KETIKA MAHAKAM BERTASBIH
















Gelombangmu tenang
Setenang dzikir Abu Hurairah
Selembut azan Bilal bin Rabbah
Kesunyian pagimu mengakrabi lelah
Diantara canda burung bersayap
Angin berhembus dari arah selatan
Menghantam dingin sekujur badan
Membersamai surya dibalik senyum awan
Di timur ufuk tak berkawan
Dalam nafas kutarik panjang
Tak kuasa ku tak berucap subhanaLLah….


Mahakam menggemuruhkan syairnya, sungai terpanjang itu membacakan ayat-ayat kauniyah dalam ketenangan dan kesunyiaannya, rukuk, sujud, bertasbih kepada Tuhannya, melaksanakan kewajiban sebagai ciptaan dihadapan Sang Khaliq. Seorang anak manusia sedang duduk ditepinya, tepi sungai mahakam yang menjadi sumber inspirasi membangun jiwa dihadapan gelombang ketenangan dan lantunan alam yang membentang dihadapan, apalagi dihiasi indah Masjid Islamic Centre dipandang dari kejauhan yang masih saja terlihat megah dan mempesona. Menelusuri hikmah, mencari bukti dan kebenaran dari suguhan yang dipersembahkan oleh sang pencipta, tadi, selepas fajar subuh ia pacu kendaraan menujunya melepas kepenatan dari serangkaian aktifitas yang menguras energi dan waktu. Berkawan mushaf kecil ia mencoba rehat dalam kesunyian, disuatu tempat belajar mentafakkuri alam sembari melepas kepenatan baik fisik maupun fikiran, menarik nafas panjang sepanjang kelelahan yag selalu membersamainya, disebuah sungai terpanjang dan terbesar di Kalimantan ini, Sungai yang membelah provinsi Kalimantan Timur, Panjang sungai ini mencapai 920 km dan di hilir Sungai Mahakam lebamya kira-kira 500 m. sebuah tempat dimana ia terbiasa bersamanya, bersama alam membuat kesimpulan-kesimpulan kecil dan sederhana memaknai hikmah yang masih tersirat dan perlu penafsiran menemani serangkaian perjalanan masa terlewati untuk dijadikan pelajaran berharga dalam hidup dan kehidupan kedepannya. Disuatu ahad pagi sekali saat tidak ada seorangpun ditempat ini, saat jalan ditengah kota masih lengang oleh kendaraan berasap, saat hanya ada belasan burung mengepakkan sayap-sayap bermain mesra sesamanya diatas sungai menyambut datangnya matahari yang akan muncul diufuk timur. Angin berhembus dari arah selatan menghantam dingin sekujur tubuhnya seolah membawa pesan singkat dan menegaskan bahwa ia akan selalu ada dan dapat dirasakan keberadaannya meski tiada seorangpun yang mampu melihat angin tersebut, angin mengabarkan bahwa Allah itu Maha ada dan dapat dirasakan keberadaaNya, meski tiada seorangpun yang mampu melihat. Allah Maha “ada” sebelum kata “ada” itu ada, dan Allah akan tetap “ada” meski kata “ada” itu tidak ada, karena adanya Allah karena ketiadaan manusia, karena Allah itu WUJUD. Menjadi kesedihan yang sangat, sebuah tempat yang indah dikala pagi seperti ini menjadi objek wisata kemaksiatan dikala senja dan malam hari, wadah yang semestinya dimanfaatkan untuk tadabbur akan keagungan Allah di salah gunakan sehingga memaksa menjadi tadabbur akan kemurkaan Allah SWT.

Mencoba beralih pandang kearah luas sungai yang bergelombang dan beriak kecil. AIR bergerak dari hulu ke hilir, bergerak menelusuri apa yang memang harus ia telusuri. BEGITULAH HIDUP, harus bergerak dan mengalir, tidak boleh berhenti pada satu titik perhentian, apabila air tidak bergerak dan tidak mengalir maka ia akan menjadi air yang tergenang, berwarna keruh, berbau dan berasa aneh, hingga beracun, tidak suci dan tidak bisa mensucikan. Kepada siapapun yang menghendaki kedinamisan hidup bak air inilah kita menteladaninya, mari bersama bergerak dan bergerak jangan pernah berhenti berjuang menuju bintang, jangan pernah merasa bahwa hidup tidak akan mengalirkan kita sumber mata air semangat menuju cita-cita, mengalirlah terus, bergeraklah terus, bukankah tidak akan ada suara merdunya pabila huruf-huruf dalam alqur’an tidak ber harokat, maka teruslah ‘berharokah’, bergerak dan mengalir seperti air sehingga gerak kita bersuara merdu yang nadanya didengar penghuni bumi dan langit, menghujam dan mengetarkan hati musuh-musuh kebaikan yang bertengger dan bersembunyi dibalik warna mereka.

Diseberang sana ia melihat Masjid Islamic Centre berdiri dengan anggun, dihiasi puncak gunung yang diselimuti tumbuhan hijau yang mulai terkelupas yang sedikit banyak menambah indah wajah Samarinda kala pagi hari. Tak sengaja matanya melihat beberapa pohon yang berdiri diatas takdirnya menjalankan tugasnya sebagai ciptaan, lama ia lihat dan mencoba menelusuri serangkaian kalimat yang ada di dalamnya, menggali hikmah yang semoga bisa melembutkan hati yang terlalu sering lalainya dari pada ingatnya, muncul sebuah kesimpulan sederhana bahwa ternyata peran penting dari sebuah pohon adalah AKAR, begitu besar peran akar dalam proses pertumbuhan si “pohon”, ia mencari sumber energi, menelusuri setiap kelam tanah berlumpur, yang kemudian mengaliri mineral ke seluruh bagian pohon, sehingga menghasilkan batang yang kuat, ranting yang kokoh, daun yang mekar dan buah yang bermanfaat bagi manusia. Kawan, meski besar dan pentingnya peran akar, namun akar tetap tenang dalam kesunyiannya di dalam tanah, tak terlihat, jauh dari bising ketenaran, hanya bisa berusaha dan berdoa untuk kebagiaan apa yang dicintainya meski tidak seorangpun melihatnya. Si “akar” berpesan, “Biarlah Allah saja yang menilai, biarlah Allah saja yang melihat, biarlah Allah saja yang mengatur. Berbuatlah, bergeraklah dan beramallah karena Allah saja, ikhlaskanlah segala derap langkah kaki berpijak, agar tidak sia-sia amalmu, agar tidak menguap segala upayamu hanya karena berharap manusia, berharap puji manusia, berharap puja mereka”. Mengingatkannya ketika suatu hari berkunjung kesebuah desa, melihat sawah orang tua kawannya yang begitu luas, disana ada PADI yang kalau mau ditarik sebuah kesimpulan, semakin padi itu berisi maka semakin merunduk ia, semakin tidak berisi si Padi maka bertambah pongah menjulang kelangit ia. Tidak ada tanda-tanda kesombongan darinya pabila si padi berisi, berisi sesuatu yang begitu bermanfaat yang menjadi salah satu kebutuhan pokok hari-hari bagi manusia, yaa.. bagi kita semua. Sahabat, mari belajar dari akar dan padi, karena sudah terlalu banyak mereka yang terjebak dalam penyakit ini sadar atau tanpa disadari, ketahuilah bahwa tidak ada alasan bagi Allah mengusir syetan dari tempat yang mulia kecuali Kesombongannya, sebegitu besar dampak buruk dari kesombongan sampai-sampai dia yang kita cintai selalu beristighfar tidak kurang dari 70 kali setiap harinya, Rasulullah SAW pun bersabda: “Tidak akan masuk syurga orang yang dalam hatinya terdapat sifat sombong, meskipun hanya sebesar biji zarroh”. Allahumma tohhir quluubana minannifaq wal kibr, Wa ‘amaluna minarriya…

Dibukanya mushaf itu kembali, di dapatinya sebuah ayat yang menjadikan Nabi tercinta menangis tersedu-sedu hingga air matanya terjatuh mengaliri pipi hingga melewati sekujur tubuh membasahi tanah rumahnya dan disaksikan istri tercinta Aisyah, ya… dalam Alqur’an Allah berfirman:

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal“

Langit itu, awan itu, gunung itu, pohon itu, kapal itu, angin ini, sungai ini, dan masih banyak yang lai lagi, dalam pergantian musim dan waktu, siang ataupun malam, semua berjalan mengikuti sunnahNya, taat dan tunduk tanpa keluh kesah dan pertimbangan keberatan. Semua yang diciptakanNya berjalan sesuai tugasnya masing-masing, tidak ada yang terlewatkan, sangat sempurna tanpa cacat sedikitpun, tiada satupun dari ciptaanNya yang tidak berguna bagi kita makhluqNya, apapun itu, dari semua yang ada sungguh terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang menggunakan akalnya, tanda-tanda ilmiah yang mampu membangun jiwa sehingga menjadikan diri serasa sebegitu kecil dan lemah dihadapanNya. Bagaimana terbentuknya hujan, mengapa ada sungai, seberapa manfaat awan, matahari, angin, dan sebagainya. Semua terdapat tanda-tanda dan kalimat penting bahwa ALLAH itu Maha Besar, manusia kecil, Allah Maha perkasa dan manusia lemah, Allah maha suci dan manusia kotor dan teramat kecil dan tak layak dijadikan pembanding dengan ciptaanNya saja apalagi denganNya, sungguh Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu. Maka bertasbihlah mensucikan namaNya, sebelum lisan ini tak mampu lagi bertasbih. Diatas sebuah sungai ia mencoba terus memaknai secuil tetas air diatas jarum yang dicelupkan diatas sungai itu, yang kemudian kusimpulkan bahwa ILMU ALLAH tak terbatas sementara ilmu manusia selayak tetes air diatas jarum. Lalu masih sulitkan diri bersimpuh dihadapanNya, mengakui segala kelemahan dan kekurangannya, mengakui akan segala kesalahan demi kesalahan yang sudah sangat terbiasa sebagai insani. Sahabat, mari rengkuh kalimat Allah, jadikan ia pendamping hidup yang kan selalu membersamai hidup mengarungi muaranya sehingga kelak kita kan berucap.. Subhanallah..

Ya Allah begitu mempesona ciptaanMu, cantik nian ia, karuniakan sifat kesyukuran diatas lemah dan keterbatasan yang semakin terbatas atas diri-diri kami, sungguh kami hanya manusia biasa yang belajar mencintaiMu dengan pelajaran cinta yang Kau suguhkan pada kami dari semua ciptaanMu yang terbentang dihadapan. Wa’fuanna, waghfirlana, warhamna, anta maulana....

Farrosih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar