Aku dan disisiku murobbi



Oh alangkah bahagianya
Oh alangkah mulianya
Hari ini aku kisahkan
Aku dan disisiku… Murobbi

Seperti rasul
Bersama sama menikmati satu santapan, begitu murobbiku
Duduk bersama jamaah satu hidangan

Seperti rasul
Bersama sama berbantalkan lengan
Begitu murobbiku
Bersama sama tidur diatas satu hamparan

Seperti rasul
Turun bersama gali paritan
Begitu murobbiku
Senantiasa seiring lakukan tugasan

Seperti rasul
Faham segala dalaman luaran
Begitu murobbiku
Segala pemikirannya terukur menjelaskan

Seperti rasul
Membina syuhada pemuda pahlawan
Begitu murobbiku
Dibina aku lengkap perincian

Seperti rasul
Marah, senyum, sedih memberi kesan
Begitu murobbiku
Member taujih sesuai perasaan

Seperti rasul
Mensucikan, memahamkan lantas menggerakkan
Begitu murobbiku
Diasuh aku, jadi asa kebangkitan

Seperti rasul
Menghormati tidak mempermalukan
Begitu murobbiku
Disampingnya aku terasa dimuliakan

Yang lahir bukan sekedar hartawan
Yang lahir bukan sekedar agamawan
Yang lahir bukan sekedar negarawan
Yang lahir bukan sekedar tokoh kemasyarakan
Yang lahir bukan sekedar jago kebajikan
Yang lahir bukan sekedar olahragawan
Yang lahir bukan sekedar tokoh perdebatan

Tapi RIJAL……………..
Karena mereka islam diagungkan
Oh alangkah bahagia
Oh alangkah mulia
Ketika itu aku dan disisiku
Murobbi……….

(syed ahmad israa’)

Di Kutai Timur aku menulis

Diluar sana hujan turun rintik rintik sambil tersipu malu si hujan menunjukkan kebeningan jasadnya membasahi bumi sangata, kutim kalimantan timur. Di sela sela tasmi’ qur’an surah ar rahman dari salah seorang peserta I’dad murobbi, kusempatkan diri untuk menulis isi hati yang saat ini sedang menggeliat hebat dalam batin menyaksikan acara yang sedari kemarin pagi dimulai. Kulihat wajah wajah segar penuh ketawadhuan mengelilingi ruangan di Darussalam ini. Sebelum keberangkatan kemarin lusa dari samarinda, di rumah istriku melepas keberangkatanku dengan senyum yang diselingi kesedihan, kubaca dari wajahnya bahwa bidadariku ini mengalami delematis yang sangat saat melepas keberangkatanku untuk bergabung dalam tim I’dad, antara kewajiban seorang istri untuk mendukung dakwah suaminya dan kondisi anak yang sakit yang sangat memerlukan kehadiran ayah disampingnya, belum lagi masalah adik kami yang akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat yang sangat memerlukan kehadiran kakaknya untuk mengurus segala sesuatunya.

Oh istriku.. kau berusaha menyembunyikan perasaan itu, tapi suamimu ini tahu
Diwajahmu tertulis dengan terang perasaan hatimu
Istriku… yang kucintai karena Allah
 ketahuilah kalau bukan karena mengingat abu tholhah
Yang menyambut seruan itu diusinya yang sangat senja,
.. khifaafan.. watsiqoolan… dia menyebut….
Maka tak akan kusambut seruan ini pula

Hujan sesaat berhenti, kicauan burung semakin jelas terdengar merdu beserta suara akh ibnu yang terdengar didalam ruangan beserta peserta acara. Kulirik kearah seorang peserta, sungguh indahnya ia datang beserta istri dan ke 3 anaknya. Sangat menyentak hatiku saat kutahu bahwa ia datang dari wahau, sebuah daerah yang lebih jauh dari samarinda bila menuju sangata, subhanallah.. bagaimana ia bisa datang ke acara yang berlangsung selama 3 hari ini, bermalam. Jalan yang sangat rusak ia tempuh, hanya menggunakan kendaraan roda dua membawa 3 anaknya yang masih kecil kecil. Disuatu malam kulihat anaknya tertidur pulas diluar rungan beralas kain yang dilipat agar lantai kayu ulin itu tidak terasa dipunggung sang anak, seketika kakaknya datang sambil tertawa ia cubit kedua pipi adiknya gemes, ia mainkan pipi adiknya sambil tertawa kecil… sampai tak sadar ia pun ikut tertidur disebelah adiknya tanpa kain alas… sementara sang ayah dan ibu sambil mengawasi anak yang satunya lagi tetap konsentrasi menyaksikan materi yang disampaikan akh ibnu. Subhanallah sungguh pemandangan yang sangat menyentuh, keesokan harinya tetap bersemangat mengikuti materi demi materi di tengah tangisan anak anak mereka diluar ruangan, sampai disuatu waktu dhuha aku menangis memikirkannya, aku berdoa penuh khusu’ dalam getaran hati yang tergoncang hebat, air bening hampir jatuh dipelupuk mata ini.

Duhai Allah… mereka keluarga dakwah
Hadir dalam acara ini untuk mencari ridho Mu
Maka… ridhoilah mereka ya Allah
Dalam naungan cinta dan maghfirohmu
Mudahkan urusannya, kuatkan langkah kakinya
Permudah urusan dunia dan akheratnya
Kuatkan pijakan kakinya dalam jalan yang Engkau ridhoi
Jalan dakwah yang Engkau berkahi…

Bumi Sangata, Kutim Kalimantan Timur
Farrosih

Dakwah kita hari ini

Sudah lelah kah kau kawan atas perjuangan dakwah ini?? Hhmm mungkin jadwal syuro yang padat itu membuatmu lemah?? Atau tak pernah punya waktu istirahat di akhir pekan yang kau gusarkan?? Atau pusingnya fikiranmu mempersiapkan acara2 bertemakan dakwah yang membuatmu ingin terpejam?? Atau panasnya aspal jalanan saat kau aksi yang ingin membuatmu “rehat sejenak”??? atau sulitnya mencari orang yang ingin kau ajak ke jalan ini yang kau risaukan?? Atau karena seringnya juniormu meminta infak2mu yang membuatmu ingin menjauh??

Dakwah kita hari ini hanya sebatas ‘itu’ saja kawan.hehe bukan ingin melemahkan tapi izinkan saya showing kali ini…. Taukahkau Umar bin Abdul Azis?? Tubuhnya hancur dalam rangka 2 tahun masa memimpinnya...2 tahun kawan, Cuma 2 tahun memimpin tubuhnya yang perkasa bisa rontok..kemudian sakit lalu syahid...sulit membayangkan sekeras apa sang khalifah bekerja…tapi salah satu pencapainya adalah..saat itu umat kebingungan siapa yang harus di beri zakat…tak ada lagi orang miskin yang layak di beri infak…

Apakah kau lelah berdakwah kawan...saat baru kau rasa ternyata selain indah dakwah itu banyak konsekuensinya... Memang seperti itu dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu.
Berjalan, duduk, dan tidurmu.

Tapi syekh Mustafa masyhur mengatakan “jalan dakwah ini adalah jalan yang panjang tapi adalah jalan yang paling aman untuk mencapai RidhoNya” ya kawan, jalan ini yang akan menuntun kita kepada RidhoNya…saat Allah ridho..maka apalagi yang kita risaukan?? Saat Allah ridho…semunya akan jauh lebih indah…karena Syurga akan mudah kita rasa..

Rasulallah begitu berat dakwahnya..harus bertentangan dengan banyak keluarga yang menentangnya..mushab bin umair harus rela meninggalkan ibunya. Suhaib ar rumi harus rela meninggalkan seluruh yang dia kumpulkan di mekkah untuk hijrah…Asma binti Abu Bakar rela menaiki tebing yang terjal dalam kondisi hamil untuk mengantarkan makanan kepada ayahnya dan Rasulallah, hanzholah segera menyambut seruan jihad saat bermalam pertama dengan istrinya, Kaab bin malik menolak dengan tegas suaka raja ghassan saat ia dikucilkan…

Billal, Ammar, keluarga yasir..mereka kenyang dengan siksaan dari para kafir, Abu Dzar habis di pukuli karena meneriakkan kalimat tauhid di pasar, Ali mampu berlari 400 KM guna berhijrah di gurun hanya sendirian, Usman rela menginfakkan 1000 unta penuh makanan untuk perang tabuk, Abu Bakar hanya meninggalkan Allah dan Rasul Nya untuk keluarganya…Umar nekat berhijrah secara terang terangan, Huzaifah berani mengambil tantangan untuk menjadi intel di kandang musuh,


Thalhah siap menjadi pagar hidup Rasul di uhud, hingga 70 tombak mengenai tubuhnya, Zubair bin Awwan adalah hawarii nya rasul, Khansa merelakan anak2nya yang masih kecil untuk berjihad, Nusaibah yang walopun dia wanita tapi tak takut turun ke medan peran, Khadijah sang cintanya rasul siap memberikan seluruh harta dan jiwanya untuk islam, siap menenangkan sang suami dikala susah..benar2 istri shalihah ^_^

Atau mari kita bicara tentang Musa…mulutnya gagap tapi dakwahnya tak pernah pudar…ummatnya seburuk buruknya ummat, tapi proses menyeru tak pernah berhenti…atau Nuh, 900 tahun menyeru hanya mendapat pengikut beberapa orang saja..bahkan anaknya tak mengimaninya…Ibrahim yang dibakar namrud, Syu’aib yang menderita sakit berkepanjangan tapi tetap menyeru…Ismail yang rela di sembelih ayahnya karena ini perintah Allah…

Atau izinkan saya bicara tentang Hasal Al Banna yang di bunuh oleh Negara nya sendiri karena dakwahnya..tak boleh ada yang mendekati jazadnya atau penjara tempatnya…hanya di kuburkan oleh ayahnya dan saudara2nya, atau Sayyid Qutbh yang berakhir di tiang gantungan..atau Ahmad Yassin yang dengan lumpuhnya tapi dapat membangkitkan semangat jihad para pemuda palestina, atau fathi farhat di usia mudanya menjadi pejuang tangguh hamas..

Atau kita bicara orang2 shaleh di Indonesia…Almarhum Rahmat Abdullah yang menangis memasuki gedung DPR, Ustadz Hilmi Aminuddin yang ayahnya di bunuh oleh rezim terdahulu tetapi menyerukan kepada kader dakwahnya untuk memaafkan mereka dan menyerukan kepada kader dakwahnya untuk terus menyeru..terus memproduksi kebajikan.

Sekarang beranikah kita masih menyombongkan diri dengan dakwah yang kita lakukan…mengatakan lelah padahal belum banyak melakukan apa apa…bahkan terkadang…kita datang kepada dakwah dengan keterpaksaan, berat hati kita, terkadang menolak amanah, atau memilih amanah yang mudah2…

Kawan…dakwah kita hari ini hanya sebatas “itu2” saja he he bukan untuk melemahkan…tapi menguatkan karena ternyata yang kita lakukan belum apa apa….

Hamasah never Die….Don’t Give Up kawan

Untuk saudaraku yang beralih

Mudah-mudahan kau tak lupa. Dulu masing-masing kita duduk di lingkarannya. Dengan suguhan tilawah dan materi panah. Mata kecil kita dibuka oleh satu gelombang indah. Gelombang yang disatukan oleh ukhuwah dan digerakkan oleh hamasah. Yang menyeret kita hingga berada dalam lingkaran-lingkaran kecil tarbiyah.

Semoga kau tak melupakan jasa baik gelombang itu. Dia yang memperkenalkan islam pada kita. Saat jiwa yang tumbuh remaja masih lugu. Saat jiwa rawan terseret dunia. Lelap dalam pencarian jati diri. Mereka dan kebaikannya menyelamatkan kita.

Lalu kalau gelombang itu berlabel harokah, maka adalah wajar bila ia berubah. Ia mengalir mengikuti permukaan zaman. Karena ia bukan air yang tergenang.

Lalu kalau banyak fitnah – internal dan eksternal, maka adalah wajar berlakunya sunnatullah. Kau tak menemukan jamaah dakwah yang selamat dari fitnah. Sejak dahulu, zaman para nabi, hingga sekarang.

Lalu kalau banyak terjadi perbedaan, maka adalah wajar sekumpulan manusia bertentang faham. Mereka manusia yang bersemangat memikirkan dakwah, kemudian terkumpul banyak gagasan. Dan itu adalah kekayaan.

Kini saat serbuan kabar dan tuduhan menghajar gelombang itu, kau memutuskan beralih membawa segenap kekecawaanmu. Sedangkan aku masih di sini, dalam husnuzhonku. Karena berbagai berita itu tak dapat terkonfirmasi olehku.

Tapi ‘alaa kulli haal, kuharap masih ada rasa kasih sayang antara kita. Semoga ukhuwah yang dulu diperkenalkan oleh gelombang itu, masih tertanam dalam hati kita.

Saudaraku, kalau kau masih mempercayai akan adanya orang-orang yang tulus dalam gelombang itu, maka kuminta kau berhenti menyudutkan ia di muka umum. Kalau kau masih percaya bahwa kejahatan mengintai gelombang itu, maka kuminta kau berhenti mengumpan anasir-anasir jahat untuk menghancurkan gelombang itu.

Kalau kritik yang kau berikan, dekatkan mulutmu ke telinga ku! Karena sedikit kritikmu terdengar oleh anasir-anasir jahat, maka anasir-anasir itu akan membuat kritikmu menjadi adonan yang diberi soda kue hingga mengembang dan dibubuhi berbagi bumbu hujatan. Relakah kau mendengar saudaramu dicaci maki?

Kalau kau masih percaya bahwa masih banyak orang yang baik dalam gelombang itu, aku minta kau bersedekah dengan diammu. Kenanglah kebaikan yang pernah diberikan oleh gelombang itu padamu, agar teredam hasrat untuk mengumbar kekecewaanmu.

Dulu gelombang itu telah berbuat baik padamu. Kini, berbuat baiklah pada gelombang itu dengan menahan diri dari melampiaskan kekecewaanmu. Kalau kau mempercayai berita-berita itu, biarlah akhirat mengungkap semuanya. Biarkanlah orang-orang yang – kau percayai masih - tulus bekerja. Mereka adalah orang-orang yang tidak terganggu oleh berita dan tuduhan itu. Mereka orang-orang yang sama sepertiku, tetap dalam husnuzhonnya. Atau mereka orang yang mengerti betul bahwa kebanyakan berita/tuduhan yang datang itu tidak valid.

Begitu akhi, sudikah kau memahaminya? (andaleh)

Nafahat Robbaniyyah

اَلنَّفَحَاتُ اَلرَّبَّانِيَّةُ
قَالَ تَعَالَى : وَمَا كَانَ اللهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ  " الأنفال : 33 "
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِفْعَلُوا الْخَيْرَ دَهْرَكُمْ وَتَعَرَّضُوْا لِنَفَحَاتِ رَحْمَةِ اللهِ، فَإِنَّ للهِ نَفَحَاتٌ مِنْ رَحْمَتِهِ يُصِيْبُ بِهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبْادِهِ، وَسَلُوا اللهَ أَنْ يَسْتُرَ عَوْرَاتِكُمْ، وَأَنْ يُؤَمِّنَ رَوْعَاتِكُمْ  "انظر الصَّحِيحَة : 1890"

Gelombang Rahmat Allah
Allah SWT berfirman:
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun. (Q.S. Al-Anfal: 33)
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Lakukalah berbagai kebajikan sepanjang zamanmu, dan pasang dirimu untuk mendapatkan nafahat (gelombang) rahmat Allah SWT, sebab Allah SWT mempunyai banyak nafahat dari rahmat-Nya, yang Dia timpakan kepada sebagian dari hamba-Nya yang Dia kehendaki, dan mohonlah kepada Allah SWT agar aib-aib-mu ditutupi, serta agar rasa takutmu dirubah menjadi rasa aman.
[lihat Silsilah Hadits Shahih, no. 1890].
وقال الحسن : أكثروا من الاستغفار في بيوتكم وعلى موائدكم وفي طرقكم وفي اسواقكم وفي مجالسكم وأينما كنتم فإنّكم لا تدرون متى تنزل المغفرة " أنظر جامع العلوم والحكم و نوادر الأصول "
Al-Hasan Al-Bashri berkata: Perbanyaklah istighfar; di rumah, di meja-meja perjamuan makan, di jalan-jalan, di pasar-pasar, di majlis-majlis (forum-forum) dan di mana pun kalian berada, sebab kalian tidak mengetahui, kapan pengampunan itu turun.
[Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam dan Nawadir al-Ushul]
صلى رجل إلى جنب عبد الله بن المبارك ، فلما سلم الامام سلم وقام عجلا ، فجذب عبد الله بثوبه ، وقال : أما لك إلى ربك حاجة !
Seorang lelaki shalat di samping Abdullah bin Mubarak, selesai imam salam, lelaki itu berdiri dan buru-buru pergi, maka Abdullah menarik baju lelaki itu sambil berkata: “Memangnya kamu tidak mempunyai hajat apa pun kepada Tuhanmu”.
فتعرض إلى نفحات الله بكثرة الإستغفار والدعاء فإنه لا يرد القدر إلا الدعاء ولعلك تصادف ساعة إجابة تسعد فيها سعادة لا تشقى بعدها ، ولعلك توافق نفحة من نفحات الكريم وهبات المنّان تصلح أمورك بها .
Oleh karena itu, posisikan dirimu untuk terkena nafahat Allah SWT dengan cara memperbanyak istighfar dan do’a kepada-Nya, sebab tidak ada yang menolak qadar selain do’a, dan siapa tahu istighfar dan do’amu itu bertepatan dengan saat terkabulkannya doa, yang membuatmu akan berbahagia selamanya, dan siapa tahu istighfar dan do’amu bertepatan dengan nafahat dan pemberian Dzat yang Maha Pemurah dan Maha Pemberi, yang dengannya segala urusanmu akan menjadi baik 

Musyafa Abdurrahim, Lc

Berbalas cinta

 Rasanya, jarum jam di dinding Ummu Muhammad berjalan lambat, benar-benar lambat untuk sampai ke angka 6 sore. Ummu Muhammad terus memandangi jarum jam itu, kalau memungkinkan, ia hendak mempercepat perjalanan jarum jam itu agar segera sampai di waktu Maghrib, agar malam segera tiba, dan tidak lama lagi ia akan beristirahat.
Itulah hari pertama Ummu Muhammad sebagai seorang janda, di mana baru kemaren saja suaminya, Abu Muhammad meninggal dunia dan dikuburkan. Ia meninggalkan seorang istri, Ummu Muhammad dan seorang anak lelaki, Muhammad, yang masih sangat kecil, 3 tahun, sebab Abu Muhammad meninggal dunia dalam usia muda, 26 tahun.
Saat itu, rumahnya masih diramaikan oleh mereka yang melakukan ta'ziyah. "Bersabar dan relakan kepergian Abu Muhammad, semoga Allah SWT akan menjadikan Muhammad lelaki yang berbakti kepada ibunya, sehingga dapat menghapus segala duka dan nestapa yang mungkin menimpa dirimu", begitu bunyi sebagian do'a yang diucapkan mereka.
Dan begitulah keadaan Muhammad, ia menghabiskan masa kecilnya sebagai anak yatim, bersama ibunya yang sangat sayang kepadanya, sehingga sang ibu itu seakan ayah dan ibu sekaligus.
Seiring berjalannya waktu, masuklah Muhammad Sekolah Dasar, dan - subhanallah - semenjak kelas satu, sampai kelas enam, Muhammad selalu berada pada posisi ranking satu dengan nilai istimewa.
Sebagai rasa syukur, sang ibu membuat "pesta" dengan mengundang para tetangga dan kerabat, pesta dari seorang janda yang hidup dengan bekerja di sebuah "perusahaan" kain tenun dengan gaji ala kadarnya untuk penyambung hidup diri dan putranya, dan itupun dilakukannya di rumah sendiri, dan setelah selesai ordernya, baru diserahkan kepada "perusahaannya".
Setelah malam tiba, dan para undangan pulang ke rumah masing-masing, sang ibu memanggil Muhammad, dan membisikkan kata-kata: "Putraku Muhammad, kamu sudah mulai tahu bahwa kehidupan ibumu sangatlah miskin, tetapi saya bertekad untuk terus bekerja menenun secara mandiri, lalu menjualnya, dan cita-citaku adalah agar engkau terus melanjutkan studi-mu sehingga engaku lulus sebagai seorang sarjana, sehingga keadaanmu akan jauh lebih baik di masa mendatang".
Mendengar tekad ibunya, Muhammad menangis sambil merangkul ibunya, dan dengan kepolosan seorang bocah ia berkata: "Mama, kalau saya nanti masuk surga, insyaAllah akan aku beritahukan kepada papa, bahwa mama adalah seorang yang sangat mulia kepadaku".
Mendengar jawaban lugu seperti itu, air mata Ummu Muhammad tidak dapat dibendung lagi, sambil tersenyum, ia elus kepala anaknya.
Waktu terus berjalan dan Muhammad telah lama belajar di sebuah universitas di negerinya dan tidak lama lagi akan menyelesaikan studinya dan akan menjadi seorang sarjana, sementara ibunya tetap berprofesi sebagai seorang penenun freeland dan menjualnya, seakan pekerjaan itu baru ditekuninya semenjak kemaren sahaja.
Suatu hari, Muhammad melihat satu kondisi yang membuatnya menangis, ia baru saja tiba dari rumah salah seorang temannya, ia dapati ibunya tertidur, pada wajahnya tampak garis-garis ketuaan dan kelelahan yang luar biasa, sementara di tangannya terpekang benang, kain tenun dan peralatan lainnya. Muhammad menangis, betapa ibunya telah sedemikian besar berjuang dan berkorban untuk dirinya.
Di malam hari itu Muhammad tidak dapat tidur, dan paginya ia pun tidak masuk kuliah, bahkan ia bermaksud untuk mengikuti program kuliah di Universitas Terbuka saja, agar dapat menyambi bekerja guna meringankan beban ibunya.
Mendengar niatan seperti itu sang ibu marah besar, dan di antara kalimatnya: "Keridhaanku kepadamu adalah kalau engkau menyelesaikan studi kesarjanaanmu seperti yang sekarang ini, dan bukan menjadi mahasiswa UT yang sambilan, dan aku berjanji, kalau engkau sudah lulus, dan mendapatkan pekerjaan, saya akan meninggalkan pekerjaanku ini".
Itulah yang kemudian terjadi, dan akhirnya Muhammad bersiap-siap untuk ikut wisuda dan ia mulai berangan-angan dan membayangkan mendapatkan pekerjaan agar dapat merehatkan ibunya yang semakin menua tersebut.
Dan itulah yang terjadi kemudian, begitu lulus, Muhammad langsung mendapatkan pekerjaan.
Muhammad mulai bekerja dan sang ibu mulai menimang-nimang alat tenun untuk siap-siap ia hadiahkan kepada tetangganya, peralatan yang telah sekian lama menyertai hidupnya. Muhammad pun mulai menghitung hari-hari bekerjanya, ia mulai membayangkan gaji pertama yang akan diterimanya, ia mulai berfikir, untuk apa gaji pertama itu, apakah akan ia pergunakan untuk mengajak ibunya plesir, jalan-jalan, ataukah gaji itu ia pergunakan untuk membelikan baju dan perhiasan ibunya?
Selagi ia berpikir dan melamunkan demikian, tiba-tiba ia dikejutkan oleh kedatangan ibunya ke dalam kamarnya, dan pada wajahnya tampak kekuningan tanda kelelahan yang amat sangat, sang ibu berkata: "Muhammad, ibu merasa sangat letih, aku tidak tahu apa sebabnya".
Tidak lama kemudian sang ibu pingsan.
Muhammad bergegas menolongnya, ia lupa dirinya, lupa pekerjaannya, hatinya telah ia tumpahkan kepada ibunya, ia bawa ibunya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan segera.
Ibunya masuk ruang IGD dan ia tidak diperkenankan ikut masuk. Dengan panik ia menunggu di luar ruangan, batinnya tidak pernah berhenti untuk mendoakan kebaikan bagi ibunya.
Tidak lama setelah itu, ruang IGD terbuka dan ia pun memburu seorang dokter yang tampak muncul. Sebelum ia bertanya, sang dokter berkata: "Mas Muhammad, bersabarlah dan relakan kepergian ibumu".
Muhammad kehilangan keseimbangannya, dan terjatuh pingsan, dan itulah takdir Allah yang terjadi.
Setelah sadar, tidak ada pilihan baginya kecuali menerima takdir Allah SWT, dan ia hantarkan ibunya ke tempat pemakamannya untuk menyusul sang suami yang telah lama mendahuluinya.
Tibalah hari di mana Muhammad menerima gaji pertamanya, tapi, apa arti gaji tanpa ibu, apa arti harta tanpa ia dapat membalas jasanya?
Saat melamun begitu, tiba-tiba muncul gagasan dalam pikirannya: bagaimana caranya berbakti kepada sang ibu, walaupun ia telah meninggal dunia, dan akhirnya ia mendapatkan ide untuk mengkhususkan seperempat gajinya pada setiap bulannya untuk ia sedekahkan atas nama sang ibu, dan itulah yang kemudian terjadi.
Sudah ratusan sumur ia gali; ada yang di Afrika, ada yang di Asia (Indonesia, Kamboja, Philipina dan lainnya), semua itu ia lakukan atas nama ibunya.
Juga sudah ribuah dispenser ia wakafkan di masjid-masjid, baik masjid-masjid di negerinya maupun di luar negeri, semua itu atas nama wakaf ibunya.
Pada suatu hari, selagi ia memasuki masjid kampungnya, ia dikejutkan oleh adanya dispenser di masjid itu. Ia pukul kepalanya: "Subhanallah, kenapa aku wakafkan dispenser di masjid lain, sementara masjid tempat aku shalat, justru tidak mendapatkan bagian! Sehingga keduluan oleh orang lain?!!!".
Selesai shalat ia disalami sang imam, dan ia menjadi terkejut saat sang imam berkata: "Terima kasih pak Muhammad atas wakaf dispensernya".
Dengan tergagap ia berkata: "Bukan saya yang mewakafkan?!!!".
"Memang bukan pak Muhammad secara langsung, tetapi, Abdullah, putramu yang mewakafkannya atas nama pak Muhammad!!!".
Rupanya, sang anak yang bernama Abdullah, setiap hari menyisihkan uang jajannya, dan setelah cukup untuk membeli dispenser, ia serahkan kepada imam masjid untuk dibelikan dispenser dan atas nama bapaknya.
Abdullah melakukan hal itu karena selalu melihat perilaku ayahnya yang selalu menyisihkan gaji, lalu diwakafkan atas nama ibunya.
Begitulah keberkahan birrul walidain, oleh karena itu, lakukanlah birrul walidain, agar putra/putrimu juga membalas cinta dengan berbuat birrul walidain kepadamu, amiin.