara ambisi dunia
kepulan asap berhambur seantro ruang
wajah haus tabungan itu tertawa lebar
berteriak dibalik ingin si ambisi jabatan
aroma alkohol mengakrabi mereka
bersembunyi dibalik botol aqua
bercampur kuning pewarna menipu daya

ahh.. aku ingin segera pulang
tapi itu hanya keinginan
nyatanya aku tidak boleh kebelakang
masanya kini harus disini
membersamai mereka menanti kepastian

akupun belajar memaknainya
ternyata sederhana keinginan mereka
hanya penyambung nafas di usia yang menua
meski harus bermalam ria
ditengah masa kerja ataukah rehat masa

17 hari aku kini
mengawal wasilah suara perjuangan
letih sudah tak berbilang
lelah sudah kelelahan
namun itu hanya setetes upaya
sederhana inginnya
kebaikan harus menghadapinya
menantang kebathilan yang sudah jelas ada
dan akan semakin berkuasa

Farrosih
saat mengawal suara di PPK

Kilaunya matahari mengakrabi cinta

Tersebutnya dalam nama Abu Bakar, seorang lemah yang kuat karena cinta, mampu bertahan dalam badai karena cinta, mampu menepis keraguan akan Rasul karena cinta, mampu melukis hias sejarah karena cinta. Dahulu ia rela disengat kalajengking dan ular agar supaya yang dicinta RasulNya tidak terbangun dari tidur lelap di pahanya, sesekali berjalan didepan Rasululah, sesekali berpindah berjalan dibelakang Rasulullah dalam satu kisah hijrahnya suatu hari, menghadirkan sedikit gundah yang menjelma menjadi pertanyaan dari lisan Rasulullah, MENGAPA?, ternyata itulah Abu Bakar yang berjalan di depan Rasul karena hawatir musuh sedang mengendap-ngendap mengintip yang bisa menyergap dari depan, sesekali kemudian berjalan di belakang Rasul karena hawatir musuh mengejar dari belakang, menegaskan kita, bahwa ternyata Abu Bakar lebih rela terhilang nyawanya lebih dulu dari pada Rasulullah, sekali lagi ia mampu berbuat demikian karena cinta. Menangis ia tidak akan pernah makan setelah pingsan dan sakitnya dikeroyok dipukul seusai khutbah yang pertamakalinya ia kumandangkan demi syiar Islam diawal era ta'sis, tidak akan makan sebelum bertemu Rasullah, sebelum ia meyakinkan bahwa Rasulullah baik baik saja. menjadi asbab penting sang ibu bertemu dan bersyahadat dalam Islam dhadapan Rasulullah. Semua ia mampu lakukan karena cinta. Suatu hari ia mendapat kabar dari orang Yahudi bahwa "Rasulullah adalah pembohong besar" karena memberikan kabar bahwa bisa melakukan perjalanan dari masjidil Haram ke masjidil Aqsa lalu naik ke sidratul muntaha hanya dalam masa semalam, ketika didapatinya orang Yahudi itu, ia mengatakan "andai ada kabar yang lebih dahsyat dari pada itu, asalkan kabar itu datang dari lisan Rasulullah maka aku akan mempercayainya". Padahal saat itu ia belum mendengar langsung dari Rasullah tentang kabar isro Mi'rajnya, ia membenarkan Rasul pertama kali saat orang-orang mendustakan dan menertawainya, ia yang membenarkan Rasul pertama kali saat orang lain dijelma keraguan dan kebimbangan akan kebenaran kabar dari lisan Rasulullah, itulah mengapa ia digelari As Shiddiq, orang yang membenarkan Rasulullah kala orang lain mendustakannya. Sampai suatu hari ia ditanya "lalu apa untuk mu dan keluargamu, bila kau sumbangkan seluruh hartamu untuk Islam ini" ia hanya menjawab: Allah dan RasulNya untukku dan keluargaku. Teman, sekali lagi ia mampu melakukan itu semua karena cinta. Ya Allah ridhoilah dan rahmatilah ia yang tersebut namanya dengan Abu Bakar As Shiddiq.

Farrosih

Dua mata, dua tangan

ada kalanya kita seperti dua mata
tak pernah berjumpa
tapi selalu sejiwa
kita menatap ke arah yang sama
walau tak berjumpa
mengagumi pemandangan indah
dan berucap subhanaLlah
kita bergerak bersama
walau tak berjumpa
mencari pandangan yang dihalalkan
menghindar dari yang diharamkan
dan berucap astaghfiruLLah
kita menangis bersama
walau tak berjumpa
dalam kecewa, sedih, ataupun gembira
duka dan bahagia
dan tetap berucap alhamduliLLah
kita terpejam bersama
walau tak berjumpa
memberi damai dan rehat
sambil berucap laa haula
wa laa quwwata illa billaah..
tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan
berjumpa dalam sedekap shalat
berjama’ah menghadap Allah
tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan
berjumpa dalam membersihkan
segala kotor dan noda dari badan..

Salim A. Fillah
Untuk persahabatan karena Allah

Tertunduk ku lemas

Pagi yang cerah menghantar ayunan langkah menuju muara harap menjalani serangkaian aktifitas disuatu pagi. Rupanya fajar masih belum rela meninggalkan embunnya untuk sang surya, sekejap saja dingin yang menjalar di sekujur tubuh menguap menjadi kehangatan membersamai datangnya harapan pagi pada mentari. Disuatu tempat dalam dialog mesra penuh kehangatan ukhwah, kujabat tangannya dan kutatap ia rindu:
"apa kabar ustadz?" awalku, "segala puji bagi Allah, akhi" jawabnya dengan senyum merona, dalam batin ku merasa selalu saja "nama" itu tak pernah luput dari lisannya. "afwan akhi" tambahnya pendek kuturut dengan mempertajam perhatian menunggu apa yang akan keluar dari lisan tawadhu itu. "saya untuk sementara tidak bisa melakukan kewajiban rutin saya pada kas kita, karena saya baru saja dapat musibah" lanjutnya. Membawa serangkaian gundah menjelma menjadi cemas. Ia melanjutkan "semalam motor saya hilang, dicuri maling". "astaghfirullah...bagaimana bisa ustadz?" responku kaget. Hanya senyum ikhlas yang kutangkap dari raut wajah itu, menambah rasa kagumku untuk selalu dekat dengannya.

Ya,.. Itulah hidup memancarkan warna-warni kehidupannya membawa segudang hikmah yang coba dipersembahkan bagi semua jiwa, semua yang berharap akan pelajaran dari ayat-ayat cintanya yang dahsyat disekeliling alam yang terbentang dihadapan. Setahuku motor itu selalu ia gunakan untuk aktifitas kebaikan, bahkan lebih dari kebaikan, namun mengapa Allah mengambilnya? Sementara tidak ada satupun daun dihutan belantara yang terjatuh dari pohonnya melaikan pasti atas izin dan sepengetahuan dariNya, apatah lagi gugurnya motor dakwah itu pada tangan-tangan picik tak berperasa, semua pasti atas izin dan kehendak dariNya, dan pasti pula dissaya telah tersisip makna dari tujuan sang pemberi takdir mengambil barang yang dicintai. Akupun lemas, karena setahuku pula beberapa bulan lalu, rumahnya pun terbakar hebat, barang-barang berharga lainnya hangus tak berjejak, disuatu tengah malam api itu meluluhlantahkan harapan dan kecintaannya, melerai diisak tangis ketiga putra-putrinya. Dan sekarang musibah itu datang lagi mengambil barang berharga yang bisa terselematkan dari kobaran api itu. Aku hanya bisa termenung, tertunduk lemas, bukan dia dengan segudang deraan masalah yang kupikirkan namun "diriku sendiri", aku hanya bisa berucap padanya "Allah teramat sayang sama ustadz, Allah teramat cinta pada ustadz", justru orang-orang sepertikulah yang perlu diberikan pertanyaan "apakah Allah masih cinta padaku", "apakah Allah masih memperhatikanku?". Bukan berharap agar musibah datang padaku, tapi yang kucinta Rasulullah SAW pernah menjelaskan apabila Allah menghendaki kebaikan pada diri seseorang maka akan diberikan cobaan padanya, Allah pun dalam kitab yang sempurna berfirman: "Apakah kalian dibiarkan saja mengatakan kami beriman, padahal belum diuji lagi...". Sang mentari perlahan beranjak keatas ubun-ubun, selalu saja pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang dikepala "apakah Allah masih sayang dan cinta padaku?". "apakah Allah masih sayang dan cinta padaku?", diatas motor bermandikan cahaya siang mencoba terus merasakan yang dirasa sahabatku, sementara diri terus mengiba dan mengiba dalam lemah kaki melangkah, dalam terbatasnya isi jiwa. Allahummajalkhoiro umrii aakhirohu wa khoiro a’mali khowaatimahu wa khoiro ayyamii yauma liqooik.

Farrosih
Saat memaknai arti cinta

Mata Air Kehidupan

Refleksi Muhasabah Rasa

Maka perasaan yang tadinya masih terasa samar-samar, laksana masih mencari-cari diantara si hamba dengan Tuhannya, sekarang rahasia itu telah terbuka

“Engkau telah mengatakan dalam ujung kataMu, bahwa Engkau tetap belas-kasihan kepada aku, hambaMu yang lemah ini, ya Tuhanku! Sebenarnya aku sendiripun begitu kepada Engkau. Aku cinta kepada Engkau! Engkau berikan kepadaku perasaan yang halus, suatu Iffah atau Wijdan. Terasa dalam hati kecilku bahwa tidak pernah aku lepas dari tilikanMu, selalu aku Engkau bimbing, banyak nikmatMu kepadaku. Aku hanya selalu menerima saja, aku tidak dapat memberi kepadaMu. Bagaimana aku akau akan dapat memberi sedang nyawakupun, nyawa yang sedekat-dekatnya kepadaku, Engkau yang punya. Lantaran itulah maka kasih-cintaku kepada Engaku tumbuh dengan mesranya. Aku takut kepada Engkau karena Engkau. Hanya dengan sebuah tempurung aku menerima nikmatMu yang seluas lautan. Tetapi sungguhpun aku takut, akupun rindu kepada Engkau. Aku cemas, akan tetapi didalam cemasku itu akupun mempunyai penuh harapan. Tuhanku! Engkau ada, hatiku merasainya. Aku ingin sekali berjumpa dengan Engkau, tetapi aku tidak tahu kemana jalan. Dan aku Engkau takdirkan menjadi manusia. Aku sendiri tahu kelemahan dan kekuranganku. Sebab itu kadang-kadang terasa malu aku akan melihat Engkau, tetapi aku hendak melihat juga. Tuhanku, tolong aku, tolong aku. Tolong aku dalam penyesalan soalku ini”

Disinilah datang jawaban Tuhan. ” Jika sungguh-sungguh engkau cinta kepadaKu, maka jalan buat menemuiKu mudah saja. Memang Aku Maha Mengetahui, bahwa banyak hambaKu yang seperti engkau, ingin menemuiKu, ingin bersimpuh di hadapanKu, hatinya penuh dengan ingat kepadaKu. Sebelum engkau Aku adakanpun telah Kuketahui keinginan, kerinduan dan kecintaan itu. Untuk itulah Aku utus RasulKu kepadamu, dialah petunjuk jalan menuju Aku itu. ”Hai utusanKu! Sampaikanlah pesanKu itu kepada seluruh hambaKu yang rindu, asyik dan cinta kepadaKu itu. Bentuklah sebuah rombongan itu: Zumaran, berbondong-bondong. Tiap-tiap rombongan dibawah pimpinan engkau, wahai utusanKu! Katakanlah kepada mereka wahai RasulKu, cinta mereka Aku balas, bertepuk tidak sebelah tangan. Tadi mereka menyebut bahwa mereka sebagai menusia pernah bersalah. Aku tahu itu, Aku lebih tahu. Sebab aku yang mengetahui asal kejadian. Maka apabila rombongan itu telah terbentuk dan mereka telah berkumpul didalamnya, dan engkau sendiri yang memimpin, tandanya mereka telah benar-benar telah berjalan menuju Aku. Aku ampuni dosa mereka. Aku mempunyai pula suatu nama yang menunjukkan sifatKu yaitu, Tawwab, artinya memberi taubat, menerima hambaKu yang kembali. Akupun mempunyai suatu nama menunjukkan sifatKu, yaitu Ghafur, Pemberi ampun. Akupun Rahim, Amat Penyayang. Bagaimana akan kamu ketahui kebesaran AsmaKu itu, kalau yang bersalah diantara kamu memohon ampun tidak Aku ampuni?”

Allah SWT yang Maha Penyayang tak pernah pilih sayang, yang Maha Pengasih tak pernah pilih kasih, yang Maha Kuasa Sang Pencipta alam semesta berfirman:

”Katakanlah: jika memang kamu cinta kepada Allah, maka turutkanlah Aku, niscaya cinta pula Allah kepada kamu dan akan diampuniNya dosa-dosa kamu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang” (Q.S. Ali Imran: 31)

Diperintahlah kita untuk selalu membersamai Al Quran dalam tiap jejak kaki menapak, dengan sebenar-benar baca, menjuruskan fikiran kepadanya. Didapatlah sebuah kesimpulan mempesona bahwa Allah itu amat Penyayang, amat Kasih kepada hamba-hambaNya. Sehingga orang yang pernah bersalah diberi kesempatan untuk menurutkannya pada amalan baik sehingga memudarkan kesalahan yang disertai memohon ampun. Tuhan selalu bersedia menerima kedatangan hambaNya yang demikian.

Ada kesan mendalam yang terasa saat membaca ayat demi ayat dalam kitab yang sempurna. Ialah cinta, kasih sayang Tuhan kepada hambaNya. Maka dengan sendirinyapun, dalam perasaan sihamba terasalah pula keinginan untuk membalas cinta itu. Bertepuk tidak sebelah tangan hendaknya. Sebab turunnya ayat tersebut, salah satunya dari 60 orang utusan rombongan Nasrani yang 14 orang terkemuka sedang berada di Madinah. Nabi Musa yang besar telah mengajarkan kepada Bani Israil suatu ajaran yang berintisari Pengorbanan, sifatnya adalah Jalal, kemuliaan. Nabi Isa Al masih yang agung telah membawa lanjutan ajaran yang berdasar Hubb, cinta. Sifatnya adalah jamal, keindahan. Sekarang datang Nabi Muhammad saw menyempurnakan penyertaan diri kepada Tuhan itu, ISLAM. Sifatnya ialah Kamal, Kesempurnaan. Nyatalah bahwa ayat-ayat ini meninggalkan kesan yang mendalam juga pada angota-anggota utusan Nasrani itu; Muhammad saw pun membicarakan dari hal cinta. Memang cintalah pintu pengajian itu yang selalu dibuka dengan ucapan. Bismillahirrahmanirrahim.

Tetapi cinta dalam ucapan sajapun tidaklah cukup, bahkan menyatakan cinta hati tidak diikuti pengorbanan tidaklah cukup. Menyatakan cinta, padahal kehendak hati yang dicintai tidak diikuti, adalah cinta palsu. Sementara Allah tidak menyukai kepalsuan.

Kamu durhakai Allah, padahal kamu menyatakan cinta kepadaNya.
Ini adalah mustahil dalam kejadian, dan ini adalah ganjil dalam perkara.
Jika memang cintamu itu cinta sejati, niscaya kamu taat kepadaNya.
Sebab orang yang bercinta, terhadap yang dicintai, selalu patuh akanNya


Setidaknya demikian yang diucapkan penyair

Apabila kamu telah cinta pada Allah
Niscaya fana lah kesukaan dirimu sendiri,
Lebur kedalam kesukaan Allah SWT
Niscaya bertaubat kau, hanya satu Dia saja ingatanmu
Tidak terbelah-belah lagi.
Kalau terbelah sedikit saja, maka terbelah pula ketaatanmu,
Palsulah cintamu.


Dibalik ini, seorang sedang berkaca: ”ya Allah aku hanya manusia, manusia bersimbah kesalahan demi kesalahan, aku malu menghadapMu, tapi aku ingin menatapMu, masih adakah kesempatan untukku memperbaikinya..., maafkan cinta ini, maafkan cinta ini, maafkan cinta ini”

Farrosih
Referensi: Tafsir Al Azhar BUYA HAMKA

Cinta Sahabat


Sahabat,
Teringatku saat dahulu bersua
Saat pertama kali kampus membentuk
Bersua kita di jalan ini
Membersamai perjuangan
Secuil namun bermakna
Sepercik namun berarti
Hingga usia kampus Mamaksa beralih masa
Dengan sekuat upaya
Kitapun lulus dengan luar biasa nikmat
Dan alam nyatapun telah dihadapan
Dan pangabdian upaya mengantar kau
Pergi merambah dakwah dibumi kelahiran
Kita berpisah dalam kerangka dakwah
Sampaikan Islam di sana
Bawa islam bermakna
Sampaikan salam untuk para pejuang
Ikrar kita akan tetap sama
Untuk membersamai dakwah ini
Hingga diujung masa
Kini, setelah lama tak sua
Diakhir bulan lalu
Aku pergi ke tanah kelahiranmu
Bersama kawan bermisi pula
Sahabat... kita bersua, kita bersua
Kita bersua saat kau pegang microphone
Dihadapan para pejuang lain
Dihadapan ikhwan dan akhwat
Subhanallah.. dulu kita bersua dalam dakwah
Kita berpisah dalam dakwah
Dan kini kita bersua kembali dalam dakwah
Dak kitapun harus berpisah kembali dalam dakwah pula
Sahabat... berjanjilah untuk tetap bersama jalan ini
Berjanjilah pegang erat ikatan ini
Berjanjilah saat bersua nanti
Entah dimana dan bagaimana
Bukan hanya microphone yang kau pegang
tapi cucu’ buat orang tuamu

SEHARI BERSAMA LELAH


Catatan kronologi hikmah dari sepercik kisah hidup, secuil namun berarti.

Pagi ini begitu cerah, mentari dengan kehangatannya menyapa diawal pagi menyambut penuh cinta siapapun yang merindukan karunia-Nya, berlomba-lomba mencari sebutir nafas dari hidup yang semakin berwarna, mulai dari senang, sulit, sempit, mudah, hingga berat dan pelik membutuhkan pensikapan yang bijak dari setiap episode hidup yang harus dilalui. Pagi ini aku melangkahkan kaki menuju MUI Kota Samarinda dengan penuh harap, namun entah sedikit cemas, Majelis Ulama Indonesia tepatnya, kantor tempat dimana aku biasa bekerja membantu pak kiayi Zaini Na’im sebagai ketua Umumnya melaksanakan tugas-tugasnya dalam hal kesekretariatan dari mengetik dan mengarsipkan surat, membayar rekening, menerima tamu, mendengarkan konsultasi-konsultasi masyarakat yang berisi keluhan, kesalan, tangisan, perceraian, warisan, ikrar syahadat, hingga aktifitas-aktifitas keummatan lainnya, banyak pengalaman yang menjadi pelajaran berarti sejak Allah takdirkan kaki ini bersama MUI, sesekali aku merenung, berfikir, mencoba mengeja setiap titian hidup yang aku lalui, muncul pertanyaan mengapa Allah memilihkan MUI sebagai tempatku beraktifitas?, kini barulah kumengerti ternyata banyak cara Allah memberikan pelajaran pada hamba-Nya, banyak cara Allah mendidik hamba-Nya dengan tarbiyah hidup yang didapat dari manapun ia berada, bahkan dengan tanpa disadarinya, dan kini ada nuansa baru dari tarbiyah yang selama ini kudapat, disinilah aku belajar dari kehidupan seorang Ulama beserta warna-warninya, dari setiap taushiyah dan pelajarannya, belajar mengerti bahwa hidup ini bukanlah tujuan akhir, belajar mengerti bahwa permasalahan ummat ternyata begitu bermacam jenisnya, belajar memahami bahwa ‘sedikit memang orang yang ingin mengurus ummat’ dengan problematika dalam keluh kesahnya, dalam setiap tetes air matanya, dalam setiap deraan masalah yang mau tidak mau terlanjur mereka lakukan, namun mereka ingin sekali bertaubat. Ya itulah hidup, penuh dengan dugaan yang terlampau sulit untuk ditelusuri hikmahnya kalau tidak dengan hidayah-Nya. Allahumma innanasalukal hudaa..

Sesampai dikantor setelah malalui jalan raya dengan debu yang mulai mengental, akupun terkejut melihat Ketua Dewan Penasehat MUI Kota Samarinda sudah ada di tempat, dan kali ini aku kalah cepat masuk kantor. Namanya KH. Bahrani Selamat, disenjanya usia tidak menyurutkannya untuk terus lantang meneriakkan kebenaran dalam khutbah-khutbah dan ceramah-ceramahnya, bahkan ia terpilih menjadi ketua umum Dewan Masjid Indonesia untuk wilayah Kalimantan Timur. Bagiku ia seorang ayah, seorang syekh, seorang teman, seorang sahabat, seorang kakek, seorang yang begitu mengerti akan seluk beluk hidup di senjanya usia, selalu dihitungnya setiap hari yang dilaluinya sampai ia sangat faham berapa tahun usianya sampai detik sekarang, berapa bulan dan berapa hari, hingga sebegitu detailnya penghargaan beliau terhadap sisa usia. 71 Tahun 2 bulan kurang usianya kini, namun dengan senyum ramah disepanjang harinya menjadikan kakek dengan 6 anak dan 15 cucu itu terlihat semakin segar saja, senyuman khas ala Buya Hamka dengan peci hitam lancip dikepala menjadikannya seorang tua yang masih muda apalagi humor-humor ringan ala banjar amuntainya menjadikannya seorang yang ‘berkarakter’. Dari beliaulah aku belajar banyak tentang kehidupan, belajar banyak tentang seni, nasehat-nasehat pernikahan yang selalu ditujukannya padaku seolah mengisyaratkan sesuatu, dari beliaulah aku mengenal sosok Ulama Buya Hamka dengan karya-karya seninya. Suatu hari beliau berujar ’persoalah hidup itu memang akan selalu ada, namun kita akan bisa menyelesaikannya dengan dua kata yakni, SKILL and ART’ inilah yang diajarkannya padaku selain hikmah-hikmah dalam Al quran dan hadits, kalau ingin masalah hidup dilalui maka dengan mempunyai keterampilan dan cita rasa seni insya ALLAH kita akan bisa mengatasinya, dengan SKILL atau kemampuan terbuka pintu keluar dari sekian rentetan masalah, karena kita punya kuncinya, dengan SENI kita mampu menjadikannya lebih ber ‘garam’ dan ber ‘warna’ indah. Tambahnya pula. Lagi-lagi aku dapat pelajaran, terima kasih ya Allah. Bersabda nabi SAW : “Tidakkah kalian ingin kuberitahu ttg orang yg paling baik dari kalian? Maka jawab para sahabat : Mau wahai rasuluLLAH SAW. Kata nabi SAW : Org yg paling baik dari kalian ialah orang yg jika orang2 lain melihatnya akan mengingatkan pd ALLAH.” (HR Ibnu Majah, kitab az-Zuhd, bab Man la Yu’bihi lahu, juz-II hal.1379)

Kebetulan kerjaan hari ini sedikit lebih banyak, setelah obrolan santai namun berfaedah, akupun mulai melaksanakan kewajibanku untuk mengerjakan tugas-tugas rutinku, diantaranya adalah bayar rekening telepon, kupacu sepeda motorku keluar kantor, kemudian mengantri agak panjang dan kembali lagi ke kantor untuk melaksanakan tugas-tugas lainnya,mengetik surat, melayani tamu yang berkunjung, dan lainsebagainya. Karena hanya mitra Pemerintah Kota, MUI Kota Samarinda aktif hanya dari pukul 08.00 pagi hingga pukul 12.00 siang, menjadikanku lebih tenang karena bisa mengisi waktu disiang hari dengan aktifitas lainnya. Hingga menuju tengah hari dengan badan yang sudah agak kelelahan apalagi setelah waktu sholat dzuhur ada pekerjaan lain yang menantiku diluar sana.

Setelah sholat Dzuhur, saat siang menyapa, saat harus tutup kantor, setelah pak kiayi Zaini Na’im kembali pulang dengan mobil avanzanya dan pak Bahrani Selamat mengikutinya, setelah kututup rapat pintu-pintu kantor, sesaat kemudian datang seorang perwira Poltabes mengantarkan surat, ternyata surat undangan, padahal pak kiayi baru saja keluar pulang, seketika langsung kuhubungi beliau dengan telepon kantor, karena acaranya besok pagi dan itu adalah acara yang sifatnya protokoler dan penting maka aku diminta untuk mengantarkan surat itu langsung ke rumah beliau di Citra Griya. Karena harus mengajar siang di SDIT Cordova maka aku katakan kalau akan kuantar sore saja. Dengan badan yang sudah kelelahan akhirnya kupacu kembali motor setiaku menuju sekolah untuk melaksanakan kewajibanku yang lain, mengajar. Siang mulai menunjukkan watak aslinya, karena memang begitulah seharusnya, terik panas membakar kumpulan debu yang menggantikan peran angin menghembuskan dirinya, awan tidak mau diajak kompromi agar berbaik hati menutupi mentari agar tidak semakin terbakar ari-ari kulit dikepala, kututup rapat kaca helemku agar tidak semakin berasa debu yang selalu menghiasi Kota Samarinda bila sudah panasnya. Namun hari harus dilalui, waktu terus berputar, nasib tak kan berubah kalau kita tak mau merubahnya, karena proseslah yang akan menuntun kita pada apa jadinya kita nanti meski lelah sudah sangat merasuki.

Akhirnya aku sampai juga di Sekolah, SDIT Cordova adalah wadah penting dari sejarah hidup, disinilah aku belajar memaknai kesabaran, keikhlasan dan pengorbanan meskipun berat. Salah seorang ustadz yang sangat teguh sikapnya, yang menjadi panutan bagiku pernah mengatakan “disekolah inilah insyaAllah akan lahir pemimpin-pemimpin baru, disekolah inilah InsyaAllah akan lahir para pejuang-pejuang dakwah”. Mendengar ucapan beliau menjadikanku semakin terbakar semangat untuk terus memberikan yang terbaik dari apapun yang aku punya minimal selama takdir menuntunku untuk tetap berada disekolah ini, meski lemah kaki melangkah, meski haus dahaga menerpa. Ada dua kelas dengan mata pelajaran Bahasa Inggris yang harus aku masuki siang ini, kelas IV IBNU SINA dan kelas IV IBNU KHOLDUN. Anak-anak masih berhamburan di dalam kelas setelah bel masuk dibunyikan, pelajaranpun dimulai, sekuat mungkin aku fokus terhadap bahan ajarku dengan buku pegangan dan silabus ditangan. Salah satu yang membuatku senang mengajar anak-anak adalah kepolosan mereka yang tidak dibuat-buat, tidak ada sandiwara, tidak ada kepura-puraan, semua beralun dengan apa adanya mereka, ketika harus tertawa, mereka tertawa dengan lepas, ketika harus menangis, mereka menangis dengan lepas, ketika harus marah, mereka marah dengan lepas, berlari, berkelahi, namun sejenak kemudian suasana perdamaian dan keakrabanpun kembali terjalin. Sapaan khas mereka memanggilku dan semua guru disini dengan sebutan “ustadz” menambah beban dihati, hawatir tidak sesuai dengan artinya, namun karena makna ustadz disini bukanlah sebagaimana makna Ulama dengan keilmuannya yang kredibel, namun sebagaimana guru-guru lain disekolah lainnya, ustadz sama maknanya dengan “pak guru” atau “bu guru” disekolah lain, tidak lebih, ini hanya sebagai tarbiyah atau pendidikan bagi anak didik agar menjadikan sekolah sebagai taman menimba ilmu agama di bidang apa saja selalu ada agama, entah di Matematika, di Fisika, di Bahasa inggris dan lainnya selalu ada unsur-unsur agamanya dan hal itu tidak boleh dipisahkan. Bel pertanda jam usai telah di nyalakan, nafas terus naik turun meresapi setiap iringan langkah hidup, berjalan dengan irama lelah disetiap langkahnya.

Dua kelas sudah aku masuki, sekarang saatnya kembali pulang kerumah, kulihat waktu menunjukkan pukul 15.30, sebentar lagi azan waktu sholat ashar akan dilantunkan, dan azan itupun benar-benar terlantun dari salah seorang anak murid di SDIT Cordova kelas V, di Masjid Al hamra, mengingat nama masjidnya, mengingatkanku pada sebuah Masjid yang ada di sebuah Kota di puncak peradaban Islam di Cordoba, Spanyol saat puncak kegemilangan Islam tumbuh disana. Dan kini insyaAllah kami ingin membangun bangunan yang roboh itu disini dari mendidik anak-anak menjadi insan yang memiliki kekuatan intelektual yang baik dan kekuatan spritual yang mumpuni. Kuambil air wudhu, kuusap wajah yang sudah tidak berbentuk ini karena kelelahan yang begitu sangat sejak dari kantor MUI tadi hingga berteriak, berceloteh dihadapan para murid-muridku, kuletakkan dahi ini dengan sholat dua rakaat qobliyah ashar, kucium lantai masjid al Hamra dengan takjub di empat rakaat sholat ashar, kuucap salam diakhir rakaatnya setelah sujud panjang diakhir sholat. Mentaripun perlahan mulai bergerak lambat beranjak keperaduan, siang berganti sorepun akan segera menjelang. Diantara dzikir anak-anak, doa-doa yang dilantunkan hingga doa berangkat pulang menjadikan suasana nyaman menghinggapi seluruh jamaah sholat mengakhiri hari belajarnya.

Akhirnya pulang juga, aku ingin cepat pulang, merebahkan tubuh yang sudah kelelahan ini, bersama kipas angin tentunya menjadi kenyamanan tersendiri. Sesampainya di rumah kulepaskan tasku dan langsung kurebahkan tubuh ini ke tempat tidur sambil kunyalakan kipas angin. Sesaat kemudian handphone ku berbunyi, dan kulihat dari nomor yang tidak aku kenal. Kuangkat handphone dengan hati bertanya siapa yang menghubungi disaat aku ingin istirahat. “Assalaamu’alaikum, akh Arros, sebentar lagi acara akan dimulai, teman-teman sudah hampir kumpul semua, ini dari ana akh, ikhwan Fakultas Kedokteran Unmul”. Astaghfirullahaladzim.. aku lupa kalau hari ini teman-teman Fakultas kedokteran mengundangku hadir dalam acara diskusi pengurus KMM As-Syifa, mengapa aku bisa lupa ya... sambil kujawab dengan tenang, akupun mengakhiri pembicaraan dengan menyanggupi untuk datang, bagaimana tidak, sedang aku telah berjanji jauh-jauh hari untuk hadir dalam undangan tersebut. Astaghfirullahaladzim.., akupun belum mempersiapkan bahan diskusinya sedikitpun, karena aku diundang untuk menjadi salah satu narasumber diskusi maka dengan janji yang sudah aku buat dan tidak ada halangan syar’i untuk tidak berangkat, kuhujamkan kembali niat untuk merelakan dan meninggalkan si ‘istirahat’. memang kuakui belakangan ini aktifitasku sangat padat-padatnya, baik di MUI, SDIT, LPDI dan Organisasi yang lainnya menuntut untukku terlibat pula, akhirnya dengan cepat aku nyalakan notebook, berharap ada sisa-sisa bahan materi yang bisa dijadikan bahan diskusi bersama teman-teman pengurus KMM As-Syifa dengan sedikitnya sisa waktu yang ada, hanya 5 menit. Seketika rasa lelah memang harus dihilangkan, melupakan kipas angin yang sedang berputar kencang, kubuka tas gendongku dan kudapat surat undangannya, kulihat kembali dengan cermat, persoalan apa yang akan diangkat oleh teman-teman KMM As Syifa dalam diskusi kali ini, dalam surat undangannya tercantum beberapa kisi-kisi yang ingin dijadikan bahan diskusi,

Tertulis dengan jelas disana: Semangat dakwah yang kian menurun, Ukhwah yang kurang tertata dengan baik, malas dalam menuntut ilmu, dan kefuturan.

Akhirnya bergegas kupakai kembali tasku, kuambil kunci motorku, kupacu kembali motorku yang sudah terlihat kelelahan pula, menuju musholla Bahrul Ulum, kebetulan acaranya disana. Diatas kendaraan kujadikan waktu berharga menangkap ide dan gagasan, sembari terus memohon kepada Allah agar supaya membimbingku sebagai manusia yang banyak kekurangan dan keterbatasan, hanya Allah saja yang menjadi fokus utama mencari inspirasi materi diskusi. Akhirnya sampai juga dan diskusipun berjalan, yang sebelumnya dibuka oleh moderator, setelah pemaparan sedikit akhirnya diskusipun berjalan, salah seorang akhwat Fakultas Kedokteran melemparkan sebuah wacana yang didalamnya memuat beberapa pertanyaan, tantang kondisi pengurus, terutama ukhwah yang semakin hari semakin luntur, rasa persaudaraan yang kurang kuat menjadikan pengurus merasa sendiri dalam berdakwah apalagi dengan melebarnya sayap dakwah kepada wajihah ammah atau organisasi non LDK. Akupun mencoba turut memberikan komentar alakadarnya bahwa selama ada Allah jangan pernah kita merasa sendiri, membutuhkan kawan disamping dalam berjuang adalah manusiawi, namun bukan berarti saat orang lain meninggalkan dakwah ini, lalu kitapun ikut mundur kebelakang. Dilain hal, ada seorang ikhwan yang memberikan pandangannya tentang tugas di KMM As Syifa, bahwa sebahagian mereka tidak PD dengan peran sebagai da’i, karena basic keilmuan yang kurang. Menurutku, bukanlah karena kita manusia yang bodoh lantas kita meninggalkan jalan dakwah ini, karena memang selama kita bernama manusia selalu terdapat banyak kealpaan dan ketidaksempurnaan. Sementara dakwah tidak mesti lewat mulut saja, dengan tulisanpun bisa berdakwah, dengan teladan dalam perbuatan pun bisa berdakwah, dengan menjadi seksi konsumsi pun, kita berharap Allah mengkaruniakan kita pahala orang-orang yang berdakwah karena kita berada dalam aktifitas dakwah. Dengan panjang lebar diskusi berjalan, dari keengganan pengurus yang sudah mulai mewabah dalam menuntut ilmu, alasan-alasan klasik untuk tidak hadir dalam majelis-majelis kajian, hingga pada hikmah dibalik kefuturan. Akhirnya diskusipun ditutup oleh moderator dengan beberapa kesimpulan yang dipetik dengan komitmen bersama untuk melakukan tugas-tugas perbaikan dalam tubuh organisasi kedepan kearah yang lebih baik. Ya itulah episode hidup yang harus aku lalui, bersama teman-teman saling berbagi, dalam dakwah, dalam cinta karena Allah. Merealisasikan ukhwah tidaklah semudah melafalkan maknanya, ia butuh pengorbanan dan rasa saling mengerti diantaranya, Ustadz Nurhuda pernah mengatakan “akhi,.. saya punya teman yang tidak pernah tertawa terbahak-bahak kepada saya, tersenyumpun hanya senyum kecil, hanya saja saya tahu kalau dia begitu mencintai saya” , ucap beliau dalam salah satu taushiyahnya tentang ukhwah. Karena ukhwah bukan dibibir saja, namun perbuatan yang nyata yang lahir dari jiwa yang yang sadar berpondasikan iman dan aqidah yang kokoh. Akhirnya, mentaripun benar-benar beranjak keperaduan, ditengah kekelahan mencoba menikmati angin sore diatas motor dibawah rimbun pohon-pohon Kampus Unmul. Kuingat kembali kelalaianku dengan peristiwa hari ini, lupa!, ya itulah manusia, tempatnya salah dan lupa, namun justru lupa itu adalah anugrah dari Sang Pencipta lupa.

Ditengah menikmati udara sore, akupun teringat dengan amanahku mengantar surat dari Poltabes untuk pak kiayi Zaini Nai’im, kupercepat laju motor berharap sampai di Citra Griya sebelum maghrib. Kulihat bensin motor sedang kritis, aku harus mampir ke tempat pengisian bensin terlebih dahulu. ditengah perjalanan menuju tempat pengisian bensin, salah seorang kawan yang bertugas menyampaikan dakwah di Kelurahan Jawa menelepon, ku stop laju motor untuk berhenti sejenak.

Assalaamu’alaikum. Akhi, sore ini ada penggalangan masa untuk sosialisasi ba’da isya, antum diminta yang memberikan sosialisasi, kebetulan malam ini untuk warga kelurahan Jawa. Bisa akh ya...?

Akupun tidak bisa merespon banyak, karena malam ini ada jadwal pengajian rutin yang harus aku ikuti dan tidak bisa ditinggal karena pentingnya pengajian tersebut, minimal bagiku yang ingin belajar dan belajar. Aku meminta maaf atas ketidak sanggupanku memenuhi permintaannya, kuusulkan dia saja yang mensosialisasikan agenda dakwah tersebut, dengan beberapa pertimbangan diapun menyetujuinya, karena filenya ada padaku maka dia memintaku untuk mengantarkan filenya ke rumahnya. Setelah selesai mengisi bensin, segera aku menuju rumah kawanku mengantarkan filenya, kepercepat laju motorku karena aku ada janji dengan ketua MUI Samarinda untuk mengantarkan undangan dari Poltabes. Ditengah laju motor disore hari dengan hiasan alam yang begitu indah dan menakjubkan ditambah semburat kekuning-kuningan senja disore hari menjadikan hati ini semakin tenang, kutarik napas ini dalam-dalam diatas motor berkawan lelah, kuningnya senja hingga sedikit berwarna kemerah-merahan menandakan waktu maghrib akan segera tiba, dan benar azan maghrib pun berkumandang, kuayunkan langkahku memarkir motor disebuah musholla kecil yang bernama Raudhatul Jannah, melihat namanya saja sudah membuat hati menjadi tambah tenang, Taman Syurga, luar biasa, musholla kecil nan sederhana, menjadi tempat persinggahan yang sangat nikmat ditengah kelelahan aktifitas. Lagi-lagi kusiram wajah ini dengan air wudhu, dingin dan sejuk sekali. Kuarungi waktu maghrib dengan lantunan ayat demi ayat yang mengalir mesra disekujur tubuh, menambah kekuatan diantara kelemahan manusia, apalagi kulihat jamaah sholat maghribnya sedikit lebih banyak. Pantas saja Rasul dan para sahabat menjadikan sholat sebagai saat-saat paling nikmat untuk istirahat.

Wahai jiwa,
Kalau tidak ingin sholat
Lalu buat apa hidup?
Bukankan untuk ini kita ada


Setelah selesai sholat maghrib, tujuanpun langsung kuarah menuju kelurahan Jawa, mengantar file kepada seorang kawan disana. Kudapati ia disana, dengan wajah senyum khas lembutnya didalam kesibukannya mempersiapkan acara, tak kuasa hati ini selalu ingin berdoa untuknya..ditengah kesibukannya.. ya Allah... jaga diriku dan sahabatku ini dalam keistiqomahan, beri ia kekuatan untuk selalu bertahan, jangan kau biarkan ia terhempas dalam kubangan arus dunia yang semakin indah dan memikat ini.. lirih hatiku. Setelah kuberikan filenya serta jabat tangan tanda akhir jumpa, kulanjutkan perjalanan menuju rumah Ketua MUI di Citra griya, ditengah perjalanan, setelah melalui jalan berkelok dan gelap aku melihat pemandangan yang sangat luar biasa, menakjubkan dan indah sekali, menkajubkan dari dua sisi. Jalan Slamet Riyadi tepatnya, disisi kanan jalan kulihat Masjid Islamic Centre berdiri dengan megah, elok dan indahnya, cahaya kekuning-kuningan yang bersinar disekelilingnya berjodoh dengan sungai Mahakam disisinya, menambah anggun pemandangan Masjid Islamic Centre. Diatas motorku muncul keinginan untuk mampir sholat isya disana sepulang mengantar surat. Dalam renungan, sesekali teringat kemudian setelah melihat realita masjid kebanyakan, pun tak lepas dengan masjid yang satu ini, mengapa masjid yang sebegitu megah dan menghabiskan dana yang sebegitu besar dan tak tahu dari mana sumbernya itu dihadiri dengan sedikit jamaah, hampir tidak pernah melebihi satu shof sholat jamaah, kecuali sholat jumat, apakah karena besarnya Masjid? Atau karena memang ummat telah melupakan pusat peradabannya?, yang sering menjadi pemandangan ketika singgah di Masjid tersebut bukanlah orang-orang yang begitu khusu’ dalam sholat-sholat malamnya, khusu’ dalam dzikir pagi petangnya, atau mereka yang suka memakmurkan masjid dengan ibadah wajib dan sunnah lainnya, namun orang-orang yang datang ke masjid tersebut hanya untuk mengabadikan dirinya dalam photo dan beramai-ramai beserta teman-temannya bercanda, bercengkrama, berkeliling hanya untuk melihat-lihat, hanya dijadikan tempat istirahat dari perjalanan jauh, apabilagi bila sore hari tiba menjelang malam, bahkan tak jarang dijadikan tempat pasangan muda-mudi yang bukan muhrim menikmati pemandangan sekitar. Sedih hati ini... Dan yang lebih menjadikan perasaan ini semakin miris adalah pemandangan disisi kiri jalan Slamet Riyadi dari arah jalan P. Antasari, di sepanjang tepian Sungai Mahakam, sangat dekat dengan Masjid Islamic Centre, bahkan bisa dilihat dari jendela Masjid yang sangat besar itu sekalipun. Dengan remang-remangnya cahaya disana duduk pasangan muda-mudi lainnya, berkholwat, menikmati indah Sungai Mahakam dengan jagung dan snack ditangan, apalagi saat waktu menjelang larut malam begini, dengan aktifitasnya yang sangat beragam ditambah hilangnya rasa malu dan sangat tidak layak untuk dipublikasikan. Naudzubillahim zaalik. Lalu dimana pengurus Masjid?, kemana pada da’i?, kemana orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk mencegahnya? Inilah sekelumit potret Kotaku, Samarinda, ibukota provinsi Kalimantan Timur dengan segudang ‘PR’ bagi para penyeru kebaikan dan para penguasa tentunya. Belum lagi tempat-tempat hiburan malam lainnya, berkedok hiburan karoke keluarga namun sarat akan nafsu, menjadi tempat aman bagi mereka yang ingin menghalalkan yang diharamkan oleh Tuhannya, diskotik hingga hotel-hotel yang menyediakan ladang maksiyat. Dan lain sebagainya. Andai Rasulullah ada disini, ya.. saat ini.. orang yang pertama kali dimarahi adalah mungkin orang-orang seperti kita semua, tahu namun tak bisa berbuat apa-apa, para pejabat yang sebenarnya bisa berbuat banyak, namun dikalahkan oleh kepentingan yang lainnya. Namun, setelah kulihat kaki ini, ternyata aku masih didunia, menginjaknya untuk terus melakukan perjalanan panjang hingga hari penentuan nantinya, inilah dunia tempat kita didera, ditempa, dipaksa mengalami sedemikian lembaran sejarah hidup yang tidak melulu sesempurna dan seideal yang kita inginkan pada umumnya. Andai semua orang baik, maka apa arti syurga jadinya, andai semua orang taat, maka apa arti adanya neraka. Bukan masalah yang sebenarnya jadi masalah, namun sikap dan pensikapan kita yang kadang jadi masalah. Maka selama dunia namanya, disana selalu ada warna-warninya.

Akhirnya sampai juga, kudapati pak Kiayi Zaini Na’im setelah kuketuk pintu rumahnya dengan salam, dengan songkoh putih khasnya, senyum ramah ala Ummar bin khattab, mengucapkan terimakasih untuk suratnya. Sepertinya azan isya telah berkumandang, aku pamit untuk kembali pulang, tapi sepertinya aku tidak sempat pulang kerumah karena satu acara lagi sedang menungguku, pengajian.. ya.. pengajian. Keinginan untuk sholat isya di Masjid Islamic Centre urung kulakukan karena azan isya mengantarkan aku dan motorku menuju Masjid Darun Nikmah, sebuah masjid indah yang bertetangga satu pagar dengan sungai Mahakam, persis di tepian sungai Mahakam. Kuparkir kembali motor kesayanganku, kuperbaharui wudhu ku meski aku yakin wudhuku belum batal, di Masjid yang besar ini meski kalah besar dengan Masjid Islamic Centre, masjid Darun Nikmah namanya, ada sepenggal kisahku disekian tahun silam ditempat ini, saat itu sehabis sholat kulihat sandalku hilang, entah kemana perginya, mungkin ada orang yang lebih membutuhkan sandal tersebut. Keterangan dari pengurus masjid sih katanya ada segerombolan anak remaja yang kemungkinan menukar sandalku dengan berpura-pura seolah sandalnya.. ah .. entahlah, mengapa sampai Masjidpun tidak bisa menjadi wadah yang aman untuk sekedar meninggalkan sandal diluar untuk kemudian sholat berjamaah. Apakah ini potret umat islam di Indonesia? Ah.. entahlah.. pelajarannya adalah supaya aku bisa lebih berhati-hati, tidak ingin masuk lubang dua kali, akhirnya kutitip ia di tempat penitipan sandal, dan kukeluarkan sekian rupiah untuk berinfaq. Mungkin ini hikmah lainnya, Allah menyuruhku untuk lebih banyak berinfaq, kalau bukan karena pernah kehilangan mungkin aku tidak mau berinfaq. Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum kecil mengingat beberapa pengalaman di sekian tahun silam hingga saat ini. Hembusan angin sungai Mahakam menghiasi dingin malam dalam lantunan merdu ayat demi ayat yang dibacakan sang imam Masjid, ia membacakan surah Al-A’laa, surah ke 87 dalam Al Qur’an. Dibaca dengan tartil, perlahan penuh penghayatan hingga sampai dengan ayat ke 14 menjadikanku semakin nyaman sholat ditempat ini. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), Dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia sembahyang, Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”.

Setelah selesai sholat isya dengan sunnah ba’diyah sebelumnya, kuarah pandang kesungai Mahakam, kutarik nafas panjang dan kutatap rumah ustadzku meski tak kulihat untuk kutuju kesana. Kupacu kembali motorku, ya.. motorku yang setia menemaniku kemanapun aku pergi hingga aku merasa kasihan padanya, terkadang ia mulai batuk, demam dan pusing. Panas ia kepanasan, hujan ia kehujanan, sampai tak tega aku melihatnya. Tapi ia tidak pernah berkeluh kesah, aku terkadang yang berkeluh kesah, ia tak pernah cerewet kelelahan, aku yang sering cerewet kelelahan, meski demikian minimal satu bulan satu kali kuajak ia jalan-jalan santai makan bareng di tempat service langgananku.

Perjalanan terus kulanjutkan menuju rumah ustadz Abdu (kalau makna ustadz disini adalah orang yang dijadikan sumber rujukan menimba Ilmu agama) untuk mengikuti pengajian pekanan, kulihat waktu menunjukkan pukul 19.45, masih ada 15 menit waktuku menuju rumah Ustadz Abdu. Sesampainya disana pukul 20.08 dan setelah semuanya berkumpul pukul 20.15, sejenak kemudian diumumkan oleh mas’ul (ketua kelompok) pengajian bahwa Ustadz Abdu sedang mengisi acara dalam perkumpulan masyarakat, dan pengajian baru bisa dimulai pukul 21.30 malam. Mengisi waktu luang, aku dan seorang sahabatku pergi ke sebuah Rumah Sakit A.Wahab Syahrani untuk menjenguk seorang kawan yang sedang tergeletak sakit disana, kabar sakitnyapun baru kami dapatkan di rawat inapnya yang sudah memasuki hari ke 4. Kamipun menuju rumah Sakit dengan satu motor setelah sebelumnya mampir sesaat ke toko roti. Lagi-lagi aku dapat pelajaran berharga di rumah Sakit. Namanya Muhammad. S, seorang kawan dengan satu istri belum memiliki anak di tiga tahun usia pernikahannya. Sakit karena telat makan di sibuknya aktifitas mencari maisyah (pengahasilan). Tiba-tiba aku teringat bahwa aku belum makan dari tadi siang karena belum sempat makan dirumah, untung pas acara diskusi di KMM As Syifa tadi disugukan makanan ringan, sehingga sedikit ada kekuatan dalam melanjutkan perjalanan. Dilain sisi kulihat keluarga kawanku ini adalah keluarga yang berada, ia adalah seorang pengusaha yang bisa dikatakan sukses, ayahnya banyak memilki ruko di kota ini. Mobilnya banyak. Namun demikian, ayahnyapun mengidap penyakit yang jauh lebih serius, membawanya harus berobat ke Singapura, check up ke Salah satu Kota di pulau Jawa setiap 2 pekannya, tentu hal tersebut mengeluarkan banyak biaya. Ya.. itulah hidup.. ada mereka yang miskin tapi sehat-sehat saja, tidak punya harta namun anaknya bak kesebelasan sepak bola, artinya Allah sangat Maha adil, Allah mengetahui kemampuan manusia, Allah menguji manusia tidak akan pernah melewati batas kemampuannya, Allah Maha adil.. Allah Maha adil.. Memberikan kesimpulan lain padaku bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Mungkin gagah atau cantik disatu sisi tapi malas ibadah disisi lain, mungkin kaya dan berpangkat disatu sisi tapi kurang menghargai pasangannya disisi lain, mungkin wajahnya biasa saja disatu sisi tapi penuh tanggung jawab terhadap keluarga disisi lain meski harta tak berpunya, mungkin baik dalam ibadahnya disatu sisi tapi kurang berharta bahkan miskin di sisi lainnya, dan lain sebagainya. Kulihat pemandangan dari pintu kamar rumah sakit yang terbuka, angin sedikit demi sedikit berhembus kencang, kilatan langit perlahan menandakan akan segera turun hujan, teringatku pada panasnya siang hari tadi membakar kulit. Kamipun berpamitan untuk meninggalkan ruangan berpacu dengan takdir hujan menerobos angin malam berharap sampai sebelum turunnya hujan menuju rumah ustadz Abdu. Ditengah perjalanan, langitpun tak kuasa menahan tangisnya, air itupun tumpah membasahi pipi dunia, pertanda cinta dari sang Pencipta kepada seluruh makhluq di dunia baik mereka yang beriman, maupun mereka yang kufur kepada nikmatn-Nya. Karena waktu yang terbatas, dengan hujan yang menusuk-nusuk membasahi seluruh tubuh ini, dengan satu motor dua penghuni kami lanjutkan perjalanan meski harus berbasah-basah. Karena kondisi yang tidak memungkinkan aku putuskan untuk menuju rumahku sejenak untuk berganti pakaian berhubung arahnya tidak berseberangan. Sesampainya dirumah dengan pakaian yang basah kudapatkan keluargaku lagi makan malam bersama dihadapan televisi, duduk lesehan melingkar bak majelis. Kupandang wajah ibuku yang menatap heran kearahku, mungkin dalam hatinya berucap “dari mana nak..,?”. segera kuganti pakaianku yang basah dengan jaket dan mantel hujan yang tadi lupa kubawa. Keluar dari kamar tidurku langsung kupeluk ibuku yang sedang duduk dengan piring ditangannya bersebelahan dengan ayahku sambil menyampaikan permohonan maaf karena harus keluar rumah lagi dan tidak bisa ikut makan malam bersama. Sambil tersenyum, Ibuku hanya bisa berucap hati-hati dijalan karena hujan belum begitu reda. Salah satu kesyukuran yang membuatku sangat beruntung adalah dikaruniakan keluarga yang sangat memahami aktifitasku, mereka sangat percaya kepada anak-anaknya bahwa anak-anaknya tidak akan berbuat hal yang macam-macam, dan terus kujaga serta kubuktikan kepercayaan itu. Segera kuhampiri sahabatku yang menunggu diluar, pakaiannya tidak terlalu basah karena ia duduk dibelakang motor sehingga bisa berlindung dari hujan. Kupacu motorku kembali, kulihat wajah motorku sudah tidak berbentuk, sepertinya ia tersenyum padaku, tapi senyum yang dipaksa, kukatakan padanya “besok kita jalan-jalan ya.. ketempat favoritmu di bengkel bang Dwi...”. hujan belum berhenti, dari atas motor kulihat jalan sudah mulai sepi, dengan sisa waktu mencoba menembus waktu berharap sampai tepat waktu, diantara tusukan hujan bak jarum-jarum yang menusuk-nusuk secara istiqomah. Lampu jalan menambah anggun warna hujan yang bening, pantulan sinarnya sedikit meneduhkan pikiranku yang sedang terbayang wajah ibuku dirumah. “Ya Allah beri hamba kekuatan di lemahnya diri, di lemasnya kaki dan terbatasnya kemampuan diri”

Didepan Rumah ustadz Abdu sudah berderet beberapa motor dan satu mobil. Segera kami masuk dengan disambut wajah-wajah cerah yang selalu kurindu disetiap pekannya. Acara dibuka oleh salah seorang peserta pengajian, kemudian dilanjutkan taushiyah dari salah seorang peserta pengajian lainnya. Didalamnya disampaiakan tentang Quwwatul azzam (Kekuatan Tekat) dalam perjuangan membangun kebaikan demi kebaikan dalam masyarakat. “Ikhwah fillah” ucapnya. “kebaikan itu selalu berhadapan dengan kebathilan, kalau para pendukung kebathilan saja PeDe dengan kebathilannya, mengapa kita tidak PeDe dengan kebaikan kita” Lanjutnya. “Maka kuatkan tekat kita untuk selalu bersama dakwah ini melakukan kebaikan demi kebaikan, Jangan mudah berputus asa dan lawan rasa lelah” tambahnya. Dalam hatiku berucap luar biasa taushiyahnya, semoga aku bisa menjadi seperti yang diucapkannya. Dak akhirnya tiba saatnya Ustadz Abdu menyampaikan madah (materi) pengajiaannya tentang Tadhiyyah (Pengorbanan).

“Ikhwah fillah, Allah berfirman: Tidak akan berubah kondisi suatu kaum, sebelum kita mengubah kondisi yang ada pada kita sendiri, maka mari perbaiki diri untuk kemudian kita lanjutkan kebaikan itu, kita sebarkan kebaikan itu kepada orang lain agar semua orang dapat merasakan kebaikan demi kebaikan sebagai indah dan nikmatnya iman dan Islam ini. Dan tidak akan pernah terwujud kebaikan dan kemaslahan umat kalau tidak dibarengi dengan pengorbanan, kalau bangsa Palestina hari ini berkorban darah dan nyawa, mengapa kita enggan dan malas untuk hanya sekedar berkorban waktu dan tenaga”. Panjang lebar dijelaskan oleh Ustadz Abdu, begitu luar biasa dan menggugahnya, menambah semangat dalam dada untuk dapat memberikan yang terbaik untuk jalan ini. Rasa lelah yang sangat, yang hinggap setia menemani seolah hilang bersamaan dengan guyuran taushiyah Ustadz Abdu. Kami biasa menyebutnya dengan Murobbi, artinya orang yang mendidik, mendidik kami dengan Islam sehingga kami mengerti sedikit demi sedikit tentang Islam ini. Ingin aku katakan padanya bahwa aku akan selalu menjaga jalan ini, aku ingin pula minta maaf kepadanya karena belum bisa menjadi seperti yang diharapkannya padaku. Belum bisa mengoptimalkan amanah yang diberikannya padaku, belum bisa menjadikannya bangga memiliki seorang anggota pengajian seperti ku. Namun yang pasti aku begitu mencintainya karena Allah SWT. Hujan diluar nampak deras sekali, namun kemudian berganti dengan rintikan yang semakin terdengar sayup, suara kilat langit bernyanyi menemani indahnya suasana keakraban malam hari ini. Dalam dada kesyukuran ku mengiba “Robbi.. auzi’ni an asykuro nikmatakallati an am ta’alaiya wa ala waalidayya wa an a’malashoolihan tardhohu wadkhilni birohmatika fii ibadillaahisholihiin”.

Setelah acara pengajian pukul 23.00 malam, Ustadz Abdu meminta kami untuk membantu memasang atribut, untuk pensuksesan agenda dakwah lainnya. Tidak ada kata lain bagi kami, selain “siap”. Memasang atribut dakwah di jalan, mempublikasikan kepada masyarakat agar masyarakat tahu dan mendengar bahwa syiar Islam akan terus berjalan seiring berkembangnya pemahaman masyarakat akan Islam itu sendiri. Yang menjadikan aku kagum, ternyata Ustadz Abdu pun ikut memasang atribut sama seperti kami hingga pukul 03.00 pagi. Aku berfikir, beliaupun punya keluarga, beliaupun punya anak, beliau pun harus mengurus semua itu, tapi untuk kepentingan dakwah ia rela untuk sementara meninggalkan itu semua. Aku pun mulai berfikir, mengapa ada orang-orang seperti beliau, dilain sisi begitu banyak “mereka” yang santai, tidak mengisi pengajian dan tidak pula mambantu pensuksesan agenda dakwah lainnya, tidak memiliki amanah, dengan beribu alasan mereka utarakan untuk membenarkan ketidak terlibatannya dalam dakwah ini. Mengingatkanku sebagaimana sifat orang-orang Yahudi yang menyuruh Nabi Musa pergi berjuang sendirian bersama Tuhannya.

Sepulangnya kerumah tepat pukul 03.00, kubuka pagar rumahku, perlahan kucoba membuka pintu rumah, tapi terkunci. Kalau sudah seperti ini biasanya aku menuju samping rumah, dekat jendela kamar saudara perempuanku, kuketuk jendela kamarnya untuk membukakan pintu rumah. Karena dia orangnya sensitif, tidak bisa mendengan suara sedikitpun langsung bangun, sekali saja kuketuk jendelanya langsung saja ia terbangun dan mengerti maksud ku. Akhirnya dibukanya juga pintu rumah. Dan Alhamdulillah semua orang di dalam keluagaku memahami aktifitasku meski harus pulang dini hari. Ada satu yang kulupa dari perjalananku sampai detik ini, bahwa “aku lelah sekali”. Dalam kondisi rumah yang gelap, aku masuk kamarku, kemudian masuk kamar mandi membasuh kaki dan muka, kulanjutkan dengan berwudhu. Kurebahkan badan dengan kaki yang menggetar ini diatas tempat tidurku, dengan mata yang sudah sayup berharap Allah memberikan mimpi indah malam hari ini, dengan tenaga sisa kustel alaram di handphone ku berharap bisa bangun subuh hari. Suara jangkrik sangat jelas terdengar, ditambah suara 3 ekor angsa tetangga menina bobokkan ku dalam kelelahan yang maha sangat, kesunyian di malam ini menyuruhku segera beranjak dari alam dunia menuju alam lainnya. Bismikallahumma ahya wabismika amuut......... Didalam tidur aku bermimpi bertemu ibu, ibu yang sangat menyayangiku, ia datang kepadaku menggandeng tangan seorang gadis. Diangkatnya tangan gadis tersebut dan diserahkannya padaku. Ah.. ibu... aku mengerti maksudmu...

Bersambung besok