Mata Air Kehidupan

Refleksi Muhasabah Rasa

Maka perasaan yang tadinya masih terasa samar-samar, laksana masih mencari-cari diantara si hamba dengan Tuhannya, sekarang rahasia itu telah terbuka

“Engkau telah mengatakan dalam ujung kataMu, bahwa Engkau tetap belas-kasihan kepada aku, hambaMu yang lemah ini, ya Tuhanku! Sebenarnya aku sendiripun begitu kepada Engkau. Aku cinta kepada Engkau! Engkau berikan kepadaku perasaan yang halus, suatu Iffah atau Wijdan. Terasa dalam hati kecilku bahwa tidak pernah aku lepas dari tilikanMu, selalu aku Engkau bimbing, banyak nikmatMu kepadaku. Aku hanya selalu menerima saja, aku tidak dapat memberi kepadaMu. Bagaimana aku akau akan dapat memberi sedang nyawakupun, nyawa yang sedekat-dekatnya kepadaku, Engkau yang punya. Lantaran itulah maka kasih-cintaku kepada Engaku tumbuh dengan mesranya. Aku takut kepada Engkau karena Engkau. Hanya dengan sebuah tempurung aku menerima nikmatMu yang seluas lautan. Tetapi sungguhpun aku takut, akupun rindu kepada Engkau. Aku cemas, akan tetapi didalam cemasku itu akupun mempunyai penuh harapan. Tuhanku! Engkau ada, hatiku merasainya. Aku ingin sekali berjumpa dengan Engkau, tetapi aku tidak tahu kemana jalan. Dan aku Engkau takdirkan menjadi manusia. Aku sendiri tahu kelemahan dan kekuranganku. Sebab itu kadang-kadang terasa malu aku akan melihat Engkau, tetapi aku hendak melihat juga. Tuhanku, tolong aku, tolong aku. Tolong aku dalam penyesalan soalku ini”

Disinilah datang jawaban Tuhan. ” Jika sungguh-sungguh engkau cinta kepadaKu, maka jalan buat menemuiKu mudah saja. Memang Aku Maha Mengetahui, bahwa banyak hambaKu yang seperti engkau, ingin menemuiKu, ingin bersimpuh di hadapanKu, hatinya penuh dengan ingat kepadaKu. Sebelum engkau Aku adakanpun telah Kuketahui keinginan, kerinduan dan kecintaan itu. Untuk itulah Aku utus RasulKu kepadamu, dialah petunjuk jalan menuju Aku itu. ”Hai utusanKu! Sampaikanlah pesanKu itu kepada seluruh hambaKu yang rindu, asyik dan cinta kepadaKu itu. Bentuklah sebuah rombongan itu: Zumaran, berbondong-bondong. Tiap-tiap rombongan dibawah pimpinan engkau, wahai utusanKu! Katakanlah kepada mereka wahai RasulKu, cinta mereka Aku balas, bertepuk tidak sebelah tangan. Tadi mereka menyebut bahwa mereka sebagai menusia pernah bersalah. Aku tahu itu, Aku lebih tahu. Sebab aku yang mengetahui asal kejadian. Maka apabila rombongan itu telah terbentuk dan mereka telah berkumpul didalamnya, dan engkau sendiri yang memimpin, tandanya mereka telah benar-benar telah berjalan menuju Aku. Aku ampuni dosa mereka. Aku mempunyai pula suatu nama yang menunjukkan sifatKu yaitu, Tawwab, artinya memberi taubat, menerima hambaKu yang kembali. Akupun mempunyai suatu nama menunjukkan sifatKu, yaitu Ghafur, Pemberi ampun. Akupun Rahim, Amat Penyayang. Bagaimana akan kamu ketahui kebesaran AsmaKu itu, kalau yang bersalah diantara kamu memohon ampun tidak Aku ampuni?”

Allah SWT yang Maha Penyayang tak pernah pilih sayang, yang Maha Pengasih tak pernah pilih kasih, yang Maha Kuasa Sang Pencipta alam semesta berfirman:

”Katakanlah: jika memang kamu cinta kepada Allah, maka turutkanlah Aku, niscaya cinta pula Allah kepada kamu dan akan diampuniNya dosa-dosa kamu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang” (Q.S. Ali Imran: 31)

Diperintahlah kita untuk selalu membersamai Al Quran dalam tiap jejak kaki menapak, dengan sebenar-benar baca, menjuruskan fikiran kepadanya. Didapatlah sebuah kesimpulan mempesona bahwa Allah itu amat Penyayang, amat Kasih kepada hamba-hambaNya. Sehingga orang yang pernah bersalah diberi kesempatan untuk menurutkannya pada amalan baik sehingga memudarkan kesalahan yang disertai memohon ampun. Tuhan selalu bersedia menerima kedatangan hambaNya yang demikian.

Ada kesan mendalam yang terasa saat membaca ayat demi ayat dalam kitab yang sempurna. Ialah cinta, kasih sayang Tuhan kepada hambaNya. Maka dengan sendirinyapun, dalam perasaan sihamba terasalah pula keinginan untuk membalas cinta itu. Bertepuk tidak sebelah tangan hendaknya. Sebab turunnya ayat tersebut, salah satunya dari 60 orang utusan rombongan Nasrani yang 14 orang terkemuka sedang berada di Madinah. Nabi Musa yang besar telah mengajarkan kepada Bani Israil suatu ajaran yang berintisari Pengorbanan, sifatnya adalah Jalal, kemuliaan. Nabi Isa Al masih yang agung telah membawa lanjutan ajaran yang berdasar Hubb, cinta. Sifatnya adalah jamal, keindahan. Sekarang datang Nabi Muhammad saw menyempurnakan penyertaan diri kepada Tuhan itu, ISLAM. Sifatnya ialah Kamal, Kesempurnaan. Nyatalah bahwa ayat-ayat ini meninggalkan kesan yang mendalam juga pada angota-anggota utusan Nasrani itu; Muhammad saw pun membicarakan dari hal cinta. Memang cintalah pintu pengajian itu yang selalu dibuka dengan ucapan. Bismillahirrahmanirrahim.

Tetapi cinta dalam ucapan sajapun tidaklah cukup, bahkan menyatakan cinta hati tidak diikuti pengorbanan tidaklah cukup. Menyatakan cinta, padahal kehendak hati yang dicintai tidak diikuti, adalah cinta palsu. Sementara Allah tidak menyukai kepalsuan.

Kamu durhakai Allah, padahal kamu menyatakan cinta kepadaNya.
Ini adalah mustahil dalam kejadian, dan ini adalah ganjil dalam perkara.
Jika memang cintamu itu cinta sejati, niscaya kamu taat kepadaNya.
Sebab orang yang bercinta, terhadap yang dicintai, selalu patuh akanNya


Setidaknya demikian yang diucapkan penyair

Apabila kamu telah cinta pada Allah
Niscaya fana lah kesukaan dirimu sendiri,
Lebur kedalam kesukaan Allah SWT
Niscaya bertaubat kau, hanya satu Dia saja ingatanmu
Tidak terbelah-belah lagi.
Kalau terbelah sedikit saja, maka terbelah pula ketaatanmu,
Palsulah cintamu.


Dibalik ini, seorang sedang berkaca: ”ya Allah aku hanya manusia, manusia bersimbah kesalahan demi kesalahan, aku malu menghadapMu, tapi aku ingin menatapMu, masih adakah kesempatan untukku memperbaikinya..., maafkan cinta ini, maafkan cinta ini, maafkan cinta ini”

Farrosih
Referensi: Tafsir Al Azhar BUYA HAMKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar