Tertunduk ku lemas

Pagi yang cerah menghantar ayunan langkah menuju muara harap menjalani serangkaian aktifitas disuatu pagi. Rupanya fajar masih belum rela meninggalkan embunnya untuk sang surya, sekejap saja dingin yang menjalar di sekujur tubuh menguap menjadi kehangatan membersamai datangnya harapan pagi pada mentari. Disuatu tempat dalam dialog mesra penuh kehangatan ukhwah, kujabat tangannya dan kutatap ia rindu:
"apa kabar ustadz?" awalku, "segala puji bagi Allah, akhi" jawabnya dengan senyum merona, dalam batin ku merasa selalu saja "nama" itu tak pernah luput dari lisannya. "afwan akhi" tambahnya pendek kuturut dengan mempertajam perhatian menunggu apa yang akan keluar dari lisan tawadhu itu. "saya untuk sementara tidak bisa melakukan kewajiban rutin saya pada kas kita, karena saya baru saja dapat musibah" lanjutnya. Membawa serangkaian gundah menjelma menjadi cemas. Ia melanjutkan "semalam motor saya hilang, dicuri maling". "astaghfirullah...bagaimana bisa ustadz?" responku kaget. Hanya senyum ikhlas yang kutangkap dari raut wajah itu, menambah rasa kagumku untuk selalu dekat dengannya.

Ya,.. Itulah hidup memancarkan warna-warni kehidupannya membawa segudang hikmah yang coba dipersembahkan bagi semua jiwa, semua yang berharap akan pelajaran dari ayat-ayat cintanya yang dahsyat disekeliling alam yang terbentang dihadapan. Setahuku motor itu selalu ia gunakan untuk aktifitas kebaikan, bahkan lebih dari kebaikan, namun mengapa Allah mengambilnya? Sementara tidak ada satupun daun dihutan belantara yang terjatuh dari pohonnya melaikan pasti atas izin dan sepengetahuan dariNya, apatah lagi gugurnya motor dakwah itu pada tangan-tangan picik tak berperasa, semua pasti atas izin dan kehendak dariNya, dan pasti pula dissaya telah tersisip makna dari tujuan sang pemberi takdir mengambil barang yang dicintai. Akupun lemas, karena setahuku pula beberapa bulan lalu, rumahnya pun terbakar hebat, barang-barang berharga lainnya hangus tak berjejak, disuatu tengah malam api itu meluluhlantahkan harapan dan kecintaannya, melerai diisak tangis ketiga putra-putrinya. Dan sekarang musibah itu datang lagi mengambil barang berharga yang bisa terselematkan dari kobaran api itu. Aku hanya bisa termenung, tertunduk lemas, bukan dia dengan segudang deraan masalah yang kupikirkan namun "diriku sendiri", aku hanya bisa berucap padanya "Allah teramat sayang sama ustadz, Allah teramat cinta pada ustadz", justru orang-orang sepertikulah yang perlu diberikan pertanyaan "apakah Allah masih cinta padaku", "apakah Allah masih memperhatikanku?". Bukan berharap agar musibah datang padaku, tapi yang kucinta Rasulullah SAW pernah menjelaskan apabila Allah menghendaki kebaikan pada diri seseorang maka akan diberikan cobaan padanya, Allah pun dalam kitab yang sempurna berfirman: "Apakah kalian dibiarkan saja mengatakan kami beriman, padahal belum diuji lagi...". Sang mentari perlahan beranjak keatas ubun-ubun, selalu saja pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang dikepala "apakah Allah masih sayang dan cinta padaku?". "apakah Allah masih sayang dan cinta padaku?", diatas motor bermandikan cahaya siang mencoba terus merasakan yang dirasa sahabatku, sementara diri terus mengiba dan mengiba dalam lemah kaki melangkah, dalam terbatasnya isi jiwa. Allahummajalkhoiro umrii aakhirohu wa khoiro a’mali khowaatimahu wa khoiro ayyamii yauma liqooik.

Farrosih
Saat memaknai arti cinta

1 komentar:

  1. pertanyaan yang sama yang ada pada diriku ?? apakah ALLAH masih cinta kepada ku ???? :(
    @susan

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar