Cinta dan kehilangan

“Yaumun lana wa yaumun ‘alaina”

Pada suatu hari kita beroleh kemenangan dan pada hari yang lain kita pula yang dikalahkan. Pada suatu hari kita berjumpa dengan yang kita inginkan dan pada hari yang lain kita pula yang ditinggalkan.

Disuatu sore, sahabatku yang kalem dari tanah kelahirannya di selatan Kalimantan Timur mengirim pesan singkat melalui handphone nya:

”Assalaamu’alaikum. Mohon do’anya ikhwah semua untuk kesembuhan abi, agar dapat melalui masa kritis penyakit jantung. Jazakallah. Wslm”

Aku hanya bisa menjawab
”Iya akhi... antum sabar ya...”

Sejenak kemudian tidak berselang beberapa jam, kabar dari sahabat yang lain datang bertamu di handphone ku.

“Innalillahi wa innailairoojiun, telah berpulang ke rahmatullah ayahanda akhi sholeh (hamas/paser) jam 16.30 sore tadi”

Hati ini langsung bergetar, sesosok wajah kalem nan bersahaja tiba-tiba muncul dihadapan pikiranku dengan senyum lembutnya membersamai takdir yang harus diterima, takdir yang telah membawa pergi harapan yang selama ini menjadi mimpi untuk kebahagiaannya. Kayu telah menjadi arang, bumi sudah terlanjur berjanji akan terus berputar tanpa harus berhenti melihat siapa yang kedinginan dengan malam dan siapa yang kepanasan dengan siang. Takdir itu telah menjadi nyata, ayat-ayat itu telah benar bukti adanya, ucapan dari lisan Nabi tercintapun telah menjelma dihadapan. Bahwa hari itu akan tiba, saat dimana kita harus berpisah dengan orang-orang yang kita cintai, dengan tangan mereka yang melambai ataukah tangan kita yang akan melambai mereka. Berharap adalah manusiawi, bersedih adalah biasa, menangis adalah wajar. Saat seperti itu, ketika cinta dan kehilangan harus berbenturan, maka hanya satu wadah paling aman dan setia menumpahkan perasaan dan kegalauan sebagai manusia yang begitu lemah, ya.. ALLAH lah tempat itu.

Mengingatkan kita pada kata bijak:

“Yaumun lana wa yaumun ‘alaina”

Pada suat hari kita bahagia dengan cita dan harapan kita, pada suatu harinya nanti, kecewa sedang menanti diujung sana. Bagai berputarnya bumi ia dipergilirkan sebagai rahmat yang begitu indah menyeksamai hikmah dari perjalanan hidup yang sebentar ini. Dan bila mimpi indah itu telah terbang kedunia lain membawa serta harapan dan cita-cita cinta kita, maka ingatlah kembali saat tentara uhud kaum muslimin kembali dari peperangan dengan wajah lesu dan menghilangnya semangat dan cita-cita mereka. Saat itu tujuh puluh Mujahid fii sabilillah gugur, diantaranya adalah paman Nabi sendiri Hamzah bin Abdul Muthalib, Nabi sendiri pun mendapat luka. Maka terlihatlah kelesuan, kebimbangan, lemah semangat dan duka cita menghinggapi di hampir semua pasukan kala itu. Maka kedatangan merekapun disambut dengan kalimat motivasi dari Allah SWT sang penentu takdir ”Wala tahinu, wala tahzanu, wa antumul a’launa inkuntum mu’minin”, kalimat itu datang dari langit, membangunkan jiwa-jiwa yang kehilangan, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan harapan yang terlanjur membumbung tinggi, menyeksamai arti penting dari ”cinta dan kehilangan”

Maka sahabat, cintailah apa adanya, bencilah ala kadarnya, sehingga bila suatu saat terluput maka tiada ada yang terasa berat dalam sengsara. Bila kita telah siap dengan bahagia, cukuplah adil bila kita harus siap pula dengan kecewa. Bahagia dan kecewa adalah bagai dua sisi mata uang yang akan selalu bersama dalam menghargai arti dari sebuah kehidupan yang semakin hari, semakin menunjukkan corak warna warninya. Bahagia adalah manusiawi, kecewa adalah manusiawi, tertawa adalah manusiawi, menangis pun adalah manusiawi, namun mereka akan bernilai indah, dengan seni ibadah bernilai dihadapan Rabb kita, manakala ia dibingkai dengan keimanan yang selalu menyertai Allah dimanapun dan bagaimanapun warna itu ada. Namun satu hal yang menjadi pentingnya sebuah catatan adalah manakala kita bisa berbaik sangka padaNya dengan sebaik-baik sangkaan yang pernah ada dan yang pernah kita kenal.

”Akupun bahagia
Dan akupun akan kecewa”

Farrosih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar